*
*
*
"Pah, kenapa pulang terlambat?""Aku udah bilang, kan? Kalau aku asyik main game dengan teman-teman!" Dia menaikkan suaranya dan meletakkan sendok begitu keras di atas meja membuatku terkejut saja dan membelalakkan mata menatapnya. Dia terlihat sangat marah, membuatku bingung. Apakah pertanyaanku itu yang membuatnya marah? Tapi aku rasa itu masih pertanyaan wajar, kan?
Aku menghela napas tidak melawan atau menyahutinya, ku teruskan makanku tanpa menghiraukannya, selang beberapa saat aku selesai makan dan berdiri mengambil piringku sendiri dan meletakkannya di tempat piring kotor. Aku meliriknya sebentar, dia kembali asyik dengan makanannya dan kadang-kadang tersenyum melihat ponselnya membuatku semakin curiga saja.
Sebelumnya dia tidak pernah makan sambil memegang handphone, dan jika Ella yang melakukannya dia juga akan menegurnya, tapi entah kenapa akhir-akhir ini dia melakukannya dan bahkan membawa handphone ketika pergi ke toilet.Aku berjalan melewatinya menuju ruang tv tanpa bicara, aku merasa kesal atas perlakuannya kali ini. Bahkan dengan pertanyaan sederhana saja, dia sudah berani membentakku, apalagi jika aku langsung menuduhnya. Ini baru pertama kali dia begitu, sebelumnya tidak pernah sekalipun ia membentakku.
Setengah jam berlalu, hari sudah sangat sore. Aku bergegas keluar rumah untuk mengangkat jemuran, aku melihatnya sudah tidak ada di ruang makan lagi, mungkin dia di kamar pikirku.
Setelah selesai mengangkat jemuran, aku membersihkan meja makan yang masih berantakan. Bekas piring kotor yang suamiku gunakan tadi masih tergeletak di sana. Padahal biasanya dia dengan senang hati membantuku walau tanpa di suruh sekalipun. Aku mencuci piring-piring kotor itu dengan cepat. Kemudian, setelah beres aku kembali melangkahkan kakiku menuju kamar untuk mengambil handuk untuk Ella, anak itu masih saja betah di ruang Tv, membuatku harus ekstra kali ini, tapi sebelum mengambil handuk pikiranku kembali terfokus pada ponsel suamiku. Entah di mana ia meletakkannya, biasanya dia akan meletakkan ponselnya di atas meja untuk charger ketika sedang tidur seperti sekarang, tapi sekarang benda itu tidak ada di sana. Itu artinya ia menyembunyikannya di suatu tempat. Aku berjalan berjinjit-jinjit, takut membangunkannya. Mataku dengan lihai mencari di setiap arah yang ada di dalam ruangan ini, tapi tidak ketemu juga, hingga pikiranku kembali terfokus pada tempat yang belum aku jangkau sama sekali yaitu bawah bantalnya. Dengan pelan tanganku meraba bawah bantalnya, takut membangunkannya. Dengan penuh perjuangan akhirnya aku menemukannya.Aku cepat-cepat memeriksa isi ponsel suamiku mumpung dia masih tertidur.
Rasa curigaku semakin menjadi ketika ada salah satu kontak tanpa nama yang mengiriminya pesan.
Dengan tergesa-gesa aku membuka chat itu.Deg! deg!
Jantungku berdetak begitu keras dan nyeri, mataku mulai memanas setelah membaca isi pesan itu.
"Pah_ nanti malam ke sini lagi, kan? Mamah masih kangen sama Papah. Mau lebih lama sama Papah."
Setelah membaca pesan itu tanganku gemetar, tidak tahu harus melakukan apa, rasanya duniaku runtuh. Namun, jariku berkhianat, aku mulai mengetikan sesuatu untuk membalas pesan itu.
"Iya, Mah_ Papah nanti ke sana."
Mataku kembali memanas, tapi masih ku tahan menunggu balasan dari seberang sana. Hatiku seperti bara yang meluap-luap, sangat panas. Begitu teganya suamiku melakukan ini padaku, sedangkan aku begitu setia padanya.
Setelah persekian detik, aku melihat layar ponsel suamiku kembali menyala pertanda ada pesan baru masuk.
"Mamah tunggu ya, Pah. I love you 😘"
Mataku melotot membaca pesan wanita ini, sungguh berani sekali dia. Tanpa membalas atau menghapus pesan itu, aku meletakkan kembali ponsel suamiku ke bawah bantal dan melanjutkan aktivitasku yang tertunda. Dengan hati yang bercampur aduk, aku mendekati putriku, ku lihat anakku juga sedang menatapku dengan wajah bingungnya. Mungkin saja dia terkejut karena melihat wajah ibunya yang sedikit mengenaskan. Aku meneteskan air mata tanpa aku sadari. Sungguh memalukan, aku bahkan bisa menangis di depan putriku begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKIBAT Pernikahan Dini
Non-Fictioncerita ini berasal dari seorang remaja belasan tahun yang salah ambil langkah hingga terjebak dengan pernikahan dini