2. Pulang larut malam

30 0 0
                                    

*
*
*
Setelah pulang bekerja aku di sibukkan dengan pekerjaan rumah yang sangat menumpuk, entah kenapa rasanya pekerjaanku tidak pernah ada habisnya. Anakku sudah meminta makan sejak tadi, tapi aku belum juga memasak untuknya, aku sibuk mencuci pakaian kotor dan melipat pakaian yang sudah bersih.

"Mama, kapan mama selesai lipat bajunya? Ella lapar!"

Hah

Terpaksa aku menyudahi acara melipat bajunya, dan pergi memasak.
Sebelum ke dapur aku menaruh sebagian pakaian yang sudah aku lipat tadi ke dalam lemari, aku menyusunnya satu persatu.

Aku memasak sayur kangkung kesukaan anakku, nasi sudah masak dari tadi jadi setelah kangkungnya masak aku pergi makan bersama putriku.
Aku juga baru merasa kelaparan setelah mencium bau masakanku sendiri.

"Wah! kangkung kesukaanku!" teriak Ella senang.

"Iya, Sayang. Yuk makan, mama juga lapar."

"Ma ... ."

"hmm."

"Kenapa Papa belum pulang? sekarang'kan sudah malam." Rasanya sudah ke berapa kali Ella menanyakan papanya kapan pulang.

"Papa sibuk kerja, Sayang. Jadi pulangnya agak malam." aku berkata lembut sambil mengusap rambut putriku penuh sayang.

"Papa kerjanya sampai malam, Ma?"

"iya, Sayang."

"Ella 'kan kangen sama papa ... sudah lama papa tidak main sama Ella."

"Sayang__kan ada mama ... papa harus kerja!"

"Papa jarang pulang cepat seperti dulu."

Deg

Setelah mendengar apa yang dikatakan anakku, ada benarnya juga. Sejak sebulan yang lalu suamiku jarang pulang cepat dan pasti selalu terlambat dengan alasan ada meeting, tapi aku tidak ingin berprasangka buruk, bisa jadi dia memang benar sangat sibuk, makanya tidak memiliki banyak waktu untukku dan Ella.

"Sayang__cepat habiskan makanmu, setelah makan gosok gigi dan pergi tidur," perintahku.

"Iya, Ma." Ella hanya menurut saja. Anak itu selalu saja bisa membuat mamanya terharu.

setelahnya aku dan anakku sibuk dengan kegiatan masing-masing. Aku sedikit kepikiran dengan yang anakku katakan tadi, bahkan aku sampai menggeleng- geleng kepalaku sendiri hanya untuk membuang semua pikiran buruk yang semakin menjalar di otakku. Sampai tidak sadar jika nasi di piringku sudah habis.

"Ma, Ella sudah selesai makan. Mau gosok gigi!" Aku baru tersadar dari lamunanku ketika melihat anakku berjalan menuju kamar mandi, lalu aku mengikutinya untuk membantunya menyikat gigi.

"Ma__ besok papa di rumah 'kan?" pertanyaan itu membuatku menghentikan aktivitas menggosok gigiku dan melihat kearah putriku.

"Ella sudah selesai sikat giginya, Ella pergi ke kamar dulu, ya!" Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. "Lihatlah betapa mandirinya anakmu. begitu teganya kamu jika apa yang aku pikirkan terbukti benar." Aku mengatakan itu di dalam hati.

Setelah selesai menyikat gigi, aku membersihkan meja makan dan menaruh piring kotor pada tempatnya. Lalu, pergi ke kamar bergabung dengan anakku, aku berniat untuk tidur karena aku merasa sangat lelah.

"pah, aku mencintaimu!"

"Papah juga, sangat mencintai mamah."

"kapan kita akan menikah?"

"Dabar ya, sayang. tidak akan lama lagi kita akan menikah."

cupp

Hus hus huss

Aku terbangun dari tidurku, aku merasa mimpi itu sangat nyata, aku berkeringat. Aku bangun untuk menyalakan kipas angin, tapi sebelum itu aku cek hanphoneku. Di sana sudah menunjukkan pukul 02:00 dini hari. Dan ku lihat di sampingku masih kosong. Itu artinya suamiku masih belum pulang, terbersit rasa khawatir. Ku telpon nomor suamiku, tapi tidak aktif. Aku merasa sangat gelisah, tidak biasanya dia tidak pulang sampai selarut ini. Lalu aku teringat dengan mimpi buruk ku tadi.

"Apa ini sebuah firasat atau hanya mimpi buruk saja." Aku berbicara seorang diri. Sungguh jika ini hanya mimpi buruk. Lalu, kenapa rasanya begitu sangat nyata. Aku melihat suamiku bersama perempuan lain yang begitu mesranya. Aku merasa ingin menangis, tetapi air mataku tidak mau keluar. Aku coba untuk memejamkan mata lagi, tapi tetap tidak bisa. Aku sangat khawatir jika mimpiku itu memang benar adanya, suamiku bermain di belakangku.

Beberapa kali ku hembuskan napas kasar, sungguh rasanya sangat tidak tenang. Jam sudah menunjukkan pukul 03:00 subuh itu artinya sudah sejak sejam yang lalu mataku tidak bisa terpejam, hatiku sangat gelisah. Tidak biasanya suamiku mematikan ponselnya.

Aku masih tetap berusaha untuk memejamkan mataku agar semua pikiran burukku itu hilang dan berhasil, tapi baru sekitar setengah jam aku terlelap, suara deru motor suamiku terdengar memasuki pekarangan kontrakan kami dan tidak lama setelahnya terdengar suara ketokan pintu. Aku bangun dan membukakan pintu untuk suamiku.

Ku lihat suamiku dari ujung kepala sampai ujung kaki, terlihat sangat berantakan dan bau mulutnya seperti sehabis tidur, hatiku sangat meluap, tapi aku berusaha menahan emosiku, biar bagaimanapun dia baru pulang.

"Maaf, Mah. Tadi aku mampir ke rumah teman, di sana hujan jadi aku ketiduran." Ku lihat keluar rumah memang tampak basah, seperti sehabis hujan, tapi tetap saja, kenapa ponselnya harus di matikan.

"Kenapa ponselnya tidak aktif?"

"maaf, Mah. papah matikan ponselnya karena takut kesambar petir tadi."

"oh!" Aku hanya mampu menjawab itu, tapi ada yang aneh di sini, dia tidak biasanya menyebut dia dengan kata, "Papah," tapi dia akan langsung bilang, "aku," tapi sekali lagi ku tahan. Karena mungkin saja sekarang suamiku berkata begitu biar mesra.

"Lapar?" Aku sengaja bertanya padanya, meski aku tahu mungkin saja dia sudah makan di luar sana.

"Ga, Mah. papah istirahat aja, Papah capek banget." Tuh, kan aku jadi semakin curiga sekarang. Rasanya sangat ganjil saja.

"Baiklah, tidurlah. Aku juga mengantuk." Akhirnya aku memutuskan kembali ke kamar lebih dulu, suamiku menaruh baju kerjanya ke kamar mandi dan berganti pakaian lalu ikut bergabung bersamaku di ranjang.

****

Tanpa terasa hari sudah pagi, dan aku terpaksa bangun karena kebelet. Biasanya di hari libur seperti ini aku akan bergelut manja di tempat tidur sampai hari beranjak siang tapi entah kenapa pagi ini aku ingin cepat bangun dan mandi.

"Mah, buatkan kopi." Ketika aku sedang asyik memakaikan bajuku, suamiku ternyata sudah bangun dan memperhatikan aku sejak tadi.

"Iya__mau makan dengan apa?"

"Cari snack aja, Mah. Papah lapar."

"Baiklah." Aku menuruti keinginan suamiku, aku keluar ke warung tidak jauh dari rumahku dengan berjalan kaki menuju warung dan membeli snack.

Ketika sampai rumah aku menghidupi kompor dan memasak air panas untuk membuat kopi.
Setelah selesai membuat kopi, ku bangunkan lagi suamiku untuk cepat bergabung denganku minum secangkir kopi untuk sarapan di pagi hari. Inilah sebenarnya kebiasaan kami, selalu sarapan dengan secangkir kopi dan snack.

"Kemarin Papah ketiduran karena nunggu hujannya jera, Mah." Saat aku asyik menyerumput kopiku, tiba-tiba suamiku membahas soal yang kemarin. Entah kenapa aku merasa ini seperti dia berusaha menjelaskan padaku agar aku tidak curiga padanya.

"Iya." Aku hanya mampu menjawabnya singkat.

"Nanti Papah ke rumah teman ya, Mah." Hmm ... tuh, 'kan, suamiku biasanya akan betah di rumah dan tidur seharian jika sedang libur begini, tapi entah kenapa akhir-akhir ini dia lebih sering pergi keluar. Apa yang aku pikirkan itu benar adanya? Hah ... sekali lagi aku menghela napas hanya untuk menenangkan hatiku.

"Apa ga di rumah saja, Pah? Ella kangen sama Papah katanya."

"Mah, Papah 'kan tetap akan pulang, bentar aja, kok. Nanti juga pulang, bilangin sama Ella gitu." Apa yang bisa aku lakukan jika dia berkata begitu. Aku hanya diam saja dan menyerumput kopiku hingga tandas.

AKIBAT Pernikahan DiniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang