🍂

10 3 0
                                    

Senjamu mengalirkan hidupku yang tak beraturan. Sinar yang bercahaya jauh lebih terang dari yang sebelum-belumnya.

Kepulangan makan malam yang menabur hati berdebar-debar tak menghentikan fikirannya, melainkan masih berlanjut dalam indahnya iringan melody cinta yang mengiringi suasana hatiku. Masih terbalut luka kerinduan oleh Rendy dan masih berbalut tanda tanya untuk hati pada yang membawa.

Yah aku masih teringang akan suasana dan penaruh hati yang ditabur oleh nya padaku.

Aris, , , kepulangan itu kau buatku jatuh dalam keheningan sejuta tanda tanya dalam heningku.

Masih ku cari simpaty melody cinta itu darinya.

Pagi ini, seperti biasa aku harus berangkat ke sekolah untuk mengenyam pendidikanku lebih tinggi. Pagi itu yang cukup membuatku sedikit tertelan oleh waktu.

"Mati aku!! sudah pukul berapa ini."

Ujarku dalam hati sambil melihat jam yang mengkait dilengan tanganku ini.
Karena kebetulan kali ini aku tidak diantar dan Randy juga telah tiada disampingku. Sebab itu mengapa pagi ini aku bener-bener ditelan oleh waktu.

Waktu terus berjalan, dan tak satupun angkutan umum menyapaku. Tiba-tiba dalam keheninganku, hadirlah Bapak Tegar supir pribadi Aris.

"Mau kemana? ayo naik barengan."

Sahut pak Tegar padaku.

Tanpa gengsi, akupun melangkahkan kedua kakiku melaju dalam mobil itu.

"Terima kasih pak."

Jawabku ketika sudah berada di mobil.

Kamipun melajukan perjalanan, sesampailah di depan rumah Aris.

Aris yang sudah cukup lama menunggu pak Tegar agar segera diantarkannya ke sekolah. Ia berdiri didepan pagarnya rumahnya itu.

Ketika mobil berhenti, kemudian pak Tegar membukakan pintu mobil kepada Aris. Aku yang berdiam tak berkutik yang berada didalam seraya merayup dalam ketakutan, kedua mataku menuju kebawah lantai alas kakiku, berpura-pura tidak tahu dan merasa tidak ada apa-apa.

"Loh, Irana?"

Ujarnya padaku dengan irama yang begitu membuatnya sangat-sangat terkejut.

"Iya, , ,"

Jawabku dengan cengesan.

Duduklah kami bersampingan, mobil pun berlaju cukup cepat.

Suasana hening tanpa melody sapaan hangat. Hanya kedua mata yang berpapasan menggantikan mulut kami yang tak sanggup tuk bersuara.

Tatapan mata dan kaki-kaki yang menggetarkan obrolan bahasa tubuh itu cukup melukiskan cerita pagi ini.

Tak lama kemudian, sampailah di depan sekolahku dan akupun bergegas beranjak untuk meninggalkan Aris yang berada disampingku. Aris keluar dari mobil seraya membukakan pintu mobil itu padaku. Akupun beranjak dari kenyamanan itu, melangkah meninggalkan Aris.

"Terima kasih Aris,"

Kataku padanya yang telah membukan pintu mobil itu.

Malaikat TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang