“Ayo berangkat!” netraku bergulir untuk menatap sang pemilik suara. Jeno berdiri mengenakan hoodie putih kesayangannya, dan kak Jae ada di sisi kirinya. Aku mengerutkan kening, firasatku mulai tidak enak. Namun aku berusaha membuat diriku terkendali, “Kok ada kak Jae?” tanyaku.
Kak Jae tersenyum, membuat matanya berbentuk seperti bulan sabit disertai dengan lesung di kedua sisi pipinya. Aku tak terpesona, Jeno lebih tampan dibandingkan dengannya. Sial, itu artinya kak Jae akan mengantar kami dan pastinya para penggemar ataupun penikmat wajah tampan akan mengepung kak Jae. Sialan. Memiliki paras tampan itu boleh boleh saja, namun jangan melebihi ambang batas juga. Ketampanan di atas batas wajar itu mengakibatkan banyak masalah asal kalian tahu saja wahai para penganggum visual luar biasa.
Aku mendengus kala kak Jae mulai melajukan mobilnya dengan sekolahku dan Jeno sebagai tujuannya, “Kak Jae jangan turun ya, please..” wajahku dibuat imut, beraegyo namanya. Apapun demi menghindari keroyokan masa. Jeno yang melihatku seperti ini tertawa kecil lalu membantuku meyakinkan, “Iya bang, lu langsung cabut aja. Tuh sepupu gue sampe nunjukkin muka sok imutnya demi elu bang,” yeu, untungnya saudara!
Kak Jae yang mendapat permintaan kami hanya tertawa, lalu berdeham sembari memfokuskan diri untuk mengemudi. Bagus, aku jadi makin yakin jika tak ada salahnya aku mencoba dekat dengan kak Jae. Kemungkinan besar jika aku dekat dengan kak Jae ialah kak Uyong pasti akan terus menerus menjauhkan diri dariku. Hahaha, tidak kak Wonwoo tidak pula kak Uyong. Mereka itu kesayanganku, dan terkadang mereka seperti adik bagiku, meski usia mereka empat tahun di atasku tapi mereka tak segan untuk bertingkah kekanakan hanya demi mendapat perhatianku.
“Sudah sampai, belajar yang rajin. Udah ya, gue mau langsung cabut kaya yang kalian pengen,” ucap kak Jae. Sepersekian detik setelah Jeno keluar, kak Jae shock. Aku ragu sebenarnya, tapi tak apa. Hadiah untuknya yang mau menuruti permintaanku dan Jeno.
Aku dan Jeno berjalan memasuk area sekolah yang mulai dipadati siswa siswi, “Hayolo, nyosor ya lo?” aku menaikkan sebelah alisku, tak memahami pertanyaannya. Jeno menyeringai, “Lo ngekisseu kisseu bang Jae kan?” Tanya Jeno disertai kedua alisnya yang dinaik turunkan, berusaha menggodaku.
Seringai aku kembangkan, “Kau iri atau bagaimana?” tanyaku yang tak mendapat respon dari Jeno, melainkan kakinya berhenti merajut langkah. Sebelah alisku terangkat, heran lantaran Jeno agak bersikap aneh hari ini. Sebuah ide muncul di kepalaku, aku mendekatkan wajahku ke wajah Jeno yang terkejut namun datar, lalu aku layangkan kecupan ringan di sudut bibirnya. Jeno membulatkan matanya, amat sangat terkejut atas perlakuanku yang tak terduga, “Sudah? Tak iri lagi kan?” tanyaku sembari berlalu.
“Acie, Yeon makin berani nyosor nih,” Han merangkul pundakku dan meledek perlakuanku tadi. Aku mendengus sebal dan setengah berlari menuju kelas. Begitu aku sampai, aku langsung menenggelamkan kepala ke lipatan tangan dan bergumam kecil, “Sial, apa yang kulakukan tadi?” aku terus saja merasa salah tingkah jika mengingat kejadian dimana aku memberi kecupan ringan di pipi kiri kak Jae sebelum aku keluar dari mobil. Memang benar jika aku sering melakukan hal itu kepada kak Wonwoo, kak Uyong maupun saudara sepupu ataupun lelaki yang sudah kuanggap kakak lelakiku sendiri. Tapi aku jarang melakukan hal sensitive itu kepada teman kak Tae terkecuali kak Jungwoo, kakak kelasku yang imut dan mempunyai wajah layaknya perempuan karena kita memang sangatlah dekat.
“Heh! Jan tidur pelor!” itu suara malika, Haechan. Aku tak begitu mengindahkan kicauannya pagi ini karena dia sendiri telah merusak acara renunganku tadi. Mataku berusaha menemukan kenyamanan sekaligus menghilangkan kesadaran, aku berniat tidur. Namun usaha itu gagal setelah suara ponselku menginterupsiku maupun Haechan yang mengoceh.
“Chan, cariin..” kataku, tidak tidak, lebih tepat untuk disebut perintah sebab aku mengucapkannya dengan nada yang tegas dan sedikit malas. Dapat kudengar decakan kesal dari Haechan, meski dia kesal dia akan tetap menuruti perintahku. Hal itu terbukti saat dia kembali bersuara, “Nih, bang Jae ngechat lu,” aku lekas mengambil ponselku dari genggamannya. Lantas aku mengucapkan terima kasih dengan tulus kepadanya. Dia balas berdeham pelan.
Tuan Sok Sempurna
|Nanti pulang jam berapa?
Aku berpikir sejenak, mengingat-ingat apa yang akan Jeno ataupun aku lakukan setelah jam sekolah berakhir. Ah, Jeno akan berlatih basket. Segera saja aku mengetikkan rentetan kata di layar ponsel, meminta kak Jae agar menjemput kami pukul lima sore. Tepat setelah Jeno selesai berlatih.
...
Won-ie
|Jangan lupa rumah.
Gila saja, baru satu hari dia merantau dia sudah seperti suami yang pergi jauh meninggalkan istrinya. Aku berusaha menghubunginya, lagipula tak ada hal yang harus kukerjakan kecuali menunggu Jeno selesai.
“Hai kak! Cie yang merindukanku!” aku mengucapkannya dengan nada yang bersemangat dan setengah menggoda. Sementara itu, Haechan yang berada di sisi kananku mulai bergerak merapat, aku mengerti. Dia berniat mendengarkan perbincangan kami yang terhalang oleh jarak.
Terdengar hembusan napas dari seberang sana, “Jaga kesehatan adik kecil. Jangan pulang terlalu sore,”
“Kakak juga, jangan bekerja terlalu keras. Kakak butuh istirahat, jangan sampai kakak pulang dalam kondisi demam. Aku tak akan merawat kakak nanti,” ujarku.
Kakak mulai posesif, “Pulang bersama siapa nanti? Mau pergi setelahnya atau tidak?”
Aku tertawa kecil, “Aku pulang bersama tuan sok sempurna, entahla. Aku tak tahu nanti kita akan pergi atau tidak,” Haechan mulai ikut dalam pembicaraan kami, “Bang Wonu nih si Yeon sukanya caper ke bang Jae masa. Mulai centil nih,” dustanya.
Aku segera memukul bibir yang mengucapkan dusta. Dasar Haechan, sudah hitam, buluk, hidup lagi. Hidupnya penuh nyinyiran dan dusta, astagaaa. Ingin aku musnahkan saja manusia yang seperti Haechan ini.
“Biarkan saja. Aku akan memperpanjang kunjungan disini, jangan mencemaskanku,” apa? Memperpanjang katanya? Sialan, baru dua hari sudah betah saja dia disana.
Aku menyeringai, “Oke, gausah balik sekalian. Gamau tahu!” aku mengakhiri pembicaraan berjarak kami. Aku harus tak peduli tentang kak Wonwoo. Harus.
Minggu, 21 Juni 2020.
Setelah sekian lama, akhirnya update juga hehe.
Maaf atas ketidak nyamanannya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak
Fanfictionft. Wonwoo "Gapapa. Gitu juga dia kakak lu, sabar aja." [Jarang update] Start publish: 11 Maret 2020 Finish : -