2

57 7 0
                                    

"Lain kali jangan terlalu lama!" dia merajuk dan berjalan angkuh meninggalkan kamarku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lain kali jangan terlalu lama!" dia merajuk dan berjalan angkuh meninggalkan kamarku. Ayolah, aku baru saja pulang dan langsung dihadiahi kemarahan kak Wonwoo, si kulkas berjalan. Aku mendengus dan memilih membaringkan tubuhku ke kasur.

Rasa nyaman sekaligus malas mulai menyergapku yang saat ini dikuasai kemarahan. Aku marah, aku akan membiarkan kulkas berjalan itu. Aku tak akan mempedulikannya sehari, tidak! Kalau perlu aku akan mendiamkannya dua hari sesuai waktu yang kugunakan untuk pergi bersama sepupuku tadi.

Bedanya adalah, jika aku pergi dalam kurun waktu dua jam, sedangkan aku yang marah dengan sikap kekanakannya itu akan mendiamkannya selama dua hari ayo kita tebalkan dan garis bawahi kalau perlu,

Dua hari.

Yaa. Aku tak akan mempedulikannya, walau dia akan merengek agar aku tak marah. Meski dia menawarkanku tiket konser penyanyi kesukaanku, aku akan tetap sama. Aku tak peduli.

Tok, tok, tok.

Suara ketukan yang berasal dari luar membuatku berdecak sebal. Namun, aku tetap bangkit dan membuka pintu berwarna biru langit-warna kesukaanku.

"Hai!" sial. Kulkas berjalan itu tahu bagaimana caranya agar aku menjadi luluh kepadanya. Seorang pemuda berwajah layaknya hamster ini belum sempat kupikirkan tadi. Dia salah satu orang yang
sangat sangat berguna untuk menghilangkan rasa marah di dalam diriku ini.

Sial.
Sial.
Sial.

Kenapa aku tak bisa bersikap tak ramah kepadanya meski di dalam hati dan pikiranku telah berniat melakukannya. Dia tersenyum dan menatapku dengan tatapan tenang. Tumben sekali, tidak biasanya ia memberikan tatapan ini kepada sembarang orang. Biasanya pun ia akan menggunakan tatapan ceria khasnya.

Pemuda itu, teman kakakku. Dia,
Kak Soonyoung atau biasa kupanggil 'Uyong.'

Aku tak akan pernah bisa menghindar darinya. Aku menganggapnya sebagai kakakku, dan begitu pula sebaliknya. Dia tetangga kami semenjak kecil, orang tua kak Uyong merupakan teman dari ayahku dan kulkas berjalan itu. Kak Uyong tak mempunyai adik maupun kakak, maka dari itulah aku bisa begitu dekat dengannya. Dia pernah mengatakan bahwa ia ingin mempunyai seorang adik ketika aku sendiri masih di dalam perut ibu.

Kak Uyong masih setia menatapku, sedangkan aku menundukkan kepalaku berusaha menghindari terjadinya kontak mata. Lagipula, aku tak ingin menatapnya juga karena tiba tiba saja mataku digenangi air mata. Sedetik kemudian dia mulai membawaku ke dalam rengkuhan hangatnya. Aku terisak begitu hebat setelahnya.

"Ssst, tak apa. Menangislah sampai kau puas," dia menenangkanku setelah membawaku ke sofa di dalam kamarku ini. Dia sudah tak memelukku, namun ia mengusap punggungku menggunakan
tangan besarnya.

Setelah dirasa tenang, ia mulai membuka mulutnya, "Aku kemari bukan karena perintah dari kakakmu. Aku kesini untuk memastikan apakah kau baik baik saja dengan sikap Wonwoo yang makin keterluan." Paparnya kepadaku yang masih terisak, meski tak separah tadi. Mendengarnya, aku mengangkat kepalaku dan membiarkan atensiku terkunci pada tatapan matanya yang sendu.

KakakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang