6

45 6 0
                                    

“Yeon!” aku mengalihkan pandanganku ke arah pemuda bertubuh jangkung yang kini tersenyum lebar hingga membuat netranya menghilang meninggalkan garis melengkung yang indah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Yeon!” aku mengalihkan pandanganku ke arah pemuda bertubuh jangkung yang kini tersenyum lebar hingga membuat netranya menghilang meninggalkan garis melengkung yang indah. Aku membalasnya dengan senyuman tipis, dia mulai menganyunkan tangan kanannya, mengisyaratkan agar aku menghampiri keberadaanya di ujung koridor yang berlawanan arah dengan tujuanku.

“Yaelah, putri ama pangeran es pacaran mulu! Pacaran tuh jangan di sekul Yeon, disini itu tempatnya menimba ilmu bukan tempat orang yang lagi kasmaran,” suara itu membuatku melayangkan tatapan malas kepada sang empu. Haechan tertawa terbahak-bahak seraya menunjuk Jeno dengan jari telunjuknya, “Jeno, ahahahaha muka lu hahaha,” Haechan membual, dan itu membuatku jengah. Rasanya saat ini juga aku ingin menendang tulang keringnya agar pemuda berkulit tan itu merintih kesakitan karenanya.

Jeno berlari dan bergegas menyatukan tanganku dengan tangannya yang berukuran lebih besar, netranya berkedip dua kali dengan cepat mengisyaratkan agar aku mau mengikuti langkah lebarnya. Tangannya segera menarik tanganku, lalu kami pergi meninggalkan pemuda berkulit tan yang masih saja tertawa dengan langkah kaki yang lebih cepat.

Dapat kulihat dengan jelas Haechan telah berhasil menghentikan tawanya dan mengalihkan atensinya ke arah kanan lalu kiri, berusaha menemukan keberadaan kami. Dia tak akan mendapatkan keberadaan kami, jaraknya terlalu jauh untuk melihat kami yang berada di tempat parkir. “Haechan bego dasar,” Jeno menggerutu, sementara itu aku justru tersenyum sampai gigiku tampak. Aku terhibur karena kedua pemuda yang kukenal sejak kecil ini.

Aku mengaktifkan ponsel setelah sebelumnya aku harus bersusah payah mencarinya diantara buku dalam tasku. Disana terdapat notikasi beberapa panggilan suara tak terjawab serta pesan dari kak Wonwoo, kakak kesayanganku. Tidak, kakak menyebalkanku—itu baru tepat.

Won-ie

|Knp blm plg?
|Kau msh di sklh?
|Plg sblm hjn trn.

Yaya. Dia sangat sibuk setelah melihat pesannya aku dapat menyimpulkannya. Pasti banyak hal yang harus ia selesaikan selama ia pergi, dilihat dari kata yang disingkat seperti itu. Meski kakak merepotkanku itu selalu memberi jawaban singkat ketika di sosial media maupun dunia nyata, dia jarang menerapkan hal yang sama kepadaku atau ayah kami. Karena aku dan ayah merupakan prioritas dan tanggung jawabnya sebaga kakak lelaki dan anak yang berbakti.

Saat ini aku dan Jeno sedang berada dalam mobil lelaki yang merupakan sepupuku itu, dia itu melanggar peraturan sebenarnya. Mengingat kami masih berada di tingkatan kelas terendah pada sekolah menengah atas dan karena hal itulah seharusnya siswa maupun siswi di angkatan kami belum diperbolehkan membawa kendaraaan pribadi. Selain belum mempunyai izin mengemudi, hal lain yang membuatnya dilarang ialah angkatan kami dianggap seperti remaja yang baru memasuki masa dewasa yang masih membutuhkan banyak bimbingan dan pengajaran baik dalam kegiatan pembelajaran maupun kehidupan.

Ya, lelaki bermata layaknya elang itu diperbolehkan karena ayahnya dan keluarga besar kami yang merupakan orang penting di kota ini. Hal tersebutlah yang membuat Jeno dengan percaya dirinya membawa mobil sport berwarna putih kesayangannya. “Hey! Jangan ngalamun, ntar lu kesambet gue yang repot,” ujar sepupuku diakhiri kekehan setelah mendapatkan tatapan malas dariku.

KakakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang