empat

3.2K 573 46
                                    

"Ck. Iya ma, ini dedek pulang."

Pip.

Jevrino mematikan telepon sepihak. Takut berkata kasar ke mamanya. Nanti malah disangka durhaka terus dikutuk jadi monyet.

Enggak ah, Jevrino masih ingin jadi manusia.

Cowok 17 tahun ini melangkahkan kaki menjauh dari motor dan menuju pembuangan limbah di pinggiran Jakarta.

Sesekali dia harus tutup hidung.

Ngomong-ngomong soal dirinya yang tadi emosi, Jevrino memang sedang berusaha meredam amarah.

Itu karena percobaannya gagal.

Dan ini menjadi percobaan ke-sekian yang tidak membawanya pada kesimpulan observasi.

Entah harus dibilang sial atau memang dewi fortuna lagi ngambek hari ini, sample-nya terkoyak parah. Membuatnya mau nggak mau kini menenteng sekantung limbah kimia berisikan sarung tangan latex dan jaket lab penuh darah.

Nambah kerjaan aja.

Meski sebenernya tanpa dibersihkan pun tidak akan beresiko besar.

Tidak, jika laboratorium rahasia Jevrino terletak di basement apartemen kumuh dengan rata-rata penghuninya para pecandu narkotika.

Cowok yang menggunakan celana SMA abu-abu dan jaket off-white ini mengamati lingkungan sekitar sebelum akhirnya membuang kantung tadi ke tempat sampah paling ujung.

Ia menepukkan telapak tangan. Pemberesan malam ini berjalan lancar.

Ketika akan berbalik, Jevrino mengerutkan kening.

Samar-samar ia melihat sosok tinggi nggak jauh dari tumpukan sampah. Melakukan gestur semacam orang lagi ngerokok.

Dan ketika mata mereka bertemu pandang, Jevrino menyipit.

'Kayak kenal?'

Ia mendekat.

Sosok tadi juga mendekat.

Begitu keduanya berdiri di bawah cahaya, netra Jevrino menemui seorang gadis tengah merapatkan jaket berhoodie telinga kelinci warna merah muda.

"Nana?!"

"Oh. Hai!"

Gadis itu tersenyum cerah. Bibirnya terkembang imut menampilkan gigi putihnya.

Sepertinya Jevrino tadi salah liat. Mana mungkin gadis ini ngerokok?

Halu kali ya.

"Ngapain malem-malem di sini?" tanya Jevrino sangsi.

Dia gak nyangka aja si manis hobi main ke pembuangan sampah.

"Eung.. Aku tadi lagi jogging. Tapi kayaknya nyasar deh. Hehe."

Kedua matanya melengkung imut.

'Tahan Jevrino.. tahan..'

Di saat Nana tersenyum gini, Jevrino harus mati-matian menahan napas. Pasalnya pipi gembil Nana jadi terlihat menggemaskan minta dicubit.

"Aw!"

Dan.. sepertinya kontrol diri Jevrino buruk.

Ia beneran nyubit pipi Nana.

Emosinya menguap. Tergantikan ke-uwu-an yang membuncah saat melihat Nana mencebik karena dicubit pipinya.

Tapi indera penciuman Jevrino tiba-tiba terusik sama bau menyengat.

"Kamu bau asap rokok, Na."

"Ih seriusan? Tadi sempet naik angkot, sih."

meschinoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang