Setelah hampir satu Minggu lebih Paul tidak datang ke kedai membantu Ridwan. Bukan tanpa alasan ia tidak ke sana, hanya saja kali ini ia harus memberikan perhatian lebih untuk Laila yang sedang mengandung buah cinta mereka.Pagi ini, setelah sarapan dan membawa bekal buatan laila-meski dengan berulang kali harus mual karena mencium aroma nasi yang baru matang, wanita itu pun menyelesaikan bekal untuk suami tercinta.
"Kalo ada apa-apa, telepon abang, ya." Paul mencium kening Laila di teras rumah. Setelah itu menyalakan mesin motornya dan berlalu membelah jalanan. Semangat Paul semakin membara untuk mencari nafkah, karena kali ini bukan hanya Laila dan Mak yang menjadi tanggungan, melainkan akan ada calon anak.
Sepanjang perjalanan Paul senyum-senyum sendiri saat sedang menghayal tentang anak yang sedang dikandung Laila itu lahir. Akan mirip siapa ... dirinya atau malah mirip Laila, laki-laki atau perempuan? Ahh ... baginya apapun jenis kelamin anaknya kelak, sama saja. Anak adalah rezeki yang Allah berikan.
Tiga puluh menit Paul sampai di sekolah tempat Laila mengajar, ia lalu masuk ke ruang guru dan mengurus cuti. Setelah berbincang-bincang dengan beberapa rekan guru yang menanyakan kondisi Laila, Paul pun undur diri dan kembali menuju kedai.
Cuaca hari ini cerah, secerah harapan Paul juga keluarga kecilnya. Dari luar tampak motor Ridwan terparkir, sedangkan lelaki tambun itu tampak sedang mengepak barang di dalam kedai, dibantu oleh seorang lelaki yang memiliki perawakan seperti Paul, tinggi kurus, tapi memiliki wajah kuning, tidak seperti Paul yang hitam tapi manisnya kebangetan.
"Assalamu'alaikum."
Paul masuk ke dalam kedai, usai memarkirkan kendaraannya di sebelah motor Ridwan. Kedua lelaki yang ada di dalam kedai menoleh dan tersenyum.
"Waalaikumsalam," ucap keduanya berbarengan. Ridwan pun memperkenalkan saudaranya yang datang dari jauh.
"Paul ...." Lelaki itu mengulurkan tangannya, yang segera disambut lelaki berambut lurus itu.
"Adam ...," ucapnya.
Perkenalan berlangsung singkat, karena Ridwan meminta Adam untuk menemaninya mengantar barang ke suatu daerah yang lumayan jauh. Usai pamit pada Paul, keduanya pun berlalu dari kedai. Paul meletakkan tas kecilnya di meja, lalu mulai mengecek barang juga buku nota.
Tangannya membenarkan letak kacamatanya yang terasa sedikit miring, hatinya bisa bernapas lega, bersyukur memiliki karyawan sekaligus sahabat jujur seperti Ridwan. Lelaki bertubuh tambun itu sudah mendampingi Paul sejak dirinya masih sekolah. Hingga detik ini, Ridwan masih menjadi orang yang paling setia, terus berada di sisinya.
**
Laila meraih sapu yang terletak di sudut dapur. Ia merasa tidak enak pada tubuhnya, jika terlalu sering tidur. Apa lagi sampai tidak melakukan apa-apa. Obat yang diberikan bidan tempo hari benar-benar membuat rasa mual sedikit berkurang. Laila pun berusaha untuk makan meski sedikit, ditambah ia tak ingin terus-terusan membuat sang suami khawatir.
Laila menghentikan aktivitas menyapu saat ponselnya yang tergeletak di atas kasur berdering. 'Abang sayang tertera nama di sana.
"Assalamu'alaikum, Sayang. Lagi apa?" tanya suara dari seberang.
"Laila lagi nyapu, Bang. Tiduran terus cape tau!"
"Emang udah kuat? Kalo nggak kuat istirahat aja di kamar."
"Iya, Abang."
"Ya udah. Abang lanjut kerja lagi. Laila jangan lupa solat, dan minum vitamin. Biar anak kita selalu sehat."
"Iya ...."
Sambungan telepon terputus, benda pipih itu diletakkan di meja dan Laila melanjutkan membersihkan lantai yang tinggal sedikit. Setelah itu ia beranjak menuju dapur, perutnya terasa sedikit lapar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantu Untuk Mak(SUDAH TERBIT)
RomancePaul ... lelaki biasa yang memiliki wajah tampan yang memikat hati banyak wanita. Bahkan. beberapa orang tua datang melamar lelaki itu menjadi menantunya. Sayang, semuanya ditolak karena baginya cinta tidak hanya sekadar harta. hingga suatu saat dir...