"Kafe ZETA? Sepertinya aku kenal tapi bukan kafe ini yang aku ingat"
Aku masih memandangi foto itu selama kurang lebih tiga puluh menit, tapi masih tidak ada pemikiran baru yang muncul.
"Ah, Aqila! Kau sedang apa?" Suara itu mengejutkanku. Ternyata itu Oktave yang berdiri di depan pintu kamar Hormant. Pintu itu sudah terbuka lagi setelah tadi ditutup oleh suara itu. Oktave menyelampirkan sebuah handuk di pundaknya. Mungkin dia baru saja selesai mandi dan tidak sengaja melihatku di sini.
"Oktave. Aku sedang melihat isi laptop Hormant. Aku pikir di dalamnya ada petunjuk lagi, dan ternyata memang ada," kataku.
"Benarkah, boleh aku lihat juga?"
"Tentu."
Oktave pun mendekat lalu melihat layar laptop Hormant. Di layar itu masih terpampang foto yang sama dengan yang kulihat dari tadi.
"Aku tidak pernah tahu tentang kafe ini. Aku hanya ingat satu kafe yang dulu sering aku kunjungi setelah selesai latihan biola. Seingatku, nama kafe itu berakhiran Ve. Awalannya apa ya..." kata Oktave.
Saat Oktave berkata seperti itu, kepalaku sakit namun hanya sebentar saja. Tiba - tiba aku teringat nama sebuah kafe yang mirip dengan nama yang Oktave katakan.
"Kafe rave! Itu nama kafe itu!" Kataku. Aku sendiri terkejut karena aku bisa mengingat nama kafe itu.
"Iya, sepertinya kafe itu. Tapi di gambar ini namanya kafe ZETA. Apa maksudnya? Mungkin kafe ini berbeda dengan kafe yang kita ingat itu," kata Oktave.
Aku mulai memandangi gambar itu lagi. Jelas bahwa nama ZETA dengan rave tidak ada hubungannya sama sekali. Lalu, dimana sebenarnya dan apa hubungannya Kafe ZETA ini dengan semua peristiwa mengerikan ini?
"Ah iya, aku ingat satu hal lagi," kata Oktave. Ia mendekat ke telingaku dan membisikan sesuatu. Sesaat aku merasa badanku memanasa, namun apa yang dikatakan Oktave itu membuka blokade yang memblokir pemikiranku dari tadi.
"Kafe rave itu, adalah kepunyaan keluarga Diana."
Aku menatap Oktave dengan tatapan tidak percaya.
"Maksudmu Diana.."
Belum selesai aku bertanya, Oktave sudah terlebih dahulu mengangguk. Sekarang aku sudah tahu siapa orang pertama yang harus aku curigai, namun aku harus menanyakan secara langsung terlebih dahulu. Aku segera beranjak dari tempatku dan ingin pergi mencari Diana. Namun baru aku berjalan selangkah, Oktave menarik tanganku dan menahanku pergi.
"Tunggu sebentar Aqila, aku ingin bilang sesuatu," kata Oktave. Akupun mendekat ke Oktave dan mendengar apa yang ingin ia bicarakan.
"Anu... emmm...terima kasih. Terima kasih karena tadi malam sudah membiarkanku istirahat di kamarmu. sebenarnya aku tidak bermaksud apa - apa kok, jadi kamu jangan benci denganku ya?" Kata Oktave.
Aku tersenyum. Tatapan mataku sekarang tertuju ke mata Oktave, begitu juga sebaliknya. Aku memegang tangannya yang dingin karena gugup lalu berkata
"Tentu Oktave, aku tidak akan membencimu. Maksudku, kenapa aku harus benci kepadamu kalau aku tahu kamu saja sudah kelelahan karena semua peristiwa ini. Aku tidak akan sampai hati menambah bebanmu dengan benci kepadamu Oktave, jadi jangan khawatir oke?"
Mata Oktave nampak berkaca - kaca. Ia tampak terharu karena kata - kataku. Aku tahu bahwa dia memang kelelahan, karena diriku sendiri juga merasakan beban yang sama. Jadi hal yang sebaiknya kita lakukan adalah saling mendukung satu sama lain dan menangkap si mafia itu.
"Baiklah, aku akan pergi menghampiri Diana sekarang. Nanti akan ku beritahu tentang informasi yang aku dapatkan," kataku. Oktave mengangguk, lalu aku segera beranjak mencari Diana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted Mafia
Mystery / ThrillerIni bukan sekedar permainan menebak, namun ini tentang hidup dan mati kita semua.