2. Musuh Rusuh

843 107 2
                                    

"Biar kita bisa cover semua aspek selama 10 hari ini, kita mulai gerak sesuai pembagian tugas yang kemarin. Terus karena pulau ini habitatnya komodo, gue harap nggak ada satu pun dari kalian yang gegayaan jalan sendiri tanpa ranger. Oke?" Lanang tersenyum kecil melihat anggota kelompoknya terlihat patuh, meski hanya sementara karena detik selanjutnya lagi-lagi terjadi pertikaian antara Alvary dan Abrit. Masalah sepele, rebutan lokasi tidur.

Mereka memang ditempatkan di satu rumah panggung oleh pengelola Taman Nasional Komodo. Satu ruangan luas berisi tiga kasur besar tanpa ranjang. Setelah melalui drama cekcok bak tikus dan kucing, akhirnya sepuluh pemuda itu melewati malam pertama di Pulau Rinca dengan sejahtera. Meski sempat merinding ketika terdengar lolongan anjing hutan di kejauhan sana.

***

Hari pertama observasi, para mahasiswa mulai berpencar sesuai tugas masing-masing. Namun lagi-lagi, Abrit harus menahan kedongkolannya ketika Lanang setuju Alvary tukar posisi dengan Geo. Pasalnya, mereka kebagian tugas pengamatan perilaku satwa liar. Geo yang awalnya gahar tiba-tiba menciut saat melihat komodo melahap monyet dengan sangat eksplisit di belakang barak dapur.

Ditemani oleh satu ranger asli putra Kampung Rinca, mereka mulai menyusuri rute trekking reguler yang biasa dilalui para wisatawan. "Sebenarnya secara pemetaan, ada beberapa pulau juga yang jadi penyebaran komodo. Tapi hanya dua pulau yang ditetapkan sebagai ekowisata. Baik di Pulau Komodo, ataupun di Rinca, kita sama-sama punya tiga program buat wisatawan. Short, medium, dan long trekking," jelas Pak Antonius.

Alvary, Abrit, dan Lanang menganggukkan kepala sambil melihat ke sekeliling. Sesi pengenalan medan terus berlanjut hingga sore hari. Ketiga pemuda itu kini paham, daerah mana yang boleh didatangi dan mana yang tidak.

"Brit, jangan lo pikir dengan sekelompok sama gue, gue bakalan mau-mau aja ya kalau nilai kita sama rata. Lo juga nggak usah ngarep kalau gue mau diajak kerjasama sama lo." Alvary menyeringai sore itu, kala keduanya sedang mengambil video aktivitas satwa liar di dekat dermaga.

Abrit mendengkus. Lalu pindah posisi menjauh dari Alvary.

"Gue emang ngikutin jejak lo masuk ke Paramadirga. Juga ambil jurusan dan fakultas yang sama. Tapi jangan lo pikir gue bakalan ngebiarin lo ngalahin gue kayak pas di SMA! Kali ini, gue nggak akan ngebiarin lo ngalahin gue!" Alvary berseru. Hanya ada mereka berdua di dermaga, jelas Abrit tidak bisa pura-pura tuli.

"Nggak akan ada yang kalah, nggak akan ada yang menang. Gue lagi kuliah, bukan ikutan lomba." Abrit membalas dengan geram. Sudah emosinya sedang meletup-letup, Alvary malah semakin bertingkah dengan membuang buku catatan Abrit yang tergeletak di dermaga ke perairan.

Spontan Abrit membelalakkan mata. "Gila ya lo! Itu catatan penelitian gue hari ini, Kampret!" Pemuda itu segera bersiap hendak menceburkan diri. Tapi tangan Alvary tengil mencegah sambil menunjuk sebuah papan di gapura dermaga dengan dagunya.

Abrit menghela napas. Dilarang berenang!

Pemuda itu menghempas tangan Alvary dengan kesal. Segera membereskan kamera dan tripodnya lalu pergi. Otak Abrit serasa mendidih. Sejak awal perkenalannya dengan Alvary di SMA memang tidak pernah menemui kata baik.

Anak itu selalu saja mencari masalah dengannya. Apapun yang dilakukan Abrit akan selalu dijadikan perkara oleh Alvary. Mereka bersaing dalam semua hal. Sampai semua orang menyebut mereka terlahir hanya untuk menjadi musuh.

Di mana ada Abrit di sana ada Alvary. Tentu saja sebagai lawan.

Ranger From The East✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang