he

11 7 2
                                    


'Haruskah aku tetap singgah dengan luka yang semakin menganga ini?.'
-Teduh.

Universitas Indonesia.

Disinilah Teduh berada, menunggu seseorang yang ia cintai. Seseorang yang sangat ia gantungkan harapannya.

Banyak mata memandang heran ke arah Teduh yang memakai pakaian Sma, yang di baluti switer berwarna pink pudarnya.

Kaki Teduh mulai pegal, sudah 1 jam ia menunggu seseorang itu, namun kenapa ia belum keluar juga?.

Teduh memainkan kerikil dengan kakinya. Berharap waktu akan berjalan cepat.

Deru motor yang sangat ia kenali berbunyi. Teduh terenyum, ia membalikan badanya.

Langit, pria tampan dan dingin itu tengah memboncengi seorang wanita cantik dan anggun. Teduh mengenalinya.

Ia Siska, gadis cantik dan ceria sama seperti namanya, lemah lembut dan anggun. Siapa yang tak akan jatuh hati kepada wanita seperti Siska?, bahkan pria tampan dan dingin seperti Langit pun menyukai Siska. Pikir Teduh.

Siska dan Langit adalah kaka kelasnya dulu di Sma.

"Kak Langit."

Langit membuka kaca helmnya, menatap tajam gadis di sampinya itu. Untuk apa gadis itu datang jauh-jauh ke kampus ini?.

"Kak Langit." Panggilnya lagi ketika tak mendengar sahutan Langit.

Hati Teduh terasa di remas kembali ketika melihat tangan Siska yang singgah di pinggang Langit dan mengucapkan-

"Siapa dia sayang?."

"Enggak tahu, enggak kenal." Sahutnya dingin. Membuat Teduh membeku seketika.

"Masa sih, jangan gitu. Kasihan dia sayang." Dalam hati Teduh tak menyangkal semua, Siska gadis baik. Cantik, ia pantas dengan Langit. Tapi apakah dirinya akan membiarkan hatinya juga terluka?.

Ia memilih menjalankan motornya kembali, berniat mengantar pulang Siska. Ia membiarkan 1 hati terluka atas ulahnya.

Langit membiarkan 1 hati kecewa padanya.

Teduh menatap nanar kepergian Langit. Untuk apa ia berdiri dengan bodoh di sini sampai 1 jam lebih, untuk apa ia terus mengharapkan seseorang yang ternyata tak mengharapkanya.

Hah. Dunia seolah mengejeknya, menertawainya di bawah terik panas ini.

_____

Kini Teduh berada di depan rumah Langit. Sehabis dari kampus, Teduh langsung kerumah Langit. Memastikan pria itu pulang dengan selamat.

Setelah di persilakan masuk oleh bibi,Teduh pun masuk. Dan menemukan Langit yang tengah menonton tv.

"Assalamualaikum kak Langit." Teduh duduk di sofa sebelah kiri.

Langit tak membalas salam Teduh. Pria itu memilih diam, mengacuhkan keberadaan Teduh.

Teduh menggela napasnya. Ia harus bersabar, dan mencoba mengambil hati Langit. Sesuai janjinya pada mendiang bunda Langit.

Bunda Langit sudah meninggal 2 tahun yang lalu. Sedangkan ayah Langit menyibukan dirinya dengan pekerjaanya sebagai pengusaha terkenal di Indonesia.

"Kamu janji pada bunda, terus ada buat Langit. Jangan biarkan dia terjerumus dalam pergaulan. Bunda sangat sayang padanya."

"Bund..."

"Bunda percaya sama kamu. Bunda juga sangat sayang sama kamu. Semoga berjodohlah dengan Langit."

"Kak Langit sudah makan kak?."

Tak ada tanggapan.

"Pasti sudah yah?, kan kaka seharusnya sudah ada di rumah 1 jam yang lalu." Teduh tersenyum.

"Oiya ka-."

"Brisik! Lo crewet banget sih!." Langit menatap tajam Teduh. Teduh langsung membungkam mulutnya sendiri.

Keheningan terjadi beberapa saat. Teduh mencoba melawan rasa takutnya. Matanya tak sengaja menatap bingkai foto yang tergeletak di dekat tv.

"Wah, kak Siska cantik banget, kak Siska sudah kenal lama sama bunda yah kak?." Teduh mengambil bingkai foto yang berisi potret Langit, bunda, dan Siska.

"Kak Langit cocok sama kak Siska. Eh, tapi lebih cocokan sama aku sih." Gurau Teduh untuk mencaikan suasana. Namun bukanya mencair, Langit justru nampak marah.

Langit menatap dingin Teduh yang tak berhenti berbicara. Pikiranya linglung. Antara membenci atau mengiklaskan.

"Iya, gue cocok sama Siska. Dan lo penghalang di hubungan gue dan Siska. Dan gue benci keberadaan lo." Langit bangkit berdiri dari duduknya

Teduh merasa seperti orang jahat disini. Jadi dialah penyebab akar kebencian Langit padanya?.

Tapi permintaan bunda Langit tak bisa ia ingkari. Ia harus mundur bila hatinya merasa lelah.

Pujamba Teduh Nara.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang