"Mimpi apa gue semalam sampai harus satu kelompok sama lo!"
Abrit memejamkan mata, berusaha cuek dengan semua yang keluar dari bibir Alvary. Rivalnya sejak SMA itu memang tidak pernah kapok mencari masalah. Abrit sebatas bernapas pun, bisa jadi alasan Alvary untuk mengusiknya.
"Kenapa lo? Bisu?" Alvary menyikut Abrit yang kini menoleh ke luar jendela pesawat. Sepuluh mahasiswa dan 1 dosen dari Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dari Universitas Paramadirga Jakarta memang sedang menuju Labuan Bajo untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Konservasi. Rencananya, 10 hari ke depan mereka akan melakukan observasi satwa liar di Pulau Rinca.
Apa yang akan mereka pelajari?
Tentu saja hewan liar nan galak bernama komodo!
Nahasnya, sudah satu kelompok, di pesawat pun Abrit terpaksa duduk berdampingan dengan Alvary. Tak tahan dengan Alvary yang terus mengoceh dan merekam video, Abrit menoleh lalu berkata, "Gue bahkan yakin kalau komodo di Rinca nggak sudi ngunyah kepala lo, Alv!"
Pun keusilan Alvary tidak berhenti sampai di sana. Saat menunggu barang keluar dari conveyor belt di Bandara Komodo, Alvary dengan sengaja menendang koper berisi peralatan dan bekal kelompok yang baru saja diturunkan oleh Abrit.
"Tendang aja terus sampai kaki lo putus!" Abrit pun melangkah malas ke luar terminal kedatangan. Teman-teman yang lain hanya geleng kepala. Memang bukan hal baru lagi. Alvary dan Abrit terkenal bagai buaya dan hiu yang tak pernah bisa bersatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ranger From The East✔
Short StorySejak SMA, Alvary dan Abrit tidak pernah akur. Persaingan ketat dalam segala bidang mewarnai hidup mereka hingga sampai bangku kuliah. Lain halnya dengan Abrit yang terkesan cuek dan dingin, Alvary sangat berekspresi dalam membenci. Sampai suatu ke...