langit malam

9 6 1
                                    

Malam harinya, Langit duduk di balkon kamarnya. Memandang langit malam yang di penuhi bintang-bintang.

Hatinya terus saja merasa bimbang. Antara mencintai atau membenci.

Dulu saat ia masih Sma. Dan bundanya masih hidup, bundanya sering sekali menghabiskan waktu dengan Teduh, dirinya merasa terlupakan. Ayahnya yang gila kerja, dan bundanya yang terlihat lebih menyanyangi Teduh membuat dirinya kehilangan kasih sayang.

Ia benci itu.

Ia sangat membenci Teduh. Baginya, Teduh adalah perebut kebahagiaanya.

Namun disatu sisi, ia juga memiliki perasaan lebih pada Teduh. Ia tidak mau Teduh menjauh darinya.

Di bawah langit malam yang sama. Teduh juga tengah merenung. Merenungi takdirnya yang tak habis-habisnya membuatnya ingin menangis.

Apakah karena ia jelek?, karena ia miskin?. Sehingga Langit tak menyukainya?.

"Kalau kak Langit ada perasaan sama Teduh lebih. Aku akann berjuang untuk mendapatkan hati kaka. Tapi kalau kak Langit tidak mempunyai perasaan apapun padaku. Aku siap untuk mundur."

"Asal lo tahu gue sukanya sama Mentari, bukan sama lo."

Apa lebih baik ia mundur?. Tetapi jika iya, berarti dirinya menyerah?. Tak bisa menjalankan wasiat almarhum bundanya Langit?.

Ah, biarlah waktu berjalan terus. Ia akan terusmencoba sampai benar-benar ia lelah sendiri.

❤❤

2 bulan kemudian.

Teduh telah meyakinkan dirinya untuk terus memperjuangkan cinta Langit, selagi pria itu belum memiliki hubungan dengan Siska.

Setiap harinya, Teduh akan bekunjung ke tempat Langit. setelah selesai ia bekerja dan membuat makanan untuk neneknya tentunya.

Saat ini pun, Teduh dan Langit tengah berjalan keliling pasar malam. Sebelumnya ia telah ijin pada nenekknya.

Teduh sangat senang sekali, ini kemajuan yang sangat pesat. Dimana Langit lah yang mengajak Teduh ke sini.

Pakaian yang di pakai Teduh sangat sederhana. Berbanding terbalik dengan Langit. Yang nampak keren dan mennawan.

"Ka, beli gula-gula itu yuk." Teduh menarik ujung jaket Langit.

"Ya udah ayo." Mereka berdua pun berjalan menuju penjual gulali itu.

"Pak pesan 2." Ucap teduh kepada penjuall gulali.

"Baik neng."

Teduh melirik Langit yang tengah memasukan kedua tanyanya ke dalam jaketnya. Langit terlihat sangat tampan dan mempesona.

Langit pun menatap Teduh, di pandangnya wajah gadis itu. Benar-benar cantik tanpa make up.

Dalam hati, Langit tersenyum.

.

"Ka, kaka sudah ada perasaan buat aku belum?."

Langit mengangkat satu alisnya. Menantap Teduh yang tengah memamerkan deretan gigi putih ya. "Entahlah. Biar seperti ini dulu, biarlah waktu yang menentukan."

Langit merangkul Teduh. Rasanya Teduh sangat senang sekali. Ia benar-benar bersyukur pada tuhan yang telah memberikan kebahagiaan kepadanya saat ini.

"Maafin gue yah, selama ini gue ngerasa jahat banget sama lo." Yah, Langit mencoba membuka hatinya untuk Teduh. Mencoba menyingkirkan perasaan bencinya pada gadis itu.

"Iya ka. Aku seneng banget kaka seperti ini ke aku. Rasanya aku menjadi orang yang sangat beruntung di dunia ini."

Langit diam. Matanya lurus memandang wajah Teduh yang tengah bercerita.

"Dulu aku pernah berpikir untuk menyerah dengan perasaanku ka, rasanya lelah sekali memiliki perasaan seorang diri." Tatapan Teduh berubah sendu.

Langit memeluk Teduh. Memberi kenyamanan untuk gadis itu.

Dirinya benar-benar egois mengenai perasaan. Ia benar-benar brengsek telah menoreh luka diam-diam pada gadis itu.

"Ya udah. Yuk pulang udah malam. Nanti nenek lo kawatir lo belum pulang."

Teduh mengangguk. Keduanya berjalanan sembari bergandeng tangan menunju mobil Langit.

Teduh tak henti-hentinya tersenyum sendari tadi.
.




Hay hay hay. I'm Back!.
Sedikit banget. Benar-benar lagi enggak mood.

Pujamba Teduh Nara.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang