O9. The Truth

15 2 9
                                    

Mereka masih menatap Mark bingung. "Seriusan lo? Gak ikut kita?" Tanya Aldan yang masih kebingungan.

Mark meneguk air putih di gelas yang ia bawa, "enggak, gue gatau apa-apa sumpah. Kemaren gue bangun, gue mimpi gue ikut kalian ke villa. Gue kira beneran, eh cuma mimpi. Abis itu gue tidur lagi, nah sekarang ada lu lu semua dah." Jelas Mark yang dibalas anggukkan dari teman-temannya.

"Lah trus? Selama ini gue sama siapa dong?" Tanya Minka yang mulai ketakutan. Mark menghampirinya dan menenangkannya. "Kan aku udah disini, udah gausah dipikirin."

"Yakin, masih gamau dipikirin?"

Seru seseorang dari arah kamar mandi, membawa pisau lipat ditangannya. Berjalan mendekati sembilan remaja yang menatapnya horror.

Ancha yang sangat sensitif sudah siap siaga bersembunyi di balik badan kakaknya. Minka yang makin ketakutan sedikit meremas kerah baju Mark.

cklek!

"Sorry sir, you can come with me to the police station."

Mereka semua berdiri. 3 orang polisi datang masuk ke rumah si kembar dan langsung menangkap kloningan Mark.

Seorang lelaki datang dan memasangkan borgol di kedua tangan pelaku. "You have been caught." Ujarnya penuh penekanan.

Ketiga polisi itu membawa kloningan Mark keluar. Mereka semua mengekori sang polisi. "Maaf, sebenarnya siapa dia?" Tanya Kenza kepada pria berpakaian serba hitam itu.

Pria itu membuka topi hitamnya, "S-Sean!?" Pekik mereka terkejut bukan main.

"L-lo ngapain disini?" Tanya Ancha. Sean terkekeh sebentar, lalu merogoh sakunya dan memperlihatkan ID Card yang bertuliskan namanya dengan gelar Detektif.

Mereka semua membuka mulutnya kompak. "J-jadi selama ini, lo detektif!?" Seru Aldan yang masih tidak percaya. Sean mengangguk.

Ardian menyuruhnya masuk dengan teman-temannya.

"Jadi, lu tau dari mana dia kesini?" Tanya Della, Sean mendesis pelan. "Sebenernya gue udah ngebuntutin kalian semua. Dari awal kalian masuk ke villa itu. Mark yang asli mempunyai rahang berbentuk persegi." Jelasnya.

"Lagipula sudah ketauan kalau kloningan Mark itu memiliki rahang yang tidak rapih. Sangat terlihat kalau dia mengubah rahangnya dengan oprasi plastik." Lanjut Sean menjelaskan.

"Terus, apa motif dia ngelakuin ini semua ke kita?" Tanya Minka, yang disetujui oleh teman-temannya. "Untuk itu, gue belum tau jelas apa motifnya. Tapi, gue yakin dia ngelakuin ini karena ada yang menyuruhnya. Kalian tau kan? Siapa tau dia kaki tangan pelaku yang belum menampakkan dirinya." Jawab Sean.

Sean tersenyum, menghampiri Ancha lalu mengusak kepalanya pelan. "Gak ada yang harus ditakutin, semuanya pasti mau kan saling menjaga satu sama lain?" Tanya Sean mencoba menenangkan Ancha.

"Iya, bener tuh." Balas temannya kompak.

Melihat kondisi si adiknya yang sepertinya menyembunyikan sesuatu. Ardian mengajak Sean untuk mengobrol sebentar.

"Cha, tunggu disini dulu ya, abang mau ngobrol sebentar sama Sean." Ucap Ardian kepada adiknya, Ancha mengangguk mengiyakan.

Ardian dan Sean berjalan menjauhi teman-temannya. Dan mereka berbincang di taman belakang.

"Kenapa? Tumben ngajak ngobrol, haha." Ucap Sean ditambah tawa canggungnya. Ardian menghela napas, menatap ke kolam renang. "Lu tau gak? Kenapa adek gue itu sensitif banget?" Tanya Ardian tiba-tiba.

Sean mendelik, menatap kearah Ardian. "Kan gue baru kenal, yakali gue tau gitu aja." Jawab Sean.

"Sebenernya adek gue gak sebegitu sensitif kok, dia pasti bakal sensitif kalo ada yang ganggu dia. Entah itu seseorang, makhluk lain, atau berkutat dengan pikirannya sendiri." Jelas Ardian sambil masih menatap kosong kearah kolam.

Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang