Coretan 5

30 4 0
                                    

Brukk!

Indra keluar dari mobil sambil membawa satu kantung cemilan ia beli di supermarket dekat Alun-Alun bersama Zena. Matanya menatap Alun-Alun Depok secara keseluruhan, memperhatikan satu persatu orang yang hilir mudik bersama temannya masing-masing.

"Ramai banget, Ndra." Zena menepuk bahu Indra pelan, ikut memperhatikan sekeliling dengan pandangan sedikit tidak nyaman. Sebab dirinya memang tidak terbiasa dengan keramaian.

"Tenang, nanti kita cari tempat sepi buat mojok." Indra mengedipkan satu matanya membuat Zena memutar bola matanya sebal. Indra tertawa sebentar, kemudian tangan kanannya menarik tangan kiri Zena untuk mulai berjalan.

"Mau dimana? Ramai semua."

"Kan kata gue nanti kita mojok."

Zena menjitak dahi Indra sedikit keras, membuat cowok itu meringis seketika. "Kok dijitak, sih? Kan lo bilang ramai yaudah nanti kita mojok aja biar sepi." jawab Indra seadanya. Sementara Zena hanya mendengus kesal. Dirinya ikut menatap sekitarnya yang begitu ramai, maklum saja, Alun-Alun Depok baru dibuka dua hari yang lalu. Tempatnya yang cukup luas ditambah beberapa fasilitas yang cukup memadai tentu saja menjadi daya tarik sebagai tempat wisata baru untuk menghabiskan waktu saat akhir pekan bersama teman atau keluarga.

Zena meringis saat ada seseorang yang tanpa sengaja menabrak bahunya cukup keras. Ia mengelus bahunya, memilih untuk mengabaikan si penabrak tadi yang sudah pergi entah kemana. Tangan kirinya berniat menepuk tangan Indra dan meminta lelaki itu untuk berhenti sebentar, namun begitu dirinya merasa tidak menggapai sosok yang dicari Zena langsung menoleh dengan panik.

"Indra. Lo-dimana?" ucapnya lirih. Mendadak, Zena merasa kedua kakinya lemas. Dirinya menatap sekeliling dengan tatapan cemas, ia tidak pernah pergi sejauh ini, tidak pernah  berada di tempat seramai ini. Matanya mulai terhalang lapisan bening yang membuat pandangannya kabur dan dengan satu kedipan, satu tetes air mata turun membasahi pipinya. Zena menutup wajahnya dengan telapak tangan, ia terisak.

Tidak peduli dengan ramainya orang yang lewat, tidak peduli dengan dirinya yang berada di tengah keramaian dan tidak peduli pada tatapan aneh yang dilayangkan oleh orang lain untuknya. Saat ini dirinya hanya berharap agar Indra menyadari kalau mereka berdua terpisah dan cepat kembali untuk mencarinya.

"Zena." mendengar suara itu memanggilnya, Zena lansung menurunkan kedua tangannya dan mendongak. Di depannya sudah ada Indra yang menatap dirinya cemas. Tanpa basa-basi Zena langsung memeluk Indra dengan erat.

"Lo darimana? Gue takut." ucap Zena sambil terisak.

"Gue nyari tempat buat kita duduk. Gue pikir lo masih sama gue."

"Ada orang yang nabrak gue. P-pas gue mau manggil, lo udah gak ada."

Indra menghela napas dengan cemas. Tanggannya bergerak membalas pelukan Zena tidak kalah erat. Menyalurkan rasa cemasnya tanpa peduli dengan tatapan pengunjung lain.

"Lo buat gue cemas, Zena." Indra melepaskan pelukannya kemudian menghapus sisa air mata yang masih tertinggal di pipi Zena.

"Ikut gue. Kita duduk di tribun depan lapangan basket."

Zena hanya mengangguk dan Membiarkan Indra menarik tangannya menuju tempat yang dimaksud.

-_-_-

Indra membuka botol air mineral yang dibelinya lalu menyerahkannya kepada Zena. Tangannya bergerak merapikan rambut Zena yang sedikit berantakan. Matanya memperhatikan gadis di depannya yang baru saja menangis itu, sejujurnya perasaan terkejut sempat memenuhi hati Indra saat melihat Zena yang menangis hingga terisak saat keduanya tidak sengaja terpisah tadi.

Saat ini keduanya sudah berada di tribun yang terletak di depan lapangan basket. Indra masih memperhatikan Zena sampai gadis itu selesai minum. "Lo kenapa, Zena?" tanya Indra penasaran. Zena menutup botol air mineralnya lalu menghela napas sebelum menjawab.

"Gue gak biasa sama keramaian."

"Maksudnya? Gue gak paham,"

Zena menatap Indra, "Lo anak baru di Garsa?"

Meski tidak paham dengan pertanyaan Zena, Indra tetap menjawabnya meski hanya dengan gelengan kepala. Dirinya masuk Garsa sejak awal tahun penerimaan murid baru dulu, sejak awal dirinya masuk SMA.

"Apa lo udah pernah lihat  dan kenal gue sebelum ini?" lagi, Indra menggeleng. Karena ia memang baru mengenal Zena beberapa hari yang lalu saat gadis itu menolongnya saat terkunci di kelas.

"Itu karena memang gue nggak pernah suka ramai. Gue nggak biasa, bahkan gue cuma punya satu teman dekat selama tiga tahun ini."

"Maksudnya gimana? Gue benaran nggak paham sama maksud lo."

"Sebenarnya, gue udah sempat ketemu sama lo beberapa kali."

"Oh, ya?" Indra memiringkan tubuhnya ke arah Zena. Merasa tertarik dengan ucapan gadis itu yang baru saja menyatakan secara tidak langsung kalau keduanya sudah sempat bertemu tanpa sengaja.

"Yup. Karena dari sekian banyak gosipan miring tentang kelas lo, cuma lo topik paling  bagus yang dibahas."

"Lah, gue?" Indra menunjuk dirinya sendiri.

Zena mengangguk, "Lo itu bahasan nomer satu di kelas gue, tau."

"Udah biasa, sih. Maklum aja, pesona gue tuh emang susah banget buat di tolak. Cogan mah gitu," Zena menyenggol lengan Indra, "Yeh. Kepedean," cibirnya membuat Indra tertawa. Sejenak, Zena memperhatikan Indra yang tertawa lepas. Padahal sama sekali tidak ada hal yang lucu dari ucapannya, tapi Indra selalu menanggapinya dengan tawa yang terlihat begitu lepas.

"Ndra, gue mau nanya." ucapan Zena membuat Indra menghentikan tawa. Cowok itu menoleh, menunggu kelanjutan dari ucapan Zena.

"Maksud lo kayak gini ke gue itu apa?"

"Gue gatau."

"Sejujurnya, gue bingung sama lo. Buat lo, kita ini baru kenal beberapa hari yang lalu, kan? Tapi gue ngerasa sikap lo kayak ke orang yang udah lo kenal lama dan dia adalah orang yang lo suka. Bukannya gue kepedean atau gimana, cuma ya yang namanya cewek pasti ada aja feeling semacam itu."

Indra menghela napas, memilih untuk menatap ke arah lapangan basket yang dipenuhi oleh remaja lain yang sedang adu point dengan temannya.

"Dan sejujurnya juga gue bukan tipe orang yang percaya sama ungkapan cinta pada pandangan pertama. Tapi entah kenapa, setelah liat lo ada perasaan beda yang baru gue rasain."

"Terus menurut lo, lo suka sama gue?" tanya Zena to the point.

Indra menggeleng, "Gue nggak tau. Gue gak mau cepat ambil kesimpulan apalagi masalah perasaan kayak gini. Tapi gue juga gak bisa buat nggak jujur kalau gue tertarik sama lo."

Zena yang berniat menjawab mendadak terdiam saat Indra menggenggam kembali tangannya dan menatap dirinya dengan tatapan teduh yang penuh keyakinan. Membuat segala kata yang sudah tersusun dengan cepat di dalam kepalanya untuk membalas perkataan Indra tiba-tiba menguap begitu saja. Seperti tidak menyisakan satu kata pun yang bisa Zena keluarkan saat Indra menggenggam tangannya.

"Kasih gue waktu, Zena. Untuk meyakinkan hati gue sendiri dan untuk meyakinkan lo, kalau seorang Indra nggak pernah main-main sama ucapannya."

-OVER REGEN-


Malam guys..
Alhamdulillah, akhirnya setelah setelah sekian lama Over Regen bisa update lagi.

Semoga para pembaca baik yang silent maupun yang baik hati karena udah vote dan komen selalu di sehatkan. Jangan lupa jaga kesehatan dan #stayathome demi keamanan dan keselamatan kita, manteman.

Sekian, terimakasih.

OVER REGENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang