Menjadi anak yg dipingit bukanlah perkara mudah. Menjadi terkurung bukanlah pilihan remaja seusiaku, yahh..kurasa kalian juga begitu. Aah, sepertinya awalanku kurang jelas. Aku bahkan belum mengenalkan siapa aku. Aku Fatimah Keisya Amara, yang sering dipanggil Keke oleh teman-teman. Sungguh tidak relevan dengan nama asliku bukan. Aku tidak mempermasalahkan namaku akan dipanggil seperti apa, asal tetap oke terdengar olehku silakan saja.
Oke melanjutkan yang tadi, maksudku itu bukan dipingit karena ingin dinikahkan, tetapi karena harus tinggal di asrama.Saat usiaku beranjak tiga belas tahun, orangtuaku sepakat memasukkanku ke sekolah asrama. Sungguh aku berpikir apa yang diinginkan mereka sehingga melemparku langsung ke asrama tanpa memberiku pilihan untuk menentukan sekolah yang aku inginkan. Kalian bisa bayangkan gadis sepertiku, haruskah dimasukkan ke sekolah seperti itu? it's really really really not good guys, tidak seharusnya demikian.
Oh ya aku lupa sesuatu, aku lupa menceritakan gadis yang bagaimana aku. Aku hanyalah gadis biasa yang mempunyai banyak keinginan, mulai dari keinginan wajar hingga yang tidak wajar. Keinginan ku mulia, aku ingin selalu menjadi yang terbaik di sekolah dan sebisa mungkin mengikuti semua kompetisi dan memenangkannya. Selanjutnya, aku selalu ingin mendapatkan perhatian dari guru-guru melalui prestasi dan sikap ramahku. Sejauh ini keinginanku wajar bukan?
Keinginkan ku selanjutnya adalah selalu ingin menjadi lebih keren dari spesies cowok yang ada di sekolah. Aku selalu ingin lebih tangguh dari mereka dan ingin bisa melakukan apapun yg lelaki bisa lakukan. Aku selalu tidak suka melihat mereka lebih bisa diandalkan, entah kenapa aku selalu dibuat dilema oleh spesies seperti mereka. Disisi lain mereka bisa jadi dambaan sekaligus musuh bagiku.
Yaa.. aku sangat suka jika ditantang berkelahi oleh mereka, sangat antusias. Aku selalu ingin dilihat berbeda dari cewek kebanyakan. Aku tidak suka kalah, aku tidak suka lemah, aku tidak suka bila harus mencari tompangan, aku tidak suka diperlakukan sebagai wanita, sungguh. Tapi anehnya mereka tetap menyukai keanehan ku, sungguh membingungkan. Mereka tetap tergila-gila pada gadis dengan kepribadian yang melenceng dari fitrah wanita normal.
Ahh sudahlah, aku tak peduli dengan itu sekarang. Aku masih tak paham kenapa orangtua ku membuat keputusan tanpa menyertakan aku. Apa yg salah denganku sehingga harus dimasukkan ke sekolah seperti itu. Dirumah aku tak pernah membuat masalah, aku berkelakuan wajar layaknya anak gadis rumahan. Hubunganku dengan orangtua ku baik-baik saja, bahkan kami selalu bercanda ria. Dan sejauh ini prestasiku aman-aman saja. Lalu salahnya dimana?
Apa aku membuat kesalahan tersirat yang membuat orantuaku membuangku ke asrama. Maaf saja jika terdengar kasar, tapi aku memang tidak suka tempat itu. Wajar saja jika aku berpikir mereka benar-benar ingin menghukum ku dengan membuangku ke tempat itu.Oh tuhan, jika bisa membantah aku enggan sekali untuk masuk sekolah itu, sungguh. Membayangkan asrama saja sudah membuatku tertekan, membuatku hilang gairah untuk bersekolah. Haruskah? haruskah tempat itu?. Oh sial ingin rasanya berkata kasar. Jujur aku tak suka jika semua tak sesuai dengan keinginanku, tapi aku juga tidak bisa membantah. Aku sudah bicara pada mereka bahwa aku tidak menginginkannya, tapi orangtua ku mengatakan bahwa pilihan yg mereka pilih adalah untuk kebaikan ku. Ada harapan dimata mereka yang kulihat. Aku tak mengerti, tapi mendengar orangtua ku berkata demikian aku tak kuasa untuk melawan balik.
Wahai, apa yang harus kulakukan. Mengikuti keinginan mereka bagai belenggu untukku, tapi jika tidak aku lakukan aku malah merasa tidak berguna sebagai anak. Sial sungguh sial, sisa liburanku terasa hampa karena memikirkan hal- hal yang memuakkan. Keinginan untuk pergi berlibur dibatalkan karena asrama sialan itu. Hari ini aku diajak mama untuk melihat-lihat sekolah dan asrama itu. Aku belum tau apa nama sekolahnya, tapi hari ini aku juga pergi untuk mendaftar.
Helaan kesal kulepas saat masuk ke dalam mobil, hari ini papa tidak bisa ikut mengantarku karena urusan pekerjaannya. Yaa tidak apa-apa, toh mendaftar bukanlah sesuatu yang menyenangkan untuk sekarang. Sepanjang perjalanan hanya murung, murung, dan murung. Tidak ada ekspresi lain hari ini, ekspresiku tidak kreatif seperti biasanya. Bagaimana mau berekspresi coba? memikirkan asrama saja sudah langsung muak, hari ini malah harus menginjakkan kaki disana, suatu bencana bukan?
Mama yang sedang menyetir tampak senang dengan sunggingan senyum di wajahnya, oh Tuhan harus kubalas apa ekspresi mama yang seperti itu. Kesal rasanya, aku ingin kabur tapi aku tak punya daya untuk melompat dari mobil. Lebih baik kubiarkan, toh aku sudah menyiapkan rencana terbaik yg akan menyelesaikan semua perkara, hari ini juga. Esok, hanya aku yang akan merekah senyuman.
Tunggu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wahai, Tunggu Aku Disana
Fiksi RemajaSang mentari tampak lelah memamerkan pesona jingganya. Menarik garis redar dan kemudian beralih rotasi ke ufuk barat. Penantian sang raja gelap yang bersiap mengambil alih posisi kendali alam, menyibak nuansa baru di cakrawala. Alam yang mengalah s...