Neth berdiri dipuncak gedung world meeting, setelah dicari - cari oleh Indonesia bersama Japan. Angin di puncak gedung dengan lantai lebih dari 20 itu berhembus cukup kencang untuk membuat efek dramatis dengan bunga yang berguguran. Matahari senja mulai tenggelam di barat. Neth menatap senja itu sambil berdiri memegang sebuah Amplop. Amplop yang dipegang sepertinya berisi surat yang penting, mungkin surat tanah atau sejenisnya.
"hari yang sangat indah, tanpa kesedihan " Ucap Neth seraya menoleh kepada dua negara yang bersusah payah mencarinya.
Indonesia berjalan mendekatinya sedikit demi sedikit. Ketika semua sedang berada dibawah sana dan melakukan rapat dadakan, Neth dengan santainya berdiri di puncak gedung. Lebih tepatnya atap gedung yang datar itu.
"Neth, apa yang kau lakukan disini? Aku dan Japan mencarimu kemana - mana. Ayo turun, semua menunggumu" jelas Indonesia. Kemudian langkah kakinya terhenti sebelum mendekati negara yang berpawakan tinggi itu. Suara dari Netherland sendiri yang seperti menyuruhnya untuk berhenti.
"Aku menyerahkan Rakyat ku kepada Luxembourg dan Belgium, pembagiannya sudah tertera pada amplop ini" kemudian amplop tadi dilemparkan ke arah Japan. Dengan sigap Japan menangkapnya. 1001 pertanyaan siap keluar dari mulut Indonesia.
"kenapa? Apa yang kau lakukan? " pertama dan kedua, pertanyaan keluar. Menunggu jawaban dari sang penggila Tulip.
"Dunia ini adalah dunia dimana 'dia' bisa hidup dengan bahagia bersama yang lain, tanpa memikirkan kesalahan yang telah kuperbuat" jawaban itu bukan yang diharapkan oleh Indonesia, Beberapa pertanyaan mulai keluar lagi.
"apa maksudnya? Apa yang sedang kau bicarakan? Jawab pertanyaan ku tadi" Indonesia mulai kebingungan, Si Netherland ini mulai membuat ia ingin datang dan segera mencekiknya untuk memaksakan jawaban.
"... Aku tidak bisa membuat dunia yang indah ini hilang begitu saja... " Senyuman yang selama ini Indonesia harapkan mulai terukir. Indonesia akhirnya bisa menerima senyuman asli, bukan senyuman dari topeng. Meski senyuman itu tidak jelas ditujukan pada siapa.
Sampai kejadian yang sangat tidak bisa diduga terjadi, mungkin itu adalah Neth yang berlari memeluk Indonesia dan menyatakan kalau Indonesia menang. Menang karena telah berhasil meleleh es batu dalam hatinya. Tapi tidak, Indonesia tidak bisa mendeskripsikan itu. Indonesia tidak bisa menguraikan kejadian yang terjadi padanya. Karena Japan adalah seorang komikus sekaligus Novelis, ia dengan mudah menguraikan kejadian bak sinetron didepannya.
Dalam pikiran terdalam Japan, hati, juga otaknya. Ia mulai menguraikan kejadian itu, mungkin cukup jahat bila ia akan menggunakan plot kejadian yang ia lihat secara langsung itu menjadi bagian dari Manga nya.
Sebuah negara, berdiri dengan membelakangi ruang kosong tanpa pembatas di gedung yang cukup bertingkat tinggi. Tidak adanya pembatas di belakang negara itu membuat seakan tak ada yang menghalangi untuk terjun dari ketinggian itu. Namun, apakah Negara itu berani untuk melakukannya? Tidak mungkin 'kan?
Dua negara lain yang telah mencarinya ke seluruh gedung, demi mengatasi rasa khawatir mereka. Dua negara itu adalah sang Garuda Asia, Indonesia dan Sang Asal Matahari Terbit, Japan. Mereka dengan bingung menatap Negara berpawakan tinggi itu.
Sang Penggila Tulip, The Kingdom of Netherland
Dia berdiri di ujung atap gedung World Meeting, dengan senyuman puas
Tapi juga menyedihkan.
Setelah menyatakan bahwa rakyatnya telah diberikan pada kedua adik nya. Ia mengatakan apa yang selama ini ia tahan. Sebuah negara tidak bisa ada tanpa rakyatnya.
"dunia ini adalah dunia dimana 'dia' bisa hidup bahagia bersama yang lain tanpa memikirkan kesalahanku di masa lalu" ucapnya seraya tersenyum,
Kedua negara asal Asia itu menatapnya dengan banyak tanda tanya. Sang Garuda Asia mengatakan berbagai macam pertanyaan namun tak dijawab dengan puas oleh sang Penggila Tulip itu.
"...aku tidak bisa membiarkan dunia yang indah ini hilang begitu saja... " Netherland tersenyum sangat tulus. Mematahkan teori bahwa ia adalah seorang yang berhati es. Hanya satu hal yang Japan pikirkan, yaitu Sang Indonesia berhasil melelehkan es dalam lubuk hati sang target, Netherland.
Netherland memejamkan matanya.
Namun, Japan salah besar saat itu. Baru pertama kalinya ia, menyaksikan hal ini.
Seperti tertiup angin, angin musim panas yang berbau Khas.
Tubuh Netherland terhempas melewati batas.
Ini semua atas kemauannya sendiri.
Tak ada yang bisa menghentikannya.
Terjun dari ketinggian, gravitasi area itu seakan menariknya.
Menembus batas waktu bahkan jarak.
Tak ada suara benturan keras.
Angin yang mirip angin musim panas itu berhembus kembali.
Teriakan dari sang garuda yang tak sempat menghentikan kejadian itu.
Langit sore itu benar - benar merah.
Kini, The Kingdom of Netherland...
Tak ada lagi, meninggalkan bekas dalam pada sang garuda tanpa luka.
Netherland sekarang sudah pergi ke tempat yang ia ingin datangi.
Es dalam hati itu tidak meleleh, melainkan pecah menjadi kepingan - kepingan kecil.
Matahari tenggelam sepenuhnya.
Japan mengedipkan matanya beberapa kali. Memastikan yang ada di depannya, kejadian yang telah ia lihat dengan mata kepala sendiri itu nyata. Bukan sebuah mimpi atau khayalan semata.
Netherland, The Kingdom of Netherland telah pergi ke tempat yang ia nantikan selama ini.
Indonesia merasakan hal yang aneh. Hatinya merasakan hal yang sangat aneh. Pikirannya kacau.
Indonesia mendengar suara teriakan yang terdengar serak.
Teriakan itu benar - benar menyayat hati.
Tenggorokan Indonesia terasa sakit, sangat sakit.
Air mata turun membasahi muka hingga menetes ke beton atap itu.
Tenggorokan nya sakit, air matanya keluar. Ia sadar, sebenarnya dia lah yang berteriak.
"perasaan apa ini.... Aku.... Aku tidak tau... Seseorang tolong berikan jawabannya...." Indonesia membatin, ia mencoba mengatakan itu namun sia - sia. Hanya teriakan yang keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Countryhumans Non - Historia ✔️
Historical Fiction"Cerita ini mengisahkan dunia yang damai dan aman. Tidak ada yang namanya perang sejak dahulu. Semua negara hidup berdampingan saling mengisi. Namun, Indonesia merasakan ada hal yang janggal. Setiap ia bertemu dengan Netherland, selalu saja siluet N...