Meskipun aku mulai menjauh dari Aiyla tetapi kita masih menyimpan kontak satu sama lain. Obrolan chat kita hanya sebatas jika perlu dan tanpa basa basi. Seperti ketika Aiyla meminta informasi lowongan kerja aku bantu carikan, pernah juga disaat Aiyla bekerja sebagai pegawai di supermarket aku menanyakan diskon promo yang aku butuhkan.
Lambat laun berlalu rasa sakit hatiku seakan hilang sendirinya ke semua orang yang pernah menyakitiku. Aku mulai berdamai dengan masa laluku yang sering dibully. Aku mulai berdamai dengan kesenjangan sosialku dengan kawan – kawanku. Aku mulai memaafkan orang – orang yang berbuat curang ketika lomba. Aku mulai berdamai dengan kekecewaanku ketika lomba. Aku mulai berdamai dengan kisah asmaraku dan memaafkan mereka yang pernah menyakitiku.
Semua itu terjadi karena aku mulai berfikir jika aku tidak dibully mungkin aku ga akan bangkit menjadi pribadi yang lebih kuat. Mungkin jika aku ga mendapatkan kekalahan dalam lomba mungkin aku akan menjadi pribadi yang sombong abadi. Jika aku tidak mengalami drama asmara mungkin masa SMK ku menjadi hambar tak ada cerita.
Aku juga mulai berfikir soal permasalahan asmaraku satu persatu. Dari Fatwa yang memiliki kepedulian yang besar kepadaku, justru aku yang menolak memberikan kesempatan kedua untuk kita. Halimah yang memang pada awalnya hanya membutuhkan sedikit dukungan dan motivasi di hidupnya, cuman kesalahanku yang terlalu larut di dalamnya. Ema yang sebenernya tertekan karena dekat denganku, karena aku yang saat itu banyak dikenal orang membuat Ema menjadi sorotan yang tak nyamnan baginya. Aiyla yang mungkin sebenernya dia sudah berusaha semaksimal mungkin menjaga perasaanku, namun diriku sendiri yang masih belum sabar menghadapi permasalahan Aiyla.
Aku berusaha berfikir positif ke semua orang dan mengembalikan semua inti permasalahan di diriku sendiri, sehingga aku ga akan menyimpan dendam atau rasa sakit hati lagi ke semua orang.
Apakah kemudian aku menyalahkan diriku sendiri atas masa laluku? Mungkin bisa dibilang iya. Tapi itu cerita masa lalu, ku buat itu menjadi pembelajaran agar bisa menjadi lebih baik di masa mendatang. Terkadang aku juga sering menertawakan diri sendiri ketika menghadapi suatu masalah. Karena itulah caraku agar tidak menjadikan masalah sebagai beban hidupku.
Di saat Aku menulis semua cerita ini Aku merasa bingung dengan sifat, sikap, dan karakterku sendiri. Karena dari dulu kecil Aku adalah anak yang pendiam, cengeng, dan rasanya rendah banget.
Apalagi dengan statusku yang jadi bahan bullyan dari SD sampai awal masuk SMP. Pertengahan masa SMP sifat Aku berubah drastis menjadi aktif dan bisa dibilang pemarah.
Yang bikin Aku berubah mungkin karena beberapa orang yang mendorongku masuk ke Pramuka, kemudian ke OSIS. Jadi Aku sangat bersyukur dan berterimakasih kepada orang - orang yang melakukan itu.
Dan kemudian masuk SMK, dipertemukan banyak cinta dan kecewa yang ngajarin Aku buat bijaksana menghadapi segala cobaan dunia.
Meskipun banyak cerita pahit, tapi ternyata pahit itu perlu biar Aku bisa ngerasain manis dikemudian hari. Contohnya aja Aku bisa berfikir bahwa bullyanku dulu adalah sebuah proses pembentukan mental, bukan sebuah kutukan yang menghantui seumur hidup. Kenapa Aku bisa berfikir begitu? Mungkin dengan mencoba berfikir positif.
Sering sekali ketika melihat temen - temenku yang asik ngobrol bareng ayahnya, canda gurau dengan ayahnya, atau mungkin ada yang selalu berselisih sama ayahnya yang bikin Aku selalu iri sama mereka. Jika dipikir lagi mungkin Tuhan Yang Maha Esa lagi ngasih pelajaran buat Aku bahwa menghargai seseorang yang masih ada itu sangatlah penting. Dengan semua permasalahan itu aku hadapi berfikir positif.
Karena pikiran negatif tidak akan membuat hidup mu positif.
KAMU SEDANG MEMBACA
PositifAJe
Teen FictionMoch. Adnan Julian, nama kecil ku Anang, di saat SD dan SMP aku dipanggil Adnan, di SMA karena suatu hal aku dipanggil AJe. Itu nama-nama yang melekat di kehidupan drama ku. Meskipun aku benci banget sama drama , tapi itulah yang bisa buat aku belaj...