01

7 2 0
                                    

Gadis,itu kini sedang duduk di kursi yang berada di balkon kamarnya sambil menikmati udara sore hari yang mendung, bahkan sepertinya langit pun ikut menertawakan takdir yang kini menimpanya.

Zhafira Naurellia Hakim yang akrab dipanggil Rara, gadis berumur 17 tahun itu kini tengah meratapi nasibnya. Ia selalu bertanya-tanya mampukah ia menerima kenyataan bahwa pria paling dicintainya kini sudah meninggalkannya.

Ayah, gimana cara aku ikhlasin ayah?ayah ninggalin aku, aku disini sama siapa, yah?hiks... ,batinnya.

Air mata sedari tadi masih berlomba-lomba untuk keluar tanpa bisa dihentikan, sudah berkali-kali ia menghalau air matanya agar tidak keluar tapi berkali-kali juga ia gagal.

"Gue kuat ko, gue harus kuat, gue gaboleh lemah. Demi Ayah" Ujarnya menyemangati dirinya sendiri sambil mengusap air mata yang tersisa menggunakan punggung tangannya.

tokk...tokk..tokk...
"Ra, ayo turun yang lain udah kumpul buat nyiapin tahlilan ayah." Beritahu Sultan -Abangnya pada rara.

"Iyaaa bangg sebentar" Ujar Rara berteriak dari dalam kamar pada abangnya sambil membukakan pintu.

"Jangan nangis terus dek, Lo jelek kalo nangis. Mana muka udah bengep gitu" Hibur Sultan pada Rara sambil membersihkan sisa-sisa air mata di pipi Rara yang hanya dibalas senyuman tipis.

Sambil berjalan pun ia terus merapalkan dalam hatinya agar ia jangan menangis lagi,lagi dan lagi dihadapan keluarga besarnya, karena bagaimanapun ia harus tetap terlihat kuat walaupun itu hanya topeng sementara untuk tidak membuat keluarganya khawatir.

"Bangg.. Lo duluan aja,gue mau ke dapur dulu ngambil minum, Haus" Ucap rara.

"Yaudah" balas abangnya.

***
Sesampainya didapur ia segera membuka kulkas dan mengambil sebotol air mineral lalu diteguknya air itu hingga tandas.

Setelah minum, ia pun bergegas menuju ruang keluarga untuk berkumpul bersama dengan keluarganya. Kau tau apa hal yang paling sulit untuk dilakukan? Ya, menahan sesak dalam dada demi terlihat baik-baik saja. Jika saja kata-kata penenang seperti "kamu kuat, harus tabah ya" atau "relakan ayahmu agar beliau tenang" benar-benar bisa membuat hati tenang pasti tidak akan sesak seperti ini.

Ia duduk sambil menatap kosong kedepan, dalam kepalanya seakan-akan berisik dengan segala pertanyaan 'apakah semua akan baik-baik saja?', 'apakah aku boleh menyusul ayah?', 'bagaimana jika nanti aku butuh teman bercerita?', 'bagaimana jika aku kehilangan arah?' Semua itu seakan terus terngiang-ngiang di kepalanya tentang apa dan bagaimana untuk selanjutnya, sangat berisik.

"Ra..." panggil sultan menatap khawatir ketika menyadari adiknya hanya diam dan menatap lurus kedepan. Tak ada jawaban, Rara hanya menoleh dan memberikan senyum tipisnya seakan dari senyum itu ia mengatakan 'aku baik-baik saja'  walaupun itu merupakan suatu kebohongan besar.

Sultan hanya menghela nafas dan sedetik setelahnya Rara ditarik kepelukannya sambil menepuk pelan punggungnya berharap dapat memberikan sedikit ketenangan dan kekuatan "kita disini semua kehilangan ayah Ra, bukan cuma lo. Yang sayang sama ayah bukan cuma lo. Gue tau lu yang paling terpuruk disini, tapi gue mohon sama lo, kendaliin emosi lo. Jangan sampe kesedihan lo nyakitin fisik dan batin lo sendiri." Ucapnya dengan lembut seakan ia tahu apa isi dari kepala Rara yang berisik tidak mau berhenti itu.

"Ayah, apa ini sudah saatnya?", batin Rara.

TBC

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

tulisan untukmu, AYAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang