#4 denial

15 4 0
                                    


Tangan itu, tidak akan berhenti sampai pemiliknya yang berhenti terus berfikir panjang oke . dia mager, lula menghentikan aksinya dan terbangun sadar entah mengapa yang ada dipikirannya sekarang hanya cowok itu, khafi aderzan.

Lula merasa ada yang mendekat dan menoel pipi gembulnya "oi lula..lo kenapa sih dari tadi bengong aja"  tanya kay yakni sahabatnya yang paling dekat.

"hah? eh apaan? gue gapapa si cuman kepikiran sama seseorang aja" jawab lula dengan wajahnya yang memandang lantai tanpa melihat ke sumber suara.

"cieilah siapa si siapa?" balas kay bertanya dengan wajahnya yang meledek dan hanya dibalas sikutan oleh lula.

"gatau kay, udah ah gue mau ke perpus" ucap lula dan berjalan meninggalkan sang sahabatnya itu.

"ikutlah lul!"

Sesampainya lula di perpustakaan ia sangat senang karena banyak buku baru yang sangat ia suka bagaimana dengan kay? entahlah dia menghilang di telan bumi sepertinya. lula suka sekali wangi buku novel ia suka sekali novel genre romance dan thriller menurut ia kedua genre itu sangat pas untuknya apalagi romance yang kisah cintanya lucu-lucu.

Rak demi rak ia tempuh buku demi buku ia gendong dan akhirnya ia putuskan mencari meja untuk duduk dan mulai membaca, hmm sayang sekali tidak ada satu bangku pun yang kosong semua penuh entah ada apa dengan anak kampus itu hampir semua fakultas mendadak jadi kutu buku. ia kesal dan bingung apa ia harus membawa semua buku ini dan pergi ke club? ia malas sekali.

Saat hendak keluar lula melihat ada seseorang yang keluar lebih dulu darinya, berarti masih ada satu meja tersisa ia buru-buru bertanya dan melihat orang itu duduk di meja nomer berapa.

"eh lo! sini bentar deh, btw tadi lo duduk di meja nomer berapa?" tanya lula dengan genggamannya yang erat pada orang itu.

"oh, nomer 101 kak" jawabnya dengan suara nya yang halus sekali sampai-sampai lula susah mendengarnya.

"ohh oke deh, makasi ya!" balas lula sedengarnya saja, entah nyambung atau tidak. lula langsung berlarian mencari meja 101 yang sudah pasti ada di lantai dua kalau tidak dipaling pojok.

"99...100..satu lagi ayok...nah! 101 nih, lho?"

Lula terdiam sejenak melihat meja itu sudah terisi beberapa tumpukan buku dan seseorang telah mengisinya, sebelumnya ia berfikir memang tidak banyak sampai 100 lebih mahasiswa yang akan mengunjungi perpustakaan dan memang tadi ia tidak bertanya apakah meja yang ia tanyakan itu sudah teisi atau belum lagi pula salahnya sendiri tidak mereservasi terlebih dahulu.

"permisi kak ini tempat gue"

Yang di sapa pun hanya diam tanpa melihat siapa yang bicara dan kembali membaca lagi. lula merasa terkacangi ia tak suka, alhasil ia sengaja menggeser buku-buku dimeja itu dan meletakkan buku-buku miliknya.

"kak misi dong berat nih, lagi tempat orang main ambil aja aneh" ucap lula mendumel sembari duduk di kursi yang berhadapan dengan cowok itu.

Hening, lula melipat tangannya di bawah dada dengan ekspresi membunuhnya menunggu respon dari si cowok yang ada dihadapannya sekarang.

"please deh lo nggak ada sopan santunnya sama sekali apa? orang nyapa tuh di respon!, minimal lihat wajahnya ini mah udah nggak di respon, nyebelin lagi" omel lula dengan suaranya yang sebisa mungkin ia pelankan.

"apasih nih cewe bawel bener" batinnya dan kembali fokus pada bacaanya.

Lula kesal ingin sekali rasanya memaki, akhirnya ia pun mau tak mau harus tetap menunggu  di meja itu sembari bermain ponselnya sesekali dan tak terasa sejam setengah ia menunggu cowok yang ada dihapannya ini namun cowok ini sama sekali tidak beranjak dan membuat emosi lula meledak-ledak.

On That DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang