Sudah tahu Abrit sedang tidak enak badan, tapi dengan mengatasnamakan tugas bersama, Alvary meminta Abrit menemaninya mengambil buku informasi lengkap mengenai Pulau Rinca dan komodo di rumah dinas kepala wilayah.
Untung Abrit baik hati, akhirnya mereka berdua menyusuri jalan setapak berteman senter dari ponsel. Abrit mengeratkan jaket, sesekali menoleh ke kanan kiri. Mencoba waspada. Peluang mereka dikejar hewan liar sangatlah besar. Abrit tidak mau syok terapi lagi seperti siang tadi.
Memang itu jalan utama yang biasa dilewati oleh orang. Tapi kalau malam-malam begitu, Abrit harus mengaku rasanya sangat mencekam.
"Diem aja lo, kenapa takut?" Alvary mencibir sambil menabrak bahu Abrit dari belakang dengan sengaja. "Dasar bencong!"
Abrit mengepalkan tangan. Lantas memejamkan mata guna meredam emosi. Bukan hal baru Alvary memanggilnya bencong. Sudah lagu lama pula ia mencoba bersabar.
"Denger ya, Brit. Berhenti bertingkah sok keren yang bikin keberadaan gue nggak pernah dilihat sama orang-orang. Gue pastikan, lo nggak akan bisa ngalahin IPK gue di semester 6 ini!"
Dalam remang, Abrit bisa melihat kilat amarah di wajah Alvary. Inginnya membela diri, tapi Abrit merasa tidak perlu ada pembelaan. Maunya melawan, tapi merasa Alvary bukanlah tandingan. "Terserah ya lo mau apa dan gimana, yang jelas gue akan melakukan apa yang memang harus gue lakukan. Hidup gue, bukan urusan lo."
Abrit kembali melangkah, pencahayaan dari ponsel ia matikan. Membiarkan taburan bintang dan bulan di langit Labuan Bajo yang berkuasa. Kedua pemuda itu melanjutkan perjalanan membelah savana.
Hingga tanpa aba-aba Alvary menerjang tubuh Abrit dari belakang. Abrit yang tidak bersiap tentu saja harus ikhlas menerima pukulan baru di wajah. "Berengsek! Mau lo apa sih, hah?" teriaknya setelah balik memukul telak wajah Alvary.
"Gue capek! Gue kalah terus dari lo. Gue mati-matian belajar di SMA demi beasiswa itu, malah lo yang dapetin. Sekarang lo juga mau ngerebut semuanya lagi? Lo mau bikin gue jadi bayang-bayang lo terus? Nggak akan, Brit! Gue nggak akan pernah ngebiarin lo menang kali ini!" Alvary berteriak, satu pukulan kembali ia layangkan ke wajah pucat Abrit.
Abrit meludah, lantas memalingkan muka. "Lo masih belum paham juga, Alv. Gue hanya sedang memperjuangkan satu-satunya hal yang gue bisa!"
Alvary terengah hendak kembali memukul andai Abrit tidak bergegas meninggalkan begitu saja di tengah savana setelah sebelumnya berkata, "Lo balik aja ke mes. Biar gue yang ambil buku itu sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ranger From The East✔
Cerita PendekSejak SMA, Alvary dan Abrit tidak pernah akur. Persaingan ketat dalam segala bidang mewarnai hidup mereka hingga sampai bangku kuliah. Lain halnya dengan Abrit yang terkesan cuek dan dingin, Alvary sangat berekspresi dalam membenci. Sampai suatu ke...