Menjadi Menantu

337 10 0
                                    


Azan Maghrib berkumandang, Laila dan Paul bersiap untuk segera solat. Mak Nur sudah menanti keduanya di ruang solat, yang bersebelahan dengan ruang tengah yang hanya diberi sekat sebuah tirai. Paul berdiri di depan sebagai imam, sedangkan Mak Nur dan Laila di belakang sebagai makmum.

"Allahuakbar ...." Paul memulai takbir. Lantunan ayat suci Al-Quran terdengar merdu. Lelaki itu melafalkan dengan sangat fasih. Hati Laila terenyuh. Betapa beruntung ia bersuamikan seorang Paul, tidak hanya tampan juga lelaki yang pandai menjaga solatnya, dan fasih melantunkan ayat-ayat Allah.

Usai solat Laila mencium punggung tangan Paul ta'zim, lelaki itu mengusap kepala Laila dan mengecup keningnya. Disambung Paul yang mencium punggung tangan Mak Nur, wanita itu mengusap lembut kepala putranya. Terakhir Laila mencium punggung tangan Mak Nur, lalu memeluk mertuanya erat.

"Makan dulu, sudah mak siapkan di meja." Mak Nur melepas mukena lalu menggantungnya, merapikan kain yang dikenakan di kepalanya dan beranjak ke dapur. Laila melepas mukenanya membenarkan kerudungnya yang dirasa miring lalu menuju dapur membantu Mak menyiapkan makan malam.

Masih mengenakan sarung Paul duduk di meja makan. Laila mengambilkan piring dan mengisinya dengan nasi dan meletakkan di hadapan Paul, lalu mengambil nasi untuk sang Mak. Terakhir untuk dirinya. Menu sederhana tersaji, sambal tomat juga ikan, dan semangkuk sayur bayam.

"Oya, Mak. Makanan kesukaan abang apa, ya?" tanya Laila. Mak Nur tersenyum memandangi keduanya. Tidak heran jika Laila menanyakan hal ini, karena selama menjalani masa ta'aruf ia sama sekali mencari informasi apa pun tentang calon suaminya.

Mak Nur mengatakan semuanya, terutama jika seorang Paul tidak menyukai makan sayur. Lelaki berkacamata itu harus diancam baru mau makan sayur. Itu pun tidak banyak, paling satu sendok.

"Ya Allah, Mak. Jangan lah keburukan abang diberitahu semua. Malu lah."

"Apanya yang malu. Laila itu istri abang. Awas aja kalo abang macam-macam. Mak yang akan kasih abang pelajaran lebih dulu."

"Emang abang nakal ya, Mak?" tanya Laila.

"Kalo ada anak dewasa yang sikapnya kaya anak balita, ya itu suami Laila," jelas Mak panjang lebar. Dan itu membuat Laila tertawa. Bahagia rasanya melihat kedekatan Paul dengan sang Mak. Juga sangat bersyukur dengan secepat ini bisa terasa begitu dekat dengan mertuanya.

Selesai makan, Laila membantu membereskan piring kotor dan mencucinya di sumur. Sedangkan Paul sudah lebih lebih dulu meninggalkan meja makan dan duduk santai di ruang tengah menonton televisi.

Mak Nur langsung masuk ke dalam kamarnya, ia merasakan sakit di pinggang. Laila menawarkan diri untuk sekadar memijatnya, tapi ditolak. Wanita paruh baya itu sama sekali tidak ingin merepotkan menantunya meski ia tahu jika Laila akan dengan sangat senang bisa membantu.

Laila merapikan piring-piring yang tadi dipakai ke dalam rak lalu duduk di sebelah Paul yang sedang asyik menonton acara komedi di televisi. Lelaki itu yang semula duduk bersandar pada kursi, sekarang merebahkan kepalanya di atas pangkuan Laila.

Paul menatap ke wajah Laila yang sedang menonton TV. Sadar sedang dipandangi begitu, Laila menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Kenapa ... nggak suka dilitain sama abang?"

"Lagian Abang kebiasaan liatin Laila sampe segitunya."

"Terus Laila mau, abang liatin wanita lain selain Laila?"

Laila menatap Paul yang sedang memandangnya, ada sedikit perih dari kata yang baru saja diucapkan Paul. Meski hanya sekadar bercanda, ia sama sekali tidak menyukainya. Laila meraih kepala Paul di pangkuannya dan memintanya untuk bangun, tanpa kata Laila meninggalkan Paul dan masuk ke dalam kamar.

Mantu Untuk Mak(SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang