"Baik anak-anak, pelajaran hari ini sampai disini dulu. Kalau ada pertanyaan, kalian bisa temui ibu di kantor. Selamat siang semuanya." Kata Bu Roman, guru matematikaku.
Satu hari lagi selesai. Aku membereskan buku-buku pelajaran di mejaku. Sesaat, aku membaca tulisan identitas di buku tulisku. Aqila Dormant, laki-laki, 15 tahun, kelas 10 IPA 01. Tunggu dulu, penulisan namaku salah. Seharusnya ada sesuatu yang harus kutambahkan, tapi sudahlah hal itu tidak terlalu penting juga.
"Hei, Qil! Jam pelajaran kimia nanti kosong. Pak Burhan akan ada rapat di balai kota, jadi kau mau ikut ke kantin tidak?" Kata Hiro, salah satu temanku di kelas yang duduk di sebelahku.
"Yang benar saja kau Hiro? Pak Burhan kan orangnya rajin, tidak seperti kau." Ledekku
"Haha, kau tahu saja kalau aku itu pemalas. Jangan khawatir, sumberku ini terpercaya kok, hehe."
Aku berpikir sejenak. Sebenarnya aku ingin membuat PR yang akan dikumpulkan besok. Walaupun ini belum di rumah, tapi tidak ada salahnya PR itu kubuat duluan di sekolah. Walaupun begitu, otak dan perutku berkata berbeda.
"Baiklah, tapi kau duluan saja. Aku mau mengerjakan PR yang tadi dulu. Paling 1 atau 2 nomor, lalu aku akan ke kantin. Pesankan aku menu spesial ya Hiro!" Kataku sambil mengeluarkan buku PR.
"Oke, aku akan ke kantin duluan. Ku tunggu di meja biasanya ya, tuan rajin."
Aku tertawa karena ledekannya itu, dasar Hiro kurang ajar. Kulihat Hiro meninggalkan ruangan, diikuti anak-anak lain. Satu demi satu hingga hanya tersisa 6 anak dikelas.
Baiklah, PR ku hari ini adalah pelajaran favoritku, Sosial. Memang bisa dibilang aneh, aku adalah anak IPA, namun pelajaran favoritku sosial. Aku menyukainya karena.. yah sebuah alasan yang tidak bisa kujelaskan, yang pasti pelajaran itu menyenangkan. Aku mendapat tugas dari guru lintas minatku, Bu Rahmah untuk menuliskan enam nama temanku di sekolah ini. Selain itu, aku juga perlu menuliskan identitas mereka juga.
Dugaanku, mungkin Bu Rahmah memberiku tugas seperti ini agar aku berlatih bersosialisasi lebih jauh lagi, jadi aku memutuskan untuk berusaha dengan lebih keras. Tentu saja, nama teman yang pertama kali kucantumkan adalah Hiro, teman sebangkuku. Dengan begitu, aku tak perlu menanyakn identitasnya karena aku sudah tahu benar kapan dia lahir, dimana ia tinggal, nama orang tuanya, dan identitas nya yang lain. Sisa lima orang lagi. Barulah aku beranjak menuju kantin.
Lorong kelas 10 masih kosong. Sepertinya hanya Pak Burhan yang harus pergi ke rapat itu. Sambil berjalan, aku melihat siswa kelas 10 ipa 07 berjalan kearah ku. Menurut jadwal, mereka baru saja selesai olahraga dan harus bersiap untuk pelajaran berikutnya. Saat berpapasan, aku melihat salah satu nama punggung baju olahraga mereka yang tak asing bagiku, Tyger Z. Nama itu sebenarnya bukan nama aslinya, tapi karena terkenal di bidang olahraga, ia memberi dirinya sendiri nama itu. Aku pun membuka buku PR ku lalu kutambahkan satu nama lagi, Tyger Z.
Sudah hampir 5 menit aku berjalan. Karena sekolah yang sangat besar ini, jarak kelasku ke kantin lumayan jauh. Bahkan bila hendak ke ruang guru dan
ruang kepala sekolah, butuh waktu hampir setengah jam.Baru saja hendak berjalan ke arah kantin, langkahku terhenti karena melihat seseorang dengan bolpen di tangan kanan dan buku catatan kecil di tangan kirinya. Ia berdiri tegap sambil melihat sekitar, seperti sedang mengawasi pintu masuk kantin. Dan dia adalah Diana, anggota organisasi keamananan sekolah. Aku percaya dia akan menulis nama siswa yang pergi ke kantin di luar jam istirahat lalu melaporkannya ke guru, dan itu gawat sekali.
Aku tak tahu bagaimana caranya dia bisa lolos, namun Hiro bisa masuk kedalam sana. Aku bisa melihatnya di dekat pintu kantin, dan ia juga melihatku. Ia melambaikan tangan kepadaku untuk memastikan bahwa aku melihatnya. Aku hanya membalasnya dengan pelan, takut kalau-kalau Diana menyadari kehadiranku disini. Walau Diana masih duduk di kelas 10 Ipa 03, ia sudah ditunjuk untuk berjaga di depan kantin karena ketegasannya.
Kali ini, Hiro memberiku isyarat, kalau aku mengartikannya, kira-kira artinya seperti ini.
"Aku akan mengalihkan Diana, kau cepat masuk dan jangan sampai ketahuan!"
Aku hanya menjawab dengan membentuk lingkaran dengan jariku, pertanda aku mengerti. Barulah Hiro melakukan rencananya itu.
"Hai Diana, kau tidak masuk kelas?" Kata Hiro
"Masalah pelajaran bisa aku urus nanti, Hiro. Sekarang ini aku harus mengurus siswa-siswa bandel seperti dirimu itu."
Kata Diana"Hehe, santai dong. Pak Burhan kan sedang ada rapat dan beliau juga tidak meninggalkan tugas, berarti kita bebas kan?" Kata Hiro mencari alasan.
"Tapi peraturan sekolah tidak seperti itu Hiro!!" Kata Diana dengan sedikit keras.
Sepertinya sekarang Diana sudah fokus pada Hiro. Sekaranglah saatnya aku masuk. Tampak Hiro sengaja memojok ke sebelah kiri agar Diana tidak akan melihat sisi kanan, dari situlah aku akan mengendap-endap masuk kantin. Aku menguatkan tekad dan mentalku
"Baiklah, ayo kita mulai," kataku dalam hati. Aku mulai berjalan mendekati pintu kantin. Kurang lebih 5 langkah lagi hingga aku sampai. Diana masih fokus memarahi Hiro, dan Hiro masih berusaha mengalihkan perhatian sambil sesekali melihat keadaanku. 3 langkah lagi, seketika langkahku terasa berat. Jarakku dengan Diana makin dekat seiring langkahku mendekati kantin. Akhirnya, langkah terakhirku sebelum aku memasuki kantin. Kuangkat kaki kananku, dan "Takk.."
Bolpen yang Diana bawa tak sengaja jatuh. Ini berbahaya, bolpen itu menggelinding ke arahku. Diana hendak berpaling kebelakang, dan saat itulah aku pikir "tamat sudah riwayatku." Namun, Hiro masih mempunya beberapa trik di dalam sakunya.
"Hei Diana, lihat ini aku punya uang cetakan baru. Bagaimana, bagus tidak?" Kata Hiro, padahal yang ia tunjukan adalah sebuah kertas mainan. Diana seketika berhenti dan kembali ke posisi awalnya, lagi-lagi memarahi Hiro. Itulah kesempatan terakhirku untuk masuk. Hap, langkah terakhirku masuk kantin berhasil, dengan begini aku sudah benar-benar aman. Aku segera duduk di kursi terdekat untuk menghindari kecurigaan Diana. Barulah setelah aku duduk, Diana mengambil bolpennya. Aku menghela napas lega
KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted Mafia
Mystery / ThrillerIni bukan sekedar permainan menebak, namun ini tentang hidup dan mati kita semua.