bab-2

39 5 11
                                    

Lica dengan posisi statis nya masih menenggelamkan wajah dengan earphone menyumpal di telinga.

"Del bangun!! Ada tugas kelompok", seru perempuan disebelah Lica seraya mengguncangkan tubuhnya.

"Audelicia sekelompok dengan Angkasa. Kelompok kalian hanya berisi dua orang, karena jumlah kelas kalian ini ganjil", jelas Pak Yadi dengan kacamata diujung hidungnya sambil mengitari pandangan seisi kelas.

"Yah, kelompok saya aja pak yang dua orang!"

"Masa pake kelompok absen si pak!! Saya gamau, kelompok saya bego semua!!"

"Saya mau sekelompok sama Angkasa pak!"

Lica mau tak mau harus mengumpulkan nyawanya, ketika kegaduhan dimulai karena masalah kelompok. 'kalau bisa mah gue ngerjain sendiri', batinnya.

"Pak Guru lagi pusing ini. Udah-udah, cepet sana kerjain!"

Dengan kekuatan bobroknya anak kelas, semua berpindah tempat duduk dengan caranya masing-masung. Ada yang menyeret-nyeret kursi dengan tidak jelas. Ada yang jerit-jerit "kelompok gue mana kelompok gue." Ada yang jalannya dilambat-lambatin biar ga ada waktu buat ngerjain. Dan tentu saja ada yang mematung. Menunggu anak kelompoknya datang dengan sendirinya.

"Nanti pulsek kerkel di rumah lo", ujar Angkasa seraya melempar buku dan pulpen sarasanya ke meja Lica.
Kini mereka berdua sudah duduk bersebelahan.

Dengan gelagat baru bangun tidurnya, Lica mengucek-ngucek mata. Melihat sekumpulan soal beranak dengan angka jutaan bagaikan pedagang, Lica langsung mencoret-coret soal itu tanpa memperhatikan sang pemilik buku.

"Ga perlu kerkel", jawab Lica.

Yang benar saja, 5 menit berlalu dan  semua soal itu kini sudah diisi penuh dengan deretan angka. Angkasa hanya diam, meneliti angka demi angka yang Lica tulis. Bahkan selama mengerjakan, mereka sama sekali tidak membuka suara. Sebenarnya ini lebih ke—em, mengerjakan tugas kelompok sendiri.

"Selesai", ucap Lica seraya mencekrek pulpen sarasa dan kembali menenggelamkan wajah ke meja.

"Pak. Udah selesai. Apakah ada tugas tambahan? Tadi terlalu sedikit", ucap Angkasa dengan wajah datar tanpa ada rasa bersalah.

Semua anak kelas pun langsung mengeliat ke arah Angkasa yang sedang mengacungkan jarinya, juga Lica yang sedang enaknya—rebahan di atas meja.

"Yaudah, garap aja sampe halaman terakhir bab 5"

"YAH JANGAN GITU PAK!!"

"KAN ITU ORANG PINTER PAK BEDA LAH!"

"GAMAU PAK, KALAU SAYA BESOK MASUK UGD GIMANA"

***

Mentari sudah berada di sudut 135° arah ke barat. Semua penghuni kelas dengan langkah terbirit-birit langsung menuju tempat yang sangat dinantikan banyak orang. Basement.

"Lo gue anterin sampe pintu gerbang selatan yuk!", ajak Ara ketika mereka sudah sampai halaman sekolah.

Arabella Jessica. Ya, mereka baru saja berteman. Berteman dengan anak introvert benar-benar menguras tenaga. Sepanjang hari tadi, mereka duduk bersebelahan. Namun baru kali ini mereka berkenalan dan berbicara. Bahkan, Ara yang lebih dahulu memulai. Anak ekstrovert mana bisa diem aja?

"Gue lewat pintu utara. Lo duluan aja", jawab Lica sambil tersenyum tipis. Ara membalasnya dengan menganggukan kepala. Sejurus kemudian, ia kembali mengayuh sepeda dan pergi meninggalkan Lica.


"GUE MAU PULANG SAMA LOO"

Pulang sekolah, sudah kembali lagi adanya keributan. Siapa lagi dia kalau bukan—siapa hayo?

"Turun gak?!"

Mendengar samar-samar keributan dari jauh, Lica menjadi penasaran dan pergi mengikuti suara itu.

"Gue udah duduk disini Van!! Tinggal jalan aja susah banget sih", ujar perempuan itu sambil memegang pundak Devan.

Atraksi tersebut sudah dipastikan akan menjadi bahan materi story instagram atau whatsapp. Lihat saja, semua orang yang berkerubung di situ beramai-ramai sibuk memegang ponselnya.

Bener-bener putus urat malunya nih orang.

"Gue gamau pulang sama lo! Dan lo tau—", perkataan Devan menggantung begitu melihat keberadaan Lica yang tak jauh dari mereka.

Ide gila Devan, tiba-tiba saja muncul di otaknya.



"Dan lo tau? Gue suka sama Ica! Bukan sama lo"

Sontak, seluruh mahluk hidup yang berada di tempat itu langsung mematung. Mereka mencari keberadaan perempuan yang bernama 'Ica' tersebut. Sedangkan? Lica hanya berdiam diri. Otaknya berpikir keras, mencerna kalimat yang baru saja Devan lontarkan.

'Ica kan ada banyak. Ga cuma gue. Lagian nama gue sejak kapan diganti jadi Ica?'

Devan dengan perasaan 'bodoamat yang penting gue aman dari cewe gila ini'— langsung mendekat ke arah Lica. Seperti adegan FTV percintaan pada umumnya, Devan berlutut dan menekukkan kaki kiri dihadapannya lalu tanpa rencana apa-apa....



"Lo mau kan Ca, jadi pacar gue?"

Wow. Dead air. Hanya terdengar suara kicauan burung yang baru saja bertelur.

Lica menaikkan alisnya sebelah. Bingung dengan kelakukan bodoh apa yang telah dilakukan saudara sepupunya ini.

Belum sempat Lica mengeluarkan sepatah kata, Devan langsung merangkulnya dengan posesif. "Jawab iya cepet", bisik Devan secara perlahan sambil memperlihatkan deretan gigi putihnya ke arah penonton di tempat itu.

"Iya"

Yuhuu. 50% orang ditempat itu bertepuk riang menyaksikan adegan penembakan cinta ini, dan 50% sisanya bersorak 'huu' secara menyedihkan.

"Yah, masa sih anak baru itu bisa langsung jadian sama Devan?"

"Sedih banget gue, ga boong!!

"Nah, sekarang pergi lo! Gue sama pacar baru gue mau pulang", ujar Devan dengan tangan masih merangkul Lica. Lica hanya bersikap datar saja. Tak tahu juga, apa sebenarnya yang dimaksud Devan ini.

"Yang lo lakuin ke gue itu jahat Van!!! Gue ga mau turun!!", Nata masih saja kekeuh dengan duduk di jok belakang motor Devan.

"Oh yaudah. Gue jalan kaki sama pacar gue aja, biar lebih romance ya ga beb?" Lica mengangguk kikuk, mendengar perkataan Devan tadi. Demi Jupiter, itu sangat menggelikan.

"Han! Gue titip motor gue ya. Nanti gue traktir makanan kucing lo!!", teriak Devan ke arah post satpam disebelah.

"OKE SIAP!", balas Reyhan dari dalam tempat itu. Reyhan bukan satpam btw yaa.

***

Happy reading! Don't forget to voment if you like it✨

spread love❤

Angkasa KenangaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang