Prolog

75 9 2
                                    

Waktu menunjukkan pukul 02:00. Aku turun dari tempat tidur menuju kamar mandi. Dengan mata sayu akibat masih kurang tidur, kubasuh wajahku dengan air wudhu. Setelah itu, Aku mengambil mukena dan segera melaksanakan shalat lail. Aku selalu ingat saat Mas Akbar mengingatkan akan shalat di sepertiga malam terakhir. Meski kala itu Aku belum bisa melakukannya, tapi Aku selalu berusaha agar bisa. Aku mencintainya. Imannya yang membuatku yakin dan percaya padanya. Ini bukan masalah jarak, hanya saja perlu kepercayaan untuk saling menjaga satu sama lain saat kita berjauhan.

"Assalamualaikum warahmatullah" Ucapku selesai shalat.

Terkadang, Aku ingin menangis.

"Kenapa Aku tidak bisa menjadi perempuan yang kuat? Dan mengapa hatiku benar-benar lemah?" Aku selalu berpikir kalau Aku tidak bisa mengorbankan apapun. Hanya mengadu pada-Nya lah caraku menghadapi semua. Dan terkadang Aku merasa apa yang dikatakan Amel benar. Egoisku terlalu tinggi untuk dikalahkan. Dia bisa berkorban untukku, namun Aku tidak.

"Apa itu benar?" Tanyaku dalam hati.

"Astagfirullah! Kenapa Aku melamun malam-malam begini?!!" Aku mencoba membuyarkan lamunanku dan berhenti berpikir yang aneh-aneh.

"Sudah cukup Aruna! Kamu gak boleh ngelamun lagi. Apalagi malam-malam begini!" suruhku pada diri sendiri. Kuhembuskan nafas perlahan mencoba menenangkan hati dan pikiran.

--ooo--

Terdengar suara adzan berkumandang, menandakan waktu shalat ashar. Aku masih sibuk bermain hp.

"Run, udah waktunya shalat! Buruan ambil wudhu!" perintah Renata padaku.

"Aelah, bentar lagi! Masih nanggung nih gamenya" jawabku dengan kesal, "Kan waktunya masih lama" lanjutku.

"Lho! Shalat kok ditunda-tunda. Gaboleh Arunaa" Celoteh Renata semakin membuatku kesal. Kumatikan hp dan bergegas mengambil wudhu.

"Iya iyaa" jawabku.

Rena menggeleng geleng karena tingkahku.

"Ren, Aku pulang dulu yah, kalau ada waktu, Aku kerumah kamu lagi" pamitku pada Renata setelah kami shalat di rumahnya.

"Iya Run, hati-hati ya! Kalau bisa sering-sering mampir!" Jawab Renata padaku, "Oh iya, jangan nunda-nunda shalat!" Lanjutnya menasehatiku.

Aku tersenyum,
"Oke lah, assalamualaikum" ucapku.

"Waalaikumussalam" jawabnya.

Aku bergegas pulang setelah ojol yang kupesan datang.
Diperjalanan, Aku sedikit memikirkan yang dikatakan Renata tadi.

"Apa maksud kamu?" tanya Rena,  Devan itu bukan anak nakal, dia tuh anak baik-baik. Kok bisa sih kamu mikir dia anak nakal? Berandalan lah, Bad boy lah" Lanjutnya.

"Hei! ngegas amat sih. Aku bisa bilang kayak gitu, karna waktu itu Aku ngelihat dia mukulin orang sampe orangnya nggak berdaya" Aku menjelaskan panjang lebar, "Dan Aku ngelihat kejadiannya di deket kampus kita. Kelihatannya aja anak baik, eh ternyata berandal, dasar" Lanjutku menjelek-jelekkan Devano.

Awalnya Aku nggak percaya sama apa yang aku lihat, tapi itu beneran. Karna dia tuh laki-laki yang famous di kampus. Udah tampan, tinggi, putih, mancung, pinter pula. Kalau ada cewek yang ngelihat, pasti langsung naksir. Tapi ternyata, Devano bukan laki-laki baik seperti apa yang dikatakan temen-temen kampus. Aku merasa jijik.

"Hus! Kok ngomongnya gitu sih Run? Kamu tau nggak? Yang terlihat belum tentu kebenarannya, jangan suudzon dulu!" Renata terus memarahiku karna dia mengira Aku salah paham terhadap Devano.

"Udahlah terserah kamu, Aku males bahas laki-laki itu. Aku kasihan aja sama orang yang dipukul" jawabku dengan kesal.

"Hmmm iya, udah-udah" kata Renata mengakhiri percakapan.

"Masa iya Aku salah paham?" ucapku lirih sambil terus bertanya-tanya.

"Mbak! Sudah sampai" suara abang ojek membuyarkan lamuanku karna ternyata kami sudah sampai di rumah.

"Eh! iya pak! Ini, makasih" kataku sambil membayar beberapa lembar uang.

"Udahlah, ngapain juga Aku terus mikirin dia? Bikin pusing aja" Ucapku ketika ingin masuk ke dalam rumah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kutemukan Cinta Dalam HijrahkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang