3. Biaya Antar Mayat

593 94 5
                                    

Bahkan ketika malam hari tiba, briefing pun diwarnai angkara. Abrit meledak. Mengadu kepada Lanang perihal catatannya yang raib, bersanding dengan buaya-buaya di Pulau Rinca.

Alvary malah dengan pongah mengaku sengaja membuang buku Abrit. Petugas TNK yang berada di lain mes pun sampai mendengar kericuhan di tempat mereka. Betapa malunya Lanang dengan kelompok kekanakkan yang tidak bisa membawa nama baik universitas.

"Gue ingetin sama lo, ya. Mau lo anggap apa gue, terserah! Gue sekolah, kuliah, bukan buat ngalahin siapa-siapa termasuk lo. Tapi satu hal, kita datang ke sini buat kepentingan bersama. Jadi, kalau kelompok kita hancur, gue anggap itu sebagai kekalahan terbesar lo!" Abrit mengatur napas, lalu keluar dari mes mereka.

Lanang mendekati Alvary yang masih saja terlihat membara, lalu menepuk pundaknya. "Bukan Abrit tandingan lo, Alv. Tapi diri lo sendiri."

Pemuda yang selalu standby dengan action camera-nya itu kini terbata.

***

"Brit, lo nggak papa?" Lanang berbisik sambil memijat tengkuk Abrit. Dia muntah hebat tatkala melihat komodo dengan sadisnya menyantap rusa beberapa meter dari posisi observasi.

"Halah cemen! Baru lihat kayak gituan aja langsung melankolis. Dasar lo, Bencong!" Alvary mencibir, tak diindahkan oleh Lanang, Abrit, dan Pak Antonius.

Mereka berempat jongkok di sebuah padang rumput. Rencananya hanya mengobservasi lalu lintas komodo dan satwa liar lainnya. Tapi siapa sangka justru mendapat fenomena spektakuler yang berhasil menguras isi perut Abrit hingga pemuda itu pucat pasi.

"Yang kuat dong jadi cowok. Kalau lo mati, biaya antar mayat ke Jakarta mahal!" Alvary kembali mencibir.

"Alv, bisa nggak sih lo sehari aja nggak gangguin Abrit? Kalau nggak mau damai, at least pura-pura nggak kenal deh." Lanang menegur, lalu kembali fokus kepada teropongnya. Sungguh sadis cara komodo memangsa. Dicabik secara intens pada bagian yang tidak vital, membuat mangsanya mati secara perlahan-lahan.

Beberapa menit kemudian ketika Abrit membaik dan kembali mengobservasi, Pak Antonius pun berkata, "Dalam satu tetes air liur dan gigitan komodo, terdapat banyak partikel racun yang membuat mangsanya merasakan sakit tiada habis. Kalau kau digigit komodo, jelas harus dapat penanganan khusus secepatnya. Jangan sampai telat, kalau tidak kau punya anggota tubuh harus diamputasi. Atau kasus terburuknya, mati."

Abrit dan Lanang meringis ngeri. Sementara Alvary menjerit dalam hati.

"Bulan lalu ada satu turis nekad memisahkan diri dari rombongan. Tahu-tahu, digigit komodo baru dia punya mulut teriak minta tolong. Kalian tahu, Kawan? Jarak aman kau dekat-dekat dengan komodo itu 3 sampai 4 meter. Lebih dekat dari itu, siap-siap kau setor nyawa sama Yang Di Atas."

"Baik, Pak. Dimengerti. Kami nggak akan dekat-dekat dengan komodo." Lanang mewakili, sementara Alvary diam-diam meredam ngeri.

Ranger From The East✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang