*
*
*
Setelah selang beberapa saat, kami selesai sarapan. Aku melihat suamiku bergegas menuju kamar. Lalu, aku mengikutinya, mataku menatap tajam ketika melihatnya berpakaian santai. Namun, rapi dan terlihat sangat cool, seperti seorang yang akan pergi berkencan. Lidahku rasanya sangat gatal ingin bertanya, tetapi masih bisa ku tahan karena aku melihat anakku masih tertidur pulas di tempat tidur. Jika saja mulutku bersuara sekarang, bukan tidak mungkin jika kami akan bertengkar nantinya."Mah, rambut Papah sudah mulai panjang, nih. Mesti di minyak rambut, kalo ga ya kaya orang baru bangun tidur terus!" Aku hanya tersenyum menanggapinya, karena biasanya suamiku walaupun pergi keluar untuk bertemu dengan teman-temannya penampilannya tidak akan seheboh ini. Menurutku sekarang sedikit berlebihan, tapi itu mungkin hanya perasaanku saja.
"Mah, Papah berangkat, ya!" suamiku berjalan melewatiku begitu saja, tapi sebelum mencapai pintu dia berbalik melihat ke arahku, aku hanya menatapnya dengan hmm entahlah.
"Jam berapa Papah akan pulang?" Aku bertanya padanya ketika kami sudah berada di teras rumah.
"Mungkin siang nanti, Mah. Kenapa?"
"Ya, gapapa, sih. Hanya bertanya saja."
"Oh, ya sudah, Papah berangkat dulu, ya!" Aku hanya mengangguk, dia menaiki motor besarnya dengan coolnya. Aku menatap kepergiannya dengan wajah sedih. Entah kenapa hari ini aku merasa sangat buruk, perasaanku jadi terasa sangat aneh. Aku curiga, tapi tidak tahu curiga untuk apa.
Aku pergi ke kamar untuk mandi dan membangunkan anakku, setelah itu aku akan pergi memasak, tapi belum sampai mencapai kamar aku melihat anakku sudah berjalan ke arahku dengan mengucek matanya.
"Ma, Papa kemana?"
"Papa pergi keluar, Sayang."
"Kerja?"
"Itu__Papa pergi ke rumah teman karena mau ambil sesuatu, Sayang." Aku sengaja mencari alasan yang tepat agar anakku mengerti, karena jika tidak, mungkin saja dia akan terus bertanya nantinya.
"Kapan Papa akan pulang?"
"Siang nanti, Sayang." Ella hanya mengangguk mengerti dan meneruskan jalannya menuju ruang tv dan menyalakan channel kesukaannya. Setelah itu aku juga melanjutkan langkahku menuju kamar. Ketika sampai kamar aku keluar lagi dengan membawa handuk untuk mandi. Selang beberapa saat aku sudah menyelesaikan acara mandiku. Kakiku berhenti sejenak, begitu keluar dari kamar mandi, karena melihat anakku masih asyik dengan acaranya.
"Ella, pergi mandi, Sayang." Aku menyuruh anakku untuk pergi mandi, Ella memang sering mandi sendiri. Aku sengaja mengajarinya begitu agar dia bisa mandiri.
"Bentar lagi, Ma." Aku tahu anakku jika sudah di depan tv, dia pasti malas untuk melakukan aktivitas lain, termasuk makan. Maka aku biasanya menyediakan camilan untuknya agar dia bisa makan walaupun hanya makanan ringan.
"Ella, mandi cepat. Nanti nonton lagi setelah mandi, cepat, ya? Mama ambilin handuk sama bajunya." Aku tersenyum melihat putriku berjalan lesu menuju kamar mandi, jika sudah begini dia sangat mirip dengan ayahnya.
Setelah memastikan dia masuk ke kamar mandi aku berjalan menuju kamar untuk memasang baju dan menyiapkan baju untuk Ella.
***
Hari sudah sangat siang, matahari sangat terik, acara memasakku sudah selesai dan Ella juga sudah ku suapi. Dan anak itu sekarang sudah kembali dengan kesibukannya menonton tv, dia bahkan tidak mendengar panggilanku karena saking fokusnya. Aku hanya menggeleng kepala melihat kelakuan anak zaman sekarang. Dulu ketika aku seumuran dengan Ella, aku akan asyik bermain di luar rumah, main petak umpet, main masak-masak atau pondok-pondokan. Nah, di zaman sekarang anak-anak lebih senang menyendiri di kamar di depan laptop atau handphone dan tv saja.
"Ma, kapan Papah akan pulang!" Aku mendengar teriakan anakku. Hah ... ini anak walaupun sejak tadi seperti tidak peduli sekitarnya, tapi masih saja ingat jika ayahnya belum pulang.
"Mungkin bentar lagi, Sayang." Setelah mendengar jawabanku dia kembali fokus pada tv nya.
Aku beberapa kali menghela napas, ku lihat layar ponselku dan ku cari aplikasi Whatsapp dan mencari kontak suamiku. Lalu, menelponnya melalui aplikasi itu, suara deringnya terdengar di seberang sana, tapi tidak di angkat. Aku kembali meneleponnya sampai beberapa kali. Namun, akhirnya aku menyerah karena sudah berapa kali di telepon, beberapa kali pula di abaikan. Mungkin dia masih sangat sibuk sehingga tidak mendengar dering telepon. Aku harus bisa berpikir jernih, tidak baik terlalu curiga pada hal yang belum pasti.
Aku meninggalkan pesan singkat padanya, "Pah, kapan pulangnya? Nasi dan lauk sudah masak. Mamah makannya nunggu Papah, cepetan pulangnya, ya!" Setelah menekan tombol kirim, ku letakkan ponselku di atas meja dan ku tinggal ke toilet, berharap nanti ketika aku balik sudah ada balasan darinya, tapi sejak aku kembali beberapa menit yang lalu dari toilet, pesanku tidak di balas. Hanya dibaca saja, Itu artinya sejak tadi dia tahu jika aku meneleponnya dan bahkan mengiriminya pesan.
Aku mulai merasa kesal karena dia mengabaikan pesanku, tapi coba ku tahan.
Hari menunjukkan pukul tiga sore, Aku sedang berbaring gelisah. Segala pikiran buruk banyak yang hinggap di otakku. Di tengah lamunanku, aku mendengar suara motor datang dan berhenti di pekarangan rumah. Itu suamiku, aku sangat kesal, jadi aku keluar dari kamar dan membuka pintu dengan penuh emosi. Aku melihat, dia suamiku perlahan membuka helm nya dan tersenyum manis. Senyum sumringah seperti seorang yang amat sangat bahagia. Aku bingung dengan sikapnya."Mah, Papah lapar." Dia masuk ke dalam rumah melewatiku sambil tersenyum.
"Kamu darimana saja, sih? telrpon dan chat ku diabaikan semua?"
"Papah tadi lagi asyik main game sama teman-teman, Mah." Dia kembali tersenyum, entah kenapa dari sikapnya aku jadi tambah curiga. Apalagi sejak tadi dia memanggilku dengan mesra begitu dan dia bahkan tidak pernah menyebut dirinya sendiri dengan panggilan kesayangan kami.
"Mamah masak apa? Papah lapar, ambilin Papah makanan, dong!" lagi-lagi dia tersenyum manis membuatku memicingkan mataku curiga, tapi aku tetap melaksanakan yang dia minta dan aku juga ikut bergabung makan dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKIBAT Pernikahan Dini
Non-Fictioncerita ini berasal dari seorang remaja belasan tahun yang salah ambil langkah hingga terjebak dengan pernikahan dini