4

9 2 0
                                    

"Silahkan untuk para peserta MPLS untuk memasuki ruangan kelas nya masing-masing!" interuksi dari Kak Rangga yang membuat barisan CASIS itu membubarkan diri dan menuju ruang kelas yang akan mereka tempati satu tahun ke depan.

Gue yang berada dibawah pohon rindang dekat dengan lapangan beranjak menuju ke kelas yang akan gue mentori, kelas 10 Akutansi 2. Sebenarnya gue agak males si ditempatkan di kelas sana. Dan juga sialnya gue nggak punya rekan OSIS untuk mementori kelas itu, beda dengan kelas lain yang mendapat dua mentor. Sedangkan dikelas 10 Akutansi 2 ini mentornya cuma gue seorang. Hal ini jelas enggak adil menurut gue.

Sebel sih, tapi mau gimana lagi?

Sesampainya disana, gue langsung masuk kedalam ruangan yang didominasi warna putih itu. Sunyuman manis terpatri dibibir sexy gue, bukan mau tebar pesona tapi kata Kak Rangga kita sebagai panitia harus ramah. Nggak ada tuh yang nama-nya nyiksa siswa baru.

Kertas absensi yang ada ditangan gue taruh begitu saja diatas meja guru. Lalu dengan langkah ringan gue berdiri didepan kelas yang berisi sekitar tiga puluh siswa baru yang kebanyakan perempuan.

"Selamat pagi!" sapa gue dengan ramah tamah sopan santuy... eh salah, santun maksudnya.

Mereka menjawab dengan serempak membuat gue lega, setidaknya kelas ini nggak kaku.

"Bagi yang belum kenal, perkenalkan nama saya Hyara Layvattra jabatan sebagai anggota sekbid tujuh, yaitu seksi bidang mengenai pendidikan jasmani, kesehatan dan olahraga..." perkenalan diri gue terpotong karena terdengar sahutan dari beberapa CASIS.

"Wih jago olah raga dong! Atlet apa kak?" tanya cowok berbehel yang ada didepan gue.

Gue mau menjawab atlet rebahan. Tapi gak jadi, inget pencitraan.

Gini ya adek-adek ku, walaupun gue sekbid tujuh ya gak harus jadi atlet. Karena di sekbid tujuh juga membahas dan menangani masalah kesehatan.

Tapi tunggu, gue juga nggak sehat-sehat amat sih jadi orang. Terutama dibagaian cara kerja otak gue yang kadang nggak berfikir secara sehat.

"Atlet lari," jawab gue singkat. Mereka mengangguk kagum.

"Lari sprint, estapet atau marathon kak?" salah seorang Casis cewek ikut menyahut.

Gue memasang ekspresi datar, "lari dari kenyataan."

Oke, enggak jadi gue pencitraan nya.

Tiba-tiba seisi kelas menjadi hening, sedetik kemudian terdengan suara tawa dari beberapa calon siswa, sedangkan para calon siswi memandang gue aneh. Ehm, lebih tepatnya mereka seakan berkata, 'jayus lu njing.'

Gue menghela nafas, "oke kita lanjutkan! Jadi saya adalah mentor kelas kalian. Kalau kalian tanya kenapa saya disini sendiri it..."

Seorang Casis memotong pembicaraan lagi, "karena kakak jomblo?"

Kok gue ngerasa kelas ini muridnya pada cringe ya?

Tenang Lay tenang, tarik nafas, coba sabar, jangan toxic.

"Karena kelas lain mendapat dua orang mentor, tapi disini saya sendiri karena memang ada kekurangan personil kami yang sedang sakit. Jadi, saya gak tau dia bisa masuk atau enggak buat hari MPLS kedepan." Gue melanjutkan perkataan dengan tenang seperti yang sudah terlatih untuk berbicara didepan.

Iya sih sudah terlatih untuk publik speaking, tapi kalau disuruh buat presentasi didepan kelas, gue enggak pernah mau. Palingan gue jadi tukang slide atau paling mentok juga pemasang kabel infocus.

"Oh iya tadi sempat terpotong, kalian boleh manggil saya Lay, Layva, atau mau manggil Layvattra lengkap juga boleh," ucap gue kembali ramah.

Selanjutnya gue mengabsen mereka satu persatu sembari menanyakan asal SMP.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY LAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang