Hari di mana semua dimulai dengan undangan,
Pagi itu Gunawan sudah siap untuk menghadiri acara pernikahan keluarganya di Jakarta. Semalam ia telah selesai packing barang-barang yang akan dibawa nanti. Dari Singapura ia terbang menuju Jakarta, hari ini. Disana-pun ia dijemput oleh Hendro, sepupu Gunawan. Acara pernikahan yang akan diselenggarakan pada hari Minggu nanti merupakan undangan kesekian yang diterima Gunawan dari beberapa keluarganya.
Gunawan merupakan seorang mahasiswa Teknik Kimia yang bersekolah di salah satu Universitas di Singapura. Kehidupannya sebegitu datar dengan apa yang dianggap teman-temannya, Gunawan-pun juga bilang merasakan hal serupa. Tidak ada kisah romatis, sedih, bahagia, atau apa-pun yang menyangkut rasa. Dia hanya berjalan sesuai ketentuan akal, belajar, belajar, dan datar.
Memang dia salah satu dari sekian puluh keluarga yang mendapat kesempatan sekolah di luar negeri sana, tanpa sogokkan. Dia mahasiswa yang berprestasi, seorang laki-laki dengan undangan kuliah dan terus menerus hidup dalam undangan. Diundang untuk mengisi seminar ini dan itu, mengajar orang lalu dibayar sepersekian menit. Uang dan perkerjaan datang dengan mudah kepadanya. Tapi, tetap orang melihatnya sebagai manusia penuh undangan yang datar.
Hidup dalam guyuran undangan merupakan sesuatu yang orang dambakan sejak lama, mereka yang malas untuk kerja keras dan usaha adalah orang-orang yang paling mendamba hal itu. "Mudah" kata itulah yang banyak diambil sebagai alasan. Tidak perlu susah payah dengan gampangnya mendapat uang, tidak perlu keluar keringat se-baskom untuk daftar kerja. Kemudahan yang orang-orang cari saat ini.
Gunawan lain cerita dan berkatnya juga teman-teman Gunawan tahu apa arti mahalnya berusaha. Dan, tibalah Gunawan di Jakarta. Disambut oleh Hendro dengan pelukkan masa kecil mereka. Tidak ada percakapan yang panjang lebar di bandara. Mobil Hendro langsung mengantarkannya ke rumahnya.
Di rumah Gunawan sudah ramai oleh seluruh keluarga besar. Sampainya ia di sana, disambut seakan pangeran baru pulang dari perang dan menang sebagai seorang pahlawan. Padahal setiap liburan, Gunawan cukup sering pulang ke Jakarta. Tapi, kali ini kebahagiaan keluarga berbeda dari biasanya. Mungkin karena Rani yang menikah – Rani adalah adik Gunawan dan itu alasan kenapa Gunawan pergi dan menghadiri acara yang ia anggap kehadirannya penting bagi keluarganya dan juga Rani sendiri.
Rani menyambut kakaknya itu dengan begitu bahagia, terlihat senyum dari adik Gunawan itu lebih dari sehari-harinya; selama Gunawan melihat dan tinggal bersama Rani di rumah. Tidak pernah Rani sebahagia ini, mungkin bisa dibilang kali pertamanya Gunawan melihat adiknya seperti itu. Dan, ia-pun ikut bersuka cita dalam kebahagiaan adiknya yang sebentar lagi menikah itu.
Meski bagi Gunawan pernikahan bukan hal yang harus dibesar-besarkan bahagianya, justru itu adalah momen yang diabadikan dalam diam dan penuh ketenangan. Tapi teman-temannya akan bilang "Ya, namanya juga enggak pernah jatuh cinta". Itulah candaan untuk Gunawan.
Karena tahu Gunawan datang ke Jakarta, teman-teman Gunawan-pun datang ke rumahnya dan mengajak keluar sebentar sekaligus bercerita-cerita, ibarat reuni kecil-kecilan. Karena tidak semuanya ada di Jakarta saat itu. Mereka adalah teman-teman Gunawan saat SMA. "Ayo, langsung jalan" kata Irfan. Gunawan dijemput temannya, mungkin bisa dibilang teman paling dekatnya selama di sekolah dulu. Namun, sepertinya yang akan bertemu Gunawan nanti semuanya adalah teman dekat.
Mereka bertemu di sebuah coffee shop – ada sekitar empat orang di sana, biasanya mereka berkumpul enam orang. Dua orang di antara mereka sedang tidak ada di Jakarta. Menurut berita, mereka sedang di luar kota. Berkumpul-lah mereka, berbincang sampai tidak sadar pagi hampir tiba. Hari-pun sudah berganti, Jumat sekarang. Gunawan dan lainnya pun pulang ke rumah masing-masing.
Hari terus berganti, Jumat terlewati begitu datar oleh Gunawan – dia hanya menghabiskan waktu di rumahnya dengan mengerjakan tugas kuliahnya. Sedangkan seisi rumah masih sibuk membantu dekorasi kebahagiaan Rani yang bisa dibilang tinggal menghitung hari dan menghitung jam untuk menyatakan bahwa kini Rani akan bahagia selamanya.
YOU ARE READING
Tukang Ojek dan Kabinetnya
General FictionIni merupakan kumpulan cerita-cerita pendek yang dimuat penulis pada tahun 2017 sampai 2019, ada 16 cerita yang dimuat di sini dan sebagai cerita pembuka, disambut dengan cerita Tukang Ojek dan Kabinetnya; di dalamnya bercerita tentang bagaimana seo...