CHAPTER 14. LAUGH AND TEARS

672 65 81
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.

Aku berbaring, menatap kosong langit-langit kamar semenjak kembali dari pemakaman Amy. Mataku mengerjap pelan. Buliran bening hangat tak henti menggenangi penglihatan.

Suara ketukan terdengar lagi untuk ke sekian kali. Aku menoleh lemah ke arah pintu, tanpa berniat bangkit dan membuka pintu kamar yang sengaja kukunci.

"Ayna ..., aku tahu perasaanmu ..., tapi kau harus makan. Ayolah ..., kau membuat kami khawatir ...." Kembali bujukan Cleona kudengar di luar pintu.

Benakku mulai mengingat kejadian di makam dan cerita Cleona tentang apa yang terjadi saat aku tak sadarkan diri.

Javiero sempat kesulitan lagi karena kondisiku yang terguncang dan tak sadar saat itu. Alexandra pun berhasil melarikan diri karena adanya bantuan dari oscuro lainnya.

Ini berarti aku belum lepas dari bahaya. Para vampir itu masih akan mengincar nyawaku.

Teringat akan Amy, kembali genangan hangat memenuhi pandangan. Aku penyebab tewasnya sahabatku. Bagaimana aku bisa memaafkan diriku sendiri?

Seharusnya aku tak bertemu Javiero. Semestinya aku tak jatuh cinta padanya. Mengapa aku bersamanya? Kenapa aku ditakdirkan menjadi luna?

Aku meninggalkan gadis itu sendiri di saat ia membutuhkanku. Adanya bekas sidik jari bernoda darah di ponsel Amy, membuatku membayangkan sahabatku yang tengah sekarat mungkin mencoba meneleponku. Namun, maut menjemputnya lebih dulu. Tubuhku kini terguncang oleh tangisan.

"Ayna! Please ....!"

Tak kuhiraukan panggilan Cleona yang bernada penuh kecemasan.

"Minggir!"

"Apa yang akan kau lakukan, Javiero?!"

Suara gaduh terdengar di luar kamar. Aku tak peduli. Tak ada yang akan paham bagaimana hancurnya hatiku saat ini.

Aku sudah kehilangan orang tua. Seakan belum cukup, sahabatku pun direnggut paksa dariku. Ia adalah penguat semangatku selama ini. Kini, alasan apa lagi yang kupunya untuk hidup?

Suara pintu terbuka paksa terdengar keras membentur lantai, disusul derap langkah beberapa orang memasuki ruangan. Aku meringkuk dan menenggelamkan diri ke dalam selimut meski cara ini tak berguna untuk menutupi guncangan hebat tubuhku.

"Ayna ...," bisik Cleona lembut sambil mengelus bahuku yang tersembunyi dalam selimut.

"Sampai kapan kau berniat bersembunyi di balik selimut? Menangislah jika kau harus menangis! Kenapa harus kau sembunyikan? Bukan hanya kau yang pernah kehilangan!" Suara Javiero menggema di ruangan.

"Javiero, tenanglah. Jangan berkata kasar begitu pada Ayna," tegur Cleona.

"Aku tak menginginkan luna yang cengeng," sahut Javiero dengan nada terdengar dingin.

"Alrico, bawa Javiero ke luar dulu!" teriak Cleona kesal.

"Ini rumahku!"

"Shh! Kau keluar dulu, Javiero! Kau tak dengar ucapan istriku?!"

"Aku lapar! Apa tak ada yang akan memasakkan makanan?!"

"Diamlah, Aldevaro! Kau hanya memikirkan makanan! Kau kunyah saja apa yang ada dulu!"

"Di kulkas hanya ada sayuran mentah, Ravantino! Kita manusia serigala, bukan kambing!"

"Kalian bisa diam tidak?!" teriak Cleona kembali.

JAVIERO - Lucis Series 2 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang