"Heh cewek sok cantik!" seseorang membentak gue dari belakang. Suaranya sih cewek, gue harap dia bukan Nyai Kun penunggu toilet. Tapi kayaknya enggak mungkin dia Nyai Kun, soalnya seinget gue suara si Nyai bukan kayak gitu, suara si Nyai itu... gimana ya? Kayak lirih-lirih nyebelin akhir-akhirnya dia ketawa sendiri. Sarap emang tuh hantu.
Sedangkan suara ini terdengar kasar, enggak ada manis-manis nya, tersirat kebencian yang mendalam. Itu suara manusia sih. Gue membalikan badan dari wastafel, nampak lah lima orang cewek dengan tampang sangar nya, gue bingung, kenapa diri gue yang hidup santhuy ini banyak yang hujat Tuhan?
"Lo again, lo again, didinya gak tired apa ganggu gue mulu?" tanya gue dengan bahasa campuran, ada Bahasa Indonesia, Inggris dan Sunda.
Sumpah nih ya, intensitas mereka ganggu gue itu udah kayak medical ceck-up nya orang mag kritis, seminggu sekali.
"Dasar cabe-cabean lo! Lo tuh bisanya deketin cowok orang mulu!" ucap pimpinan dari mereka. Kalau enggak salah namanya... Kess? Kess... Kess apa gitu gue lupa. Keset kali, enek gue lihat muka sok berkuasanya.
Mata gue memandang aneh kedepan cewek itu, "cowok yang mana dulu nih? Cowok yang deket sama gue kan banyak," ujar gue lalu terkekeh. Sengaja, gue bikin dia panas.
Muka dia semakin merah padam, hidungnya kembang-kempis menahan marah. Keempat dayang-dayang nya pun terlihat sama. "siapa lagi kalau bukan cowok gue, Genta! Mikir dong jing! Murahan amat jadi cewek!" teriaknya ngeggas diakhir kalimat.
Wait, princess dikatain murahan? Ngajak ribut tuh lima curut.
"Genta kan lo selingkuhin duluan!" balas gue.
Salah satu dari empat dayang nya angkat bicara, "makin kurang ngajar nih cewek! Udah langsung aja lo kasih pelajaranya Kaisha!"
Nah itu, nama nya Kaisha, bukan keset di awal yang gue bilang. Maaf gue lupa.
Mereka memojokan gue ke ujung westapel, punggung gue terkena benturan yang cukup kencang. Seketika rasa sakit menjalar di area sekitar punggung dan kepala bagian belakang gue. Keempat dayang nya memegangi tangan gue ke tembok supaya gue nggak bisa lari.
Gue nggak sedikit pun mencoba untuk memberontak, karena memang nggak bakal berguna untuk sekarang. Tubuh gue tertahan oleh empat orang, jelas bukan lawan yang seimbang.
Dengan langkah perlahan Kaisha mendeat kearah gue, dia mengangkat tangan kananya dan...
Plak..
Tamparan mendarat mulus dipipi gue, sudut bibir gue berdarah dan rasanya sangat amat perih. Pipi gue terasa panas.
Gue masih diam, belum mempunyai niat untuk berontak.
"Lo jangan macem-macem sama gue Layvattra! Kalau lo aja masih gak sanggup untuk lawan gue!" katanya membanggakan diri membuat gue semakin muak.
Gue berdecih, "bukan lawan lo Kaisha, tapi gue disini ngelawan lima orang tenaga iblis. Lo memang pecundang, untuk ngelawan satu orang macem gue pun lo butuh dayang-dayang sampah lo ini? Loser?"
Amarah Kaisha sudah tak dapat dikendalikan lagi, tanganya mejambak rambut panjang milik gue, rasanya perih. Rambut-rambut itu seakan ingin lepas dari kulitnya. Gue menahan diri untuk tidak meringis.
Dan yang terburuknya dia mengeluarkan sebuah gunting dan mendekatkan ke arah rambut gue. Ini sudah keterlaluan, mereka boleh nampar gue semaunya, tapi enggak buat memotong habis rambut gue.
Ini waktunya lo bangkit dan melawan, Princess Hyara Layvattra! Lawan para cewek-cewek kurang kerjaan itu!
Dua buah besi tajam gunting itu hampir saja mengenai rambut gue kalau gue nggak dengan cepat menendang Kaisha yang ada didepan gue. Mereka memang bodoh, kalian ingat? Yang mereka pegang hanya tangan gue, enggak dengan kaki gue yang memang sedari tadi bebas.
Beres dengan Kaisha yang sudah terjengkang kebelakang akibat tendangan kencang gue. Tangan gue masih terpegang erat oleh keempat dayang yang terbagi menajadi dua, dua orang memegangi tangan kanan gue dan dua orang memegangi tangan kiri gue. Keempat dayang itu tampak syok melihat apa yang terjadi pada Kaisha. Tapi belum sempat mereka menuntaskan kekagetanya, gue dengan cepat melempat lalu melebarkan kaki untuk menendang dua orang pertama yang berada tepat disamping kan dan kiri gue. Kedua orang itu langsung melepaskan kedua tangan gue diikuti dua yang lainya karena kaget. Dua dayang yang terkena tendangan melengguh kesakitan.
Tinggal sisa dua dayang lagi yang belum merasakan tendangan dari gue. Gue melangkah kan kaki dengan angkuh lalu menendang satu persatu dari kedua dayang yang tengah memegangi teman mereka yang mendapat tendangan lebih dulu.
Mereka semua terjatuh dan menjerit kesakitan.
"Lemah, pergi lo semua ketempat sampah! Oh iya satu lagi Kaisha, bukan gue yang murahan, tapi lo." Gue mengucapkan itu seraya mengelap sudut bibir gue yang berdarah. Lantas meninggalkan toilet itu. Tersengar sumpah serapah dari mulut mereka. Gue tersenyum sinis, gue enggak pernah peduli tentang mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY LAY
Teen FictionHyara Layvattra selalu mempunyai banyak pilihan dalam hidupnya, tapi tenang semua pilihan itu menyenangkan. Semuanya lurus dan terlihat baik-baik saja. Satu hal buruk mengenainya hanya tentang perasaan, dia mempunyai banyak hati yang selalu menjadi...