Hawa dingin terus mengeruak, Suara jangkrik terdengar di pagi buta . Dan suara kokokan ayam berbunyi lantang diiringi angin yang membuat siapa saja kembali memejamkan matanya. Mencari kehangatan.
Teduh, gadis itu bangun mengikat asal rambutnya. Diliriknya jam dinding. Pukul 4 lebih.
Seperti biasa, Teduh akan mengangsu di jam segini di sumur tua milik tetangganya yang sudah tak berpenghuni.
Teduh mengambil 2 ember dekolit untuk menampung air.
"Dingin banget. Kok tumben sih gak hujan semalem." Teduh bermonolog sendiri, sembari mengayunkan kakinya menuju sumur tua.
Kriet kriet debug
Teduh mulai menimba air. Lalu setelah satu ember terisi penuh. Dengan sekuat tenanga ia membopong ember tersebut. "Kuat kuat kuat." Ucapnya, menyemangati dirinya sendiri.
Sebenarnya dulu awal-awal ia mengangsu di sumur tua itu, ia tidak berani. Namun semakin kesini ia semakin terbiasa dan dirinya pun sudah tak setakut dulu.
.
Pagi harinya, Teduh datang seperti biasa. Belum ada seorangpun anak di kelasnya.
Teduh duduk tenang di bangkunya. Oiya, dia memiliki novel yang ia pinjam di perpuatakaan kelas. Lalu ia mengambil novel itu untuk ia baca. Menghalau rasa bosanya.
Teduh melirik sang ketua kelasnya yang baru saja masuk ke dalam kelas. Namanya, Raihan. Dia pria yang dangat ramah.
"Eh Raihan. Aku boleh lihat soal fisika?."
Raihan mendengarnya tersenyum. Ia mengangguk, jika Teduh yang meminta pasti benar kalau ia hanya meminta soal, bukan jawaban seperti teman lainya.
"Nih di hp gue." Raihan menyodorkann ponselnya. Teduh menerimannya dengan senang hati.
Lalu ia mulai menulis 10 soal fisika yang cukup rumit
"Terimakasih Raihan. Kamu sangat baik." Ucap Teduh, mengemballikan ponsel Raihan. Raihan tersenyum. Dalam lubuk hatinya, ia kagum dengan sosok Teduh. Yang kuat dan mandiri.
'Bolehkah aku mencintainya?.' Batin Raihan.
_____
"Kak Laangit. Kak langit bisa jemput aku pulang?, aku enggak punya uang buat pulang ka." Teduh meminjam ponsel satpam di sekolahnya untuk menelvon Langit.
'Gue enggak bisa. Gue mau nganter Siska kerumah bibinya.'
Tut
Langit langsung memutuskan sambungan sepihak.
"Bolehkah aku meminta hal yang sangat sepela. Bolehkah aku egois? Menginginkanmu hanya untukku seorang. Menginginkanmu ada untukku."
Teduh menghela napasnya. 2kilo meter, apa iya ia harus berjalan pulang kerumah?, bisa-bisa ia akan sampai sangat sore ke rumah.
"Hey Ted. Lo kok palah bengong?." Teduh menoleh ke arah samping, dan menemukan Raihan yang tengah duduk di sepeda motornya. Nampaknya pria itu sudah siap mau pulang.
Teduh tergugu. Untuk pertama kalinya Raihan mau menyapa dirinya. Yah, memang Raihan adalah pria yang sangat ramah.
"Mau pulang bareng enggak?." Tawar Raihan.
"Eh-enggak usah."
Raihan terkekeh. "Enggak papa. Yok sekali-kali. Gue lagi pengin berbuat baik nih."
Teduh berpikir. Jika ia menerima tawaran Raihan, ia tidak perlu pulang jalan kaki. Ah sudah lah.
"Enggak ngerepotin Ray?."
"Enggak kok. Santuy. Cepet naik."
Sesampainya di depan rumah Teduh, Teduh turun dari motor Raihan. "Makasih banget Ray. Mau mampir enggak?."
"Iya sama-sama. Gue langsung pulang aja."
"Oke. Hati-hati."
Teduh tersenyum memandang kepergian Raihan. Masih ada yang baik di dunia ini kepadanya.
Suara deru mobil terdengar. Teduh yang tadinya ingin masuk ke dalam rumah pun menoleh. Ia mendapati mobil hitam milik Langit.
"Kak Langit?." Teduh berjalan menghampiri Langit.
Langit berdiam di dekst mobilnya. "Bagus yah. Udah gue bela-belain njemput lo. Lo palah asik sama pria lain. Bitch banget." Ucapan Langit sangat menusuk hati Teduh.
Ia tidak menyangka jika Langit akan mengatainya 'Bitch'.
"Kak Langit katanya mau nemenin kak Siska. Kebetulan tadi Raihan nawarin aku pulang ka."
Teduh mencoba mengenyahkan rasa sakit yang sempat singgah di hatinya.
Langit mengepal tanganya. Ia tak suka bila Teduh dekat-dekat dengan pria lain. Tetapi ia juga memmbenci gadis ini.
"Kak Langit cemburu?."
Langit tersenyum sinis. "Cemburu?, mimpi.!"
Teduh tersenyum penuh makna. "Dari tatapan kak Langit terbukti kalau kaka cemburu."
Langit maju, mencengkram kedua lengan Teduh. Matanya menatap tajam Teduh. Matanya juga menelisik setiap sudut wajah natural Teduh.
"Jangan sok tahu."
"Ka, jangan bikin semua ini rumit. Sebenarnya, kaka ada perasaan lebihkan ke aku?."
Langit diam mengendurkan cengkramanya. Membuang pandanganya ke arah lain. Jantungnya berdegup seketika. Efek dari pertanyaan Teduh membuatnya bimbang.
"Kalau kak Langit ada perasaan sama Teduh lebih. Aku akan berjuang untuk mendapatkan hati kaka. Tapi kalau kak Langit tidak mempunyai perasaan apapun padaku. Aku siap untuk mundur."
.
Hargai penulis. Karena menulis cerita tak semudah menyalin tulisan di papan tulis. Menulis cerita membutuhkan imajinasi untuk membangun sebuah ilusi cerita yang tercipta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pujamba Teduh Nara.
Teen FictionTeduh namanya, gadis cantik seteduh namanya. Gadis penuh luka yang tengah memperjuangkan cintanya di kala takdir tuhan yang membuatnya menjadi gadis penuh pengertian. Hidupnya sederhana. Tak terkenal, justru ia menjadi gadis bahan bullyan. Langit...