Srek...
"Aaaaaaaaaaaa"
"Berisik"
"Lo mau apa hah... Jangan macem-macem Sama gue"
Zifa menahan sakit di kakinya, yang terkena pisau. Seseorang telah melukai kaki mulus zifa, darah mengalir begitu banyak.
"Siapa lo... Beraninya nge_ ugh"
Zifa kesakitan, tancapan pisau di kakinya begitu dalam.
"Lo tau kesalahan lo apa? "
Membingungkan sekali, kenapa laki-laki itu berkata seolah ia yang paling benar.
Zifa hanya menunduk, menahan rasa sakit. Sampai-sampai pisau yang begitu tajam dan runcing menempel di dagunya.
Zifa pun menenggakan kepalanya, melihat bola mata laki-laki itu zifa menutup matanya.
"Lo tuli ya... LO TAU LO UDAH NGELAKUIN KESALAHAN BANGSAT"
Zifa tersentak saat laki-laki itu mengeraskan suaranya. Zifa takut dan air mata pun menetes dari mata zifa.
Pisau yang tadi berada di dagu zifa sekarang pindah posisi tepat di dekat urat nadi lehernya.
Keringat pun mengguyur tubuh zifa, zifa bergetar rasa takut begitu bertambah. Zifa tidak bisa apa-apa, jika ia tidak berbicara takutnya laki-laki itu lebih kasar padanya.
Zifa pun memberanikan dirinya untuk berbicara walau ragu iya tetap berbicara.
" Lo ma-u a-pa"
Dengan nada rendah dan kata yang terpotong-potong zifa menatap laki-laki itu tak berdaya.
"Oh... Jadi lo bisa bicara juga"
"Tol-long jang-an bu-nuh gue... G-gue ma-sih peng-en hi-dup"
Zifa sangat gugup dengan semua yang terjadi padanya malam ini. Dia memang berani tapi jika sudah diujung tanduk seperti ini, mana bisa dia melawan laki-laki itu. Laki-laki itu sangat berbahaya, dan dia menyeramkan kasatnya seperti monster.
Laki-laki itu menyeringai, kepuasan bergejolak. Laki-laki itu pun menatap zifa seperti setan yang terkutuk.
"Lo gak mau mati! jadi pacar gue"
Zifa mematung tidak tahu harus bagaimana. Apakah dia mau menjadi pacar laki-laki itu atau tidak?
"Apa maksud lo? "
"Lo mau mati apa lo mau jadi pacar gue? "
Pisau itu semakin menempel di leher nya zifa. Zifa semakin bergetar tubuhnya melemas.
Zifa sangat tertekan, dia bingung harus bagaimana.
"Gue gak suka kalau lo jawab pertanyaan gw lama"
Laki-laki itu menggores kulit leher zifa sampai berdarah, zifa menahan sakit. Pisau masih menempel di luka goresan itu.
"I-i-iya gue mau jadi pacar lo, tpi please jangan bunuh gue"
"Good Girl"
Zifa terpaksa mengatakan itu sebagai caranya agar tidak di bunuh laki-laki itu. Dan dia akan berusaha lepas dari laki-laki itu.
Tubuh zifa di angkat oleh laki-laki itu, menggendong nya dan membawanya ke mobil berwarna putih.
"Lo mau bawa gue kemana? "
"apartemen gue"
"Gue gak mau, turunin gue sekar_"
Belum sempat zifa melanjutkan kata katanya laki-laki itu memotong langsung dan berkata
"Lo mau gue bunuh"
Zifa diam dan lebih memilih ikut dari pada dia harus mati, secara diakan masih muda dan masih sekolah masih banyak yang harus ia gapai.
Merekapun naik ke mobil dan dengan basa basi melaju dengan kecepatan yang luar biasa.
Saat diperjalanan didalam mobil suara begitu sunyi. Zifa dan laki-laki itu tidak berkata satu kata pun. Dan ya zifa harus memberanikan diri lagi untuk berbicara dengan laki-laki itu.
"Nama lo siapa? "
Laki-laki itu hanya diam dan lebih memilih fokus dengan setirnya
"Gue nan_"
"Devan"
Sambil menginjak rem mobil, dan berhenti. Tatapan devan berubah menjadi menyeramkan. Zifa mematung dan langsung menundukan kepalanya.
"_"
"_"
Devan menatap zifa dengan tatapan tajam nya.
"Lo zifa kan anak bodoh yang selalu kesiangan"
Zifa langsung menegakan kepalanya. Dan menatap Devan dengan rasa heran.
"Dari mana lo tau nama gw? "
"Lo gak perlu tau"
Devan langsung menyalakan mesin mobilnya dan kembali fokus dengan setirnya. Zifa hanya diam dan tidak peduli dengan Devan yang tahu namanya itu entah dari siapa.
Mobil devan pun berhenti tepat didepan bangunan yang besar. Ya itu apartemen nya devan.
Mereka turun dari mobil dan devan menjulurkan tangannya untuk zifa genggam mereka pun masuk kedalam.
Bangunan yang super besar, ini bagaikan mimpi tapi sungguh hebatnya devan dia sudah bisa hidup mandiri di bangunan semewah ini. Zifa melihat-lihat sekeliling ruangan yang bagaikan istana ini. Meneliti berbagai hiasan mewah di setiap sudut demi sudut.
Zifa pernah tinggal di apartemen yang mewah, tapi itu dulu saat bersama ayahnya. Dan semua itu sudah berlalu.
Devan mengajak zifa ke sebuah ruangan. Ada kasur, lemari, sofa dan banyak sekali barang-barang koleksi milik devan. Ternyata ini adalah kamar devan. Oh tidak apa benar ini kamar devan. Yaampun ini pertama kalinya untuk zifa masuk ke kamar laki-laki.
"Ini kamar kamu devan"
"Hmm"
"Ka_"
"Jangan banyak bicara, cepat duduk"
Devan menyuruh zifa duduk di sofa, devan datang menghampiri zifa dengan membawa sebuah kotak yang berwarna hitam.
Di dalam kotak itu terdapat obat-obatan untuk luka. Ternyata devan mengobati luka yang ia berikan pada zifa.
"Julurkan kaki lo"
"Lo mau apa lagi"
"Berisik lo"
"Aw ssss... Pelan-pelan ke, kalau gak niat ngobatin gak usah nhobatin. Yang ada malah mangkin parah lagi lukanya"
Devan hanya diam dia tidak menghiraukan apa yang di ucapkan zifa padanya.
Selesai mengobati luka zifa devan langsung pergi meninggalkan zifa sendiri duduk di sofa.
Zifa pun lega bisa tenang sendiri dan tidak ada devan. Jantung nya bisa-bisa putus bila devan ada di sisi zifa, sungguh gila.
Waktu menunjukkan pukul 12: 10 sudah terlalu larut. Zifa pun tertidur pulas di sofa. Karna zifa sudah begitu lelah hari ini.
10 menit kemudian devan kembali dengan membawa makanan. Devan melihat zifa yang tertidur pulas di sofa.
"Hmmm... Dasar cewe bangsat"
Devan memindahkan zifa ke kasur. Dan menyelimuti tubuhnya. Tidak menyangka devan sepeduli itu pada zifa. Devan pun ikut tidur, devan membelakangi zifa dan langsung menutup matanya.
🌬🌬🌬
😉😉😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Psykopat Romantis
Teen FictionKisah sedih zifa yang diacuhkan keluarga nya dan membuat nya begitu menderita. Devan berhasil memasuki dunia zifa yang begitu mudah untuk seorang psikopat menjadikan mangsanya. Jangan lupa follow IG: @pandini7935 Jangan sampai ketinggalan ceritanya ...