Istirahat keduaRasanya Malas sekali keluar kelas, apalagi sekarang pasti para murid sedang berdesak-desakan di mushola, tapi sebagai murid yang patuh pada agama dan bangsa, Nadin menjadi spesies yang ikut berdesak-desakan di mushola sekarang. Mengantri wudhu.
"Gua duluan woy! Udah ngantri dari tadi." Teriak Nadin saat seseorang memotong antrian di depannya.
"Jangan ngegas Napa?"
"Harus! Kalo nggak ngegas bukan Nadin namanya."
"Setuju Dil."
Setelah selesai Sholat Nadin melipat mukena dan mengembalikannya ke dalam rak khusus mukena dengan rapi. Dilla dan Raya mengikuti di belakang.
"Pr udah?"
"Udah."
"Cocokin yok."
Raya dan Nadin kembali ke kelas sementara Dilla pergi ke kantin membeli minum. Raya menjatuhkan dirinya di kursi, Nadin juga. Mereka mengeluarkan PR Biologi mereka untuk di koreksi satu sama lain. Raya menyerahkan buku Biologinya ke sobat karibnya itu. Nadin mulai membuka bukunya sendiri dan mulai mengkoreksi.
"No 5 kok jawabannya beda si Ray."
Raya menarik bukunya sedikit.
"Kok iya ya. Coba cari lagi di buku paket. Cocokin aja."
"Nad!! Ada yang cari!" Seseorang berteriak.
"Sibuk gua!"
"Tapi kak Alfan."
"Bilang aja gua lagi di toilet, far."
Gadis bernama Fara itu menggelengkan kepala. Bukan karena Nadin menyuruhnya berbohong, tapi karena Alfan sudah di depan pintu kelas sedari tadi. Alfan berjalan mendekat, tak lupa kedua anteknya mengikuti. Ini akan selalu jadi menarik. Alfan memberi isyarat pada Raya untuk pindah dari kursi, dan bodohnya Nadin, dia tidak menyadari ini.
"Jadi Lo pipis di sini?"
"Apa?!" Nadin menoleh, dia tercekat. Mampus gua. Batinnya. Dari sebelah bangku yang lain Raya memandang Nadin dengan tatapan 'gua minta maaf'.
"He he." Sumpah. Nadin tidak tau harus apa.
"He he??" Ulang Alfan.
"Menghindar dari gua lagi?"
"Sori kak. Sibuk." Nadin berusaha tidak membuat kontak mata dengan Alfan dia menarik buku paket dari tasnya dan mulai mencari sesuatu tentang daur hidup hewan laut. Alfan melirik. Dia mengambil pulpen di tangan Nadin dan sebuah buku yang Alfan yakini itu adalah milik Nadin.
"Kakak ngapain sih?" Nadin berusaha meraih pulpen nya kembali, tapi dengan cekatan Alfan menahannya menggunakan tangan kirinya yang bebas.
"Bantuin Lo."
"Nggak usah ."
"Nih, nomor 5 salah. "
"Salah?"
Alfan mengangguk sambil membuat tanda silang yang besar di jawaban nomor lima.
"Lo baca bukunya nggak si??"
"Baca lah."
"Terus apa tuh aurelia aurita?"
"Hewan laut."
"Yang gimana?"
"Yang lembek-lembek itu."
"Emang pernah megang?"
"Kelihatanya."
"Apa namanya."
"Apa sih lupa." Sebenarnya Nadin bisa saja ingat, kalau Alfan tak memberinya pertanyaan terlalu cepat dan banyak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Stay
Ficção AdolescenteCinta segi tiga memang selalu unik untuk di ceritakan. Bercerita mengenai kisah ini, seperti menemukan rasa tersendiri dianatra jutaan rasa cinta yang kadang terkesan egois, kaku, abstrak, menyakitkan, dan lainya. Bagian terpenting dari cinta adalah...