#Chapter 6
"Mina... Renjun... Kalian." Tanya Mark terkejut. Ia menatap lekat kearah mereka berdua. "Apa yang kalian berdua lakukan disini?" Tanya Mark lagi. Nada suaranya bergetar.
Mina dan Renjun terdiam. Ya, Renjun juga ada disana. Awalnya ia ingin memberi tahu Mina, bahwa Jeno telah mengetahui semuanya. Namun nampaknya ia terlambat, sekarang Mark sudah berada didepannya bersama dengan Minhyung.
"Jawab Aku!" Teriak Mark yang tertuju pada Mina dan Renjun.
Namun mereka tak mengeluarkan sepatah katapun. "Apa-apan ini, jadi selama ini kalian...." Mark menjatuhkan tubuhnya, dadanya benar-benar terasa sesak. Ia menangis dalam diam.
"Maafkan aku.." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Renjun.
Mark menatap Renjun dengan tatapan nanar. Ia benar-benar tak habis fikir jika Renjun, orang yang selama ini ia percayai ternyata menusuknya dari belakang.
"Apa?? Maaf?" tanya Mark tanpa menyembunyikan kesedihannya. "Ya! Renjun! . Aku sudah sangat mempercayaimu, aku bahkan menganggapmu sebagai adikku sendiri. Tapi kenapa kau...." Mark terdiam, hatinya terasa hancur berkeping-keping saat ini.
"Mark.. lebih baik kau pulang sekarang," ujar Minhyung tanpa menatap Mark.
Mark mentapa kakaknya perlahan. Akhirnya ia dapat mendengar suara yang benar-benar ia rindukan. Namun bukan dengan keadaan yang seperti ini yang ia inginkan.
"Pulanglah Mark. Dan anggap kita tidak pernah bertemu sebelumnya." Ujar Minhyung. Mark membelakkan matanya.
"Apa?" tanya Mark tak percaya. Ia mensejajarkan tubuhnya dengan Minhyung. "Bukan hanya aku! Kau juga harus ikut pulang denganku!" teriak Mark. Ia menarik tangan kakaknya, namun Minhyung menahannya.
"Aku tidak bisa." tolak Minhyung. Mark menoleh, mendengar kata-kata itu benar-benar membuatnya seperti orang gila.
"Kenapa!!?" Tanya Mark sedikit emosi. ia memegang kedua lengan Minhyung.
"Kau tau? Betapa tertekannya aku. Selama ini semua orang menganggapmu telah mati. Namun tanpa alasan yang jelas aku tetap percaya bahwa kau masih hidup." Ujarnya dengan nada yang mulai melemah.
"Bahkan ibu dan ayah membawakanku seorang pskiater. Karena aku selalu bersikeras bahwa kau masih hidup. Dan ketika semuanya telah terbukti. Aku masih tetap harus menganggapmu telah mati?" jelas Mark beriringan dengan tangisannya.
"Kau tidak mengerti Mark. Jika aku ikut pulang bersamamu maka kau dalam bahaya." Minhyung berusaha menjelaskan.
"Bahaya? Aku tak perduli dengan bahaya apapun, kak." Ujar Mark.
"Kalaupun aku dalam bahaya, aku tak perduli. Karena kalaupun aku mati, aku hanya seorang pangeran. Bukan seorang putra mahkota. Tidak akan terjadi apapun jika aku mati." Jelas Mark berusaha menahan isakannya.
"Mark. Apa yang kau bicarakan? Kau adalah seorang Putra Mahkota. Dan aku, aku sudah lama meninggal. Putra Mahkota Minhyung sudah lama meninggal karena kecelakaan mobil. Bukankah setiap tahun kau memperingatinya?" Minhyung menatap saudara kembarnya kemudian membelai rambutnya.
Sementara Mark, ia hanya menangis.
" Kau sudah tumbuh besar Mark. Aku senang dapat melihatmu." Tanpa terasa air mata juga telah membasahi pipi Minhyung.
"Kakak~" lirih Mark. Ia tak tau apa yang harus ia katakan.
"Dengarlah baik-baik Mark" Minhyung menangkup wajah Mark dengan kedua tangannya.
"Aku disini bukan untuk bermain-main. Aku disini untuk menjagamu. Ya, aku menjagamu dari sini. Bukan hanya kau, aku juga menjaga diriku sendiri."
"Pulanglah Mark. Aku akan baik-baik saja. Dan aku janji, aku akan segera pulang." Minhyung langsung memeluk tubuh kurus Mark.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Can't Hurt You [Mark Lee]
FanfictionAku tidak tahu, apa aku bisa melakukannya atau tidak!! apa aku sudah mulai menyukainya?