"Aku pulang."
Tidak ada jawaban, seperti biasanya. Aku hanya seorang di rumah. Bukan rumah sih, tapi seperti kamar kos yang ukurannya lebih besar, dengan dapur dan kamar mandi dalam. Kebiasaanku bilang ''aku pulang'' itu adalah kebiasaanku dulu saat masih di kampung halamanku.
Aku menaruh tasku di kursi belajarku, membuka beberapa kancing baju sekolahku, lalu merebahkan diri di tempat tidurku. Kubuka HP yang kubawa. Ada chat yang masuk, dan itu dari orang tuaku. Mereka mengirimkan foto kue, dan diatasnya ada tulisan "Selamat Ulang Tahun ke-16 Aqila!". Bodohnya diriku, hari ini kan ulang tahunku. Tanpa sadar, air mata menetes dari mataku. Aku segera menyeka air mataku dan tersenyum. Setelah membalas chat orang tuaku, aku segera mandi, dan berpakaian rapi.
"Coba kulihat. dompet, hp, sepertinya sudah semua." Aku mengecek kembali barang-barang yang aku bawa. Saat kurasa sudah lengkap, aku mengambil jaket tebal di gantungan baju. Kubuka pintu luar, dan tiupan angin dingin mulai menerjang. Suhu diluar saat ini sangaaat dingin. Tadi saat kulihat HP ku, suhu sudah mencapai dua derajat. Untuk itu aku butuh jaket tebalku.
Diluar sedang badai salju, pantas saja dingin. Setiap ku berjalan, pasti ada salju dibawahku. Kota sekarang sedang benar-benar tertutup salju. Aku berencana pergi ke Kafe rave, kafe favoritku di kota. Walau sendiri, setidaknya aku bisa merayakan ulang tahunku.
"Hei, minggir!!"
Jalanan sedang kacau karena tumpukan salju menutupi sebagian jalan raya. Akibatnya, hanya satu kendaraan yang muat untuk lewat jalan raya. Karena itu aku lebih memilih jalan kaki. Tak bisa aku bayangkan selama apa nantinya bila aku naik taksi atau bus kota.
Ah, akhirnya sampai. Kuberhenti di depan Kafe rave. Entah kebodohan berapa yang telah kulakukan hari ini, tapi lagi-lagi aku lupa nama lagi. Nama kafe ini bukan Kafe rave, tapi ada yang kurang. Agar aku tak lupa lagi, aku memfoto logo namanya.
"Ah sial!"
Saat hendak kupotret, ada salju yang jatuh tepat di depan kameraku. Membuat huruf yang tertulis hanya kata Kafe dan kata rave. Aku tidak kuat untuk mengambil foto lagi, jadi aku segera masuk ke Kafe itu. Setidaknya didalam lebih hangat daripada di luar.
"Mau pesan apa pak?" Tanya seorang pelayan wanita di situ sambil menyodorkan menu mereka.
"Saya mau pesanan spesial hari ini."
"Baiklah pak, silahkan ditunggu" pelayan itu pun segera pergi.
Kulihat keadaan diluar lewat jendela. Lalu lintas mulai lancar dengan datangnya petugas pembersih jalanan. Trotoar yang tertutup salju masih ramai pejalan kaki, dan disalah satu pejalan kaki itu aku melihat seseorang yang aku kenal. Bu Rahmah!!
Bu Rahmah sekarang ini ada di seberang jalan. Ku lihat dia melihat kekiri dan kekanan, sepertinya dia hendak menyebrang. Tak lama setelah jalan benar benar sepi, Bu Rahmah menyebrang dan berhenti di depan Kafe yang kudatangi. Sejenak ia membuka HP nya, lalu ia melihat ke arah ku. Aku pun terkejut setengah mati, jadi langsung kupalingkan tatapanku ke arah lain.
"Hai Aqila," kata Bu Rahmah yang tiba-tiba sudah ada di depan mejaku.
"WAA! Bu Rahmah? Bagaimana ibu bisa disini?" Tanyaku yang ketakutan setengah mati. Apakah aku melakukan di sekolah sehingga Bu Rahmah datang kesini?
Ku lihat Bu Rahmah duduk di kursi di depanku. Dress warna kuningnya itu tampak tipis, dan tanpa menggunakan pelindung tangan seperti sarung tangan, Bu Rahmah harusnya kedinginan sekarang, namun Bu Rahmah terlihat sehat-sehat saja.
"Jangan khawatir, Bu Rahmah datang kesini karena memang Bu Rahmah hendak membeli makan disini," kata Bu Rahmah.
"Owh begitu. Maaf bu, tadi saya kaget, hehe," kataku sambil melihat ke arah jari Bu Rahmah. Cincin emas bermotif singa itu nampak berkilau di jarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twisted Mafia
Mystery / ThrillerIni bukan sekedar permainan menebak, namun ini tentang hidup dan mati kita semua.