1 | Kamu dan Hujan

432 31 26
                                    

   Jam pelajaran terakhir baru saja berakhir ketika bel berdenting keras. Mendadak lorong kelas di penuhi kawanan murid yang bergegas pergi sebab langit tampak tak bersahabat dan menghitam.

Aku hanya menghela pendek. Sekaligus bergerak lambat seraya memasuki beberapa tumpuk buku ke dalam ransel.

"Baiklah. Cukup untuk materi hari ini. Jangan lupa kerjakan PR yang sudah saya berikan tadi, lusa saya periksa." tutup Yook ssaem sambil meninggalkan kelas yang riuh.

"Ya, mau pergi karaoke bersamaku nanti malam?" ujar Seojung di sisiku semangat. Lantas aku melirik kusut.

"Aku lelah sekali. Waktu tidurku banyak terkuras karena harus belajar. Aku butuh fokus menghadapi untuk ujian nanti." lirihku sembari bersandar lemah.

Seojung cemberut. Lalu memakai ranselnya. "Sayang sekali, padahal kau mau ku traktir sebelum ujian datang. Rekeningku penuh dengan uang." sahutnya dengan kekehan. Aku mendelik. Gadis itu memang selalu berkata begitu. Banyak uang. Dasar.

"Aku pulang ya, Hanwoo sudah menjemput. Kau yakin tidak mau ikut bersamaku?"

"Tidak. Aku pulang naik bus saja. Kalian pasti sengaja bertingkah bermesraan kalau di hadapanku 'kan? Menyebalkan." decihku sambil berdiri dan pergi dari kelas dengan Seojung.

Gadis itu tergelak. Memang terlalu di sengaja. Apalagi kalau berduaan manja dengan pacarnya. Menggelikan. Aku jadi seperti penonton menyedihkan melihatnya.

"Tidak, kok. Kami memang seromantis itu. Kalau gitu, aku duluan ya! Kau, gadis cantik hati-hati." katanya seraya melambai jauh sembari memasuki mobil. Kubalas dengan lambaian tangan dan senyuman manis.

Rintik hujan terlihat mulai turun. Beberapa murid pergi meninggalkan kawasan sekolah dengan payung mereka.

Belum setengah langkah kakiku bergerak. Tiba-tiba titik-titik hujan kecil menjadi lebih besar dengan cepat. Lantas aku berlari sampai ke halte dengan kondisi basah kuyup. Tidak ada cara lain. Kalau langit sudah gelap lebih menakutkan.

Sialnya, sedikit lagi nyaris mencapai halte hanya dengan menyeberang jalan, kudapati kedua tali sepatuku terlepas. Cukup berbahaya kalau kubiarkan begitu saja, sedangkan aku butuh berlari menuju halte. Apalagi aku tidak yakin itu akan membuatku baik-baik saja sampai rumah.

Selagi membetulkan tali simpul sepatu di bawah pohon besar, ekor mataku menangkap sepatu lain di sisiku. Sampai tak kurasakan derasnya air hujan yang membasahi tubuhku.

Sontak aku mendongak buru-buru. Irisku menangkap senyum manis itu kepadaku. Dengan cepat aku berdiri setelah selesai menalikan sepatu, dan menatap bingung pada lelaki di hadapanku.

"Kak Jimin? Kok di sini?" tanyaku sambil melihatnya memegang sebuah payung yang menutupi tubuh kami berdua. Bajunya sedikit basah di bagian belakang punggungnya.

"Tadi, kulihat ada gadis nakal main hujan-hujanan. Jadi, aku datang." katanya masih dengan senyum yang tersemat di wajahnya.

Alisku mengerut. Bukan aku kan? Maksudku, jelas sekali aku tidak bermain hujan-hujanan.

"Terus?"

"Terus apa?"

"Kenapa kak Jimin di sini? Motor kakak dimana?"

Kudengar ada kekehan kecil di bibir mungilnya. Sebagian matanya menyipit hilang. Aku suka bagian itu. Saat dia melakukannya. Aku suka sekali.

"Mengantarmu pulang. Seharusnya aku beli dua payung. Tapi, kalau begitu jadi tak romantis."

Aku hanya mengangguk-angguk polos. Jimin bahkan tertawa sekali lagi sebelum menarikku sedikit mendekat ke arahnya.

"Yuk, sudah semakin sore."

BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang