Tujuh

34 4 4
                                    

Gue bingung gimana caranya biar nggak keliatan bego di depan doi. Soalnya sepinter-pinternya gue, doi bisa aja bikin gue ngerasa jadi kayak orang bego. Aneh.

~Anya yang mendadak bego gara-gara doi

***

Kini Anya dan Daffa duduk di bangku sebuah taman sembari meneguk air mineral yang baru mereka beli. Anya masih sama, diam dengan wajah tertekuk kesal.

"Kenapa Nya? Kok suram gitu mukanya?" tanya Daffa memulai obrolan. Pura-pura tidak tahu penyebab Anya kesal.

Tenang saja, Daffa itu tipikal cowok yang peka. Yah, walaupun memang dalam beberapa keadaan ia juga kadang kurang peka.

"Nggak apa-apa." jawab Anya ketus. Terlihat sekali jika ia menghindari tatapan Daffa.

"Cemburu ya sama Wendy?" tanya Daffa bercanda.

"Iya." jawab Anya masih ketus, mungkin ia tak sadar akan jawaban yang ia berikan. Daffa terkejut mendengar jawaban Anya. Benarkan barusan Anya mengatakan iya?

"Apa Nya? Lo cemburu?" tanya Daffa mencoba memastikan.

"Hah? Gue? Cemburu? Ngapain? Nggak guna amat. Lagian gue bukan siapa-siapa lo kali." ucapan Anya kali ini berbeda dari sebelumnya. Mungkin ia sudah sadar sekarang.

"Tapi tadi gue tanya lo jawab iya," ucap Daffa.

"Lo budeg berarti." sarkas Anya.

Daffa hanya bisa menerima ucapan Anya. Ia sangat yakin bahwa ia tidak salah dengar. Jawaban Anya adalah iya, dan menurutnya kebanyakan jawaban paling awal adalah jawaban yang jujur karena ia menjawab tanpa memikirkan kata-kata yang harus ia keluarkan.

"Tadi lo bilang lo bukan siapa-siapa gue kan? Gini ya Nya, lo kan mantan gue, temen deket gue. Lo berhak kok cemburu. Apalagi nanti, lo bakalan lebih berhak larang-larang gue dan cemburu kalau gue deket sama cewek lain. Tunggu tanggal mainnya aja," ucap Daffa.

"Ha?" Anya memasang wajah bingung. Ia belum begitu paham akan apa yang Daffa ucapkan barusan.

"Enggak. Udah yuk pulang, udah mulai panas." ucap Daffa. Ia kembali menggandeng tangan Anya.

***

"Gue pulang dulu ya," ucap Daffa pada Anya dan Deva.

"Pulang aja sono. Nggak usah balik-balik lagi." jawab Anya tak acuh.

"Oke, gue bakal sering-sering datang kesini lagi." jawab Daffa yang bertolak belakang dari ucapan Anya.

"Dih sarap. Gue bilang jangan p
balik-balik lagi, budeg." Anya memasukkan kacang ke dalam mulutnya. Ia bicara tanpa menatap lawan bicaranya dan lebih memilih menonton acara gosip di televisi.

"Ntar kalau gue nggak balik-balik lo bakalan kangen dong,"

"Dih ngebet amat gue kangenin." ucap Anya. Daffa terkekeh.

"Lucu banget sih," ucap Daffa mengacak rambut Anya. "Gue pulang ya, jangan marah-marah terus, cepet tua ntar." ucap Daffa yang kemudian menghilang keluar dari rumah Anya.

Anya terdiam, tak sadar ia tersenyum sambil memegang-megang rambutnya yang sudah berantakan.

"Daffa sarap." gumam Anya. Ia membuang napasnya. "Gabole baper, gabole baper. Anak mama kan nggak baperan." gumamnya lagi sambil menepuk-nepuk pipinya.

***

"Anya, bangun hey, Daffa nungguin lo di bawah. Dia yang mau nganterin lo sekolah." ucap Deva.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DaffAnya Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang