5

45 6 0
                                    

Kak Wonwoo tak pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kak Wonwoo tak pulang. Dia mengatakan bahwa ia harus pergi ke luar kota selama beberapa hari dan hal itu membuat rasa curiga muncul dalam benakku. Namun, aku tak begitu ingin tahu dia kemana. Asalkan dia terus menghubungiku saat ada waktu luang, itu sudah lebih dari cukup. Oh ya, kak Wonwoo juga tak lupa untuk mengirim uang ke rekeningku itu sangat sangat cukup.

“Yeonwoo bangun oy!” aku menatap pemuda dihapanku malas. Bodoh sekali dia, aku sedang fokus belajar justru dia mengatakan secara tak langsung jika aku tidur? Astaga, dia pasti memiliki banyak haters. Tapi tidak, pada kenyataannya dia itu mempunyai banyak sekali penggemar khususnya kalangan perempuan. Huft menyebalkan.

Seorang pemuda lain datang dan langsung melayangkan kepalan tangan kanannya ke kepala Haechan, pemuda yang tadi mengatakan secara tak langsung bahwa aku tertidur. “Udah jelas jelas Yeonwoo lagi ngerjain tugas, lu malah ngomong kek gitu. Otak lu dimana?” Haechan yang mendengarnya hanya menanggapi dengan tertawa haha hehe seperti orang bodoh.

“Eh, karena gue udah noyor si malika, gue boleh pinjem buku tugas lu kan?” katanya seraya menaik-turunkan kedua alisnya.

“Yee! Sa ae lu ya. Gue juga mau kalo gitu hehe,” Haechan berujar setelah menjitak kepala pemuda tadi dengan keras. Aku melayangkan tatapan malas kepada mereka berdua, “Lu berdua sama aja. Jangan mau Yeon, mending ke perpus kuy bareng gue,” Jeno mendatangi kami bertiga. Meskipun aku menghindar, mereka pasti akan memohon sampai mendapatkan apa yang diinginkan. Menyebalkan.

Jeno mendekatkan kepalanya ke sisi kanan kepalaku lalu berbisik tepat di telinga kananku, “Bawa aja buku lu. Kita selesein di perpus, lu juga gak akan bisa minjemin ke duo curut kalo buku lu dibawa.” Selalu dia. Jeno selalu menyelamatkanku dari situasi yang menegangkan, mengesalkan
sekaligus membuatku malas berbuat apa-apa. Kepalaku mengangguk, lalu aku merapikan buku serta alat tulis dan membawanya ke dalam dekapanku. Aku berjalan santai dengan perpustakaan sebagai tujuanku setelah memberi kode kepada sepupu tercintaku itu.

“Udah selese Je?” tanyaku begitu jemariku telah selesai menuliskan jawaban yang dirasa benar di buku. Tak ada tanggapan yang Jeno berikan, deheman pun tidak terdengar sama sekali. Aku meliriknya melalu ekor mataku, Jeno tampak meletakkan kepalanya di atas lengan bertumpuk yang digunakan sebagi bantal. Kedua netra elangnya terkunci pada pergerakan jemari jemariku.

Aku membuang nafas berat, “Kenapa?” Jeno menatapku khawatir ketika aku mulai mengunci atensiku kepadanya. Kepalaku menggeleng pelan, aku berbohong. Tak apa, dia saja banyak menyembunyikan sesuatu hal kepadaku. Wajar saja jika sekarang aku akan menyembunyikan banyak hal penting berkaitan dengan privasiku darinya. Maafkan aku sepupu..

Tangan kanan Jeno terulur untuk menyelipkan rambutku ke belakang telinga, “Bila kau berada di masa masa sulit, tolong ceritakan keluh kesahmu padaku. Ingat, aku akan selalu ada untukmu sepupu,” ujarnya diakhiri dengan ulasan senyum tipis di wajah tegasnya. Jarang-jarang seorang Jeno, si anggota klub basket yang digadang gadang akan menjadi ketua basket di tahun depan ini memberikan senyuman manisnya kepada sembarang orang.

Sayang sekali, aku sudah biasa melihat senyum manisnya, ditambah dengan netranya yang akan berbentuk seperti bulan sabit membuat Jeno terlihat semakin manis dan tampan di waktu yang bersamaan. Saat ini, aku hanya mampu menunjukkan senyum simpulku kepadanya. Aku belum bisa melakukan apa yang Jeno inginkan dariku. Jeno sendiri jika berada di masa masa sulit akan berdiam diri dan mengeluarkan aura gelapnya. Namun, dia tetap manusia biasa yang membutuhkan orang lain di sisinya, dia menceritakan keluh kesahnya padaku. Dia juga tak menginginkan tanggapan lebih jauh dariku, karena hal itu akan membuatku semakin pusing dan menambah bebanku. Jeno, dia sepupu yang sangat pengertian. Dan aku tak ingin jauh darinya.

“Udah beres kan? Sekarang, kumpulin buku lu ke meja guru biar Haechan ama Jisung gue yang urus,” usulnya.

Aku mengangguk, “Makasih karena lu selalu ada buat gue je,” setelah mengucapkannya aku beranjak pergi melakukan apa yang Jeno usulkan padaku.

Netraku tak sengaja menemukan kak Mingyu dan kak Seokmin, mungkin mereka dipulangkan lebih awal lalu pergi kesini untuk sekadar bermain atau melepas rindu dengan berjumpa fans. Aku geli pada opsi kedua.

“Wah, Yeonwoo sini!” keadaan darurat! Aku harus menghubungi Jeno, jemariku sibuk merogoh saku untuk menemukan ponsel. Namun nihil, ponselku tertinggal di loker mejaku. Sial, tubuhku membeku di tengah perjalanan dimana seharusnya aku sudah sampai untuk menyerahkan buku tugasku.

Para gadis mencebikkan bibir mereka serta memberiku tatapan tajam yang menurutku biasa saja. Aku bahkan secara terang terangan menatap mereka balik dengan sangat tajam, dan hal itu membuat beberapa dari mereka yang merasa tak nyaman mulai pergi. Sementara yang lainnya bertahan demi melihat ketampanan kedua pemuda yang beberapa bulan lalu lulus dari sekolah ini.

“Putri es?” aku mengalihkan pandangan mataku menuju seseorang yang menggumamkan dua kata julukanku di sekolah ini. Dia, Jaehyun, mantan ketua basket di sekolah ini entah di tahun keberapa mulai menarik kedua sudut bibirnya hingga menciptakan senyuman antara mengejek dan tulus dari dalam hatinya, “Ah, kau itu kandidat ratu es ya?” tanyanya lalu mengedipkan sebelah kelopak matanya berniat menggodaku.

Kak Seokmin tersenyum lebar, “Yeonwoo, ratu es? Segitu dinginnya elu disini Yeon?” dia juga ikut ambil bagian untuk memberiku pertanyaan. Aku hanya diam tanpa berniat memberi tanggapan, lagipula pertanyaan mereka tak terlalu penting. Sehingga tak ada kewajiban bagiku untuk merespon.

Kak Mingyu menatapku dengan tatapan tengil dan senyuman jahilnya, “Yeonwoo mah sama aja kek Wonu. Kakak adek tsundere lur..” aku bukan wanita dengan tipe tsundere. Mingyu mengatakan hal yang tak terbukti kebenarannya. Aku menggeleng tak setuju, “Kalo mau ngomongin hal ini jan disini.” Setelahnya, aku mulai berjalan untuk melakukan hal yang sempat aku urungkan tadi.

Seok.

|Bolos, ke rooftop.

Aku mengerutkan kening begitu mendapati pesan dari kak Seokmin yang menyuruhku agar bolos dan pergi ke rooftop. Tentu saja aku tak melakukan apa yang ia inginkan, aku ini pelajar dan kewajibanku selama berada di sekolah ada belajar dengan baik. Sejak kecil aku memprioritaskan diri untuk belajar, ayah juga telah memberiku peringatan agar tak sekalipun bolos hanya karena masalah sepele. Ayah tidak ingin aku seperti kak Wonwoo, meski es batu berjalan itu selalu mendapat nilai bagus saat ujian.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

























Rabu, 1 April 2020.

KakakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang