[Incomplete] Cuma kehidupan pernikahan Tuan Bungsu dan istrinya di bawah atap Pine Hedge. Dan tentang Tuan Bungsu yang memperjuangkan segalanya.
SEASON 2 FROM BOOK CEDAR HEDGE
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kristal salju berhamburan bersama keping-keping perak, sesekali mencipta refraksi indah yang berkilau teduh. Pohon pinus berselimut salju masih menjadi teman si gadis penunggang kuda hitam, bergeming di atas meja nakas dan menjadi saksi seutas kisah cinta yang tidak sempurna. Sekarang pinus menjadi pinus, tidak lagi pura-pura menjadi cedar.
Dan seolah lupa dengan perkara yang selalu menghantui kisahnya, Taehyung memilih menikmati setiap detik miliknya dengan rasa damai. Memeluk tubuh harum istrinya ketika fajar sudah menyingsing tinggi, sesederhana itu definisi damai menurut Kim Taehyung.
“Taehyung, sudah jam delapan,” rajuk Sana kemudian. “Ayo, katanya mau temani aku jalan-jalan?”
“Hari masih panjang, berangkatnya siang saja ya?” balas Taehyung dengan suara serak. Kelopak matanya masih terpejam. Ah memang susah membuat pria itu bangun pagi ya?
“Tidak mau, pokoknya kita berangkat pagi. Kau ‘kan harus belajar buat ujian akhir semester,” Kali ini Taehyung tidak menyahut. Sana bahkan tidak yakin suaminya itu masih menyimak. “Taehyung! Kim Fucking Taehyung!”
“Heh, memanggil suami tidak boleh kasar begitu!” Taehyung akhirnya membuka mata, bersirobok dengan iris hazel yang menangkap cahaya pagi lebih awal. Bibirnya terkulum tidak senang.
“Kim Honey Taehyung!” katanya mengajari sang istri.
Selama beberapa sekon wanita itu tepekur. Kelopak matanya tidak mengerjap sedikit pun kemudian bahunya bergidik. “Euw... menggelikan.”
Tawa Taehyung meledak begitu saja. Mereka memang bukan pasangan yang bisa bermanis ria dua puluh empat jam. Alih-alih saling memuji, mereka malah lebih sering saling mengejek dan mengolok. Mau bagaimana lagi, keduanya lumayan iseng sih.
Dan Sana pintar sekali mencuri kesempatan untuk bangun dalam hitungan detik. Tangan kecilnya lihai menyambar ponsel di meja nakas. Sedetik kemudian ia hidupkan layarnya lalu ia tunjukkan pada Taehyung. Pria itu masih tidak mengerti maksud Sana hingga ia berujar.
“Kita cuma punya tiga puluh menit untuk siap-siap dan sarapan, got it?”
Seperti dugaan, Taehyung mengerling tak percaya. Lalu ia menjawab, “Kau ‘kan tahu aku siap-siapnya lama. Waktu segitu cuma cukup buat mandi sayang.”
Sana mengendikkan bahu, senyum masamnya terulas, “Mandi seperlunya, tidak usah ritual yang tidak-tidak.”
“Tahu darimana aku ritual yang tidak-tidak? Memang pernah lihat aku mandi?”
“Buat apa melihatmu mandi, sudah tercermin dari kebobrokanmu Tuan Bungsu yang terhormat,” Pemuda itu tergelak mendengar teori sang istri. “Tidak usah tertawa, kau sudah kehilangan tiga menitmu yang berharga, cepat mandi sana!”
Taehyung menggelengkan kepala, tangannya terangkat mengacak puncak kepala Sana. “Iya iya istriku yang galak.”
Entah ya Sana juga tidak mengerti kenapa Taehyung yang seorang pria membutuhkan waktu lebih lama darinya untuk bersiap-siap. Surai cokelat Sana sudah kering dan pria bungsu itu masih mondar-mandir mengenakan teal bathrobe-nya.
“Sayang, lihat kaos putih Celin-ku?”
“Kaos putihmu banyak, kenapa selalu itu yang dicari sih? Pakai yang mana saja toh tidak kelihatan juga,”
“Aku bukannya mau pakai kaos putih, aku mau pakai kaos Celin,” sahut Taehyung masih sibuk mencari kaos kesayangannya di lemari.
“Ya sudah, besok kukasih label Celin besar di semua kaosmu pakai spidol biar gampang kalau mencari,” jawaban enteng Sana jelas membuat suaminya merengut.
“Ck, suka mancing-mancing deh,”
Wanita itu baru sekali menolehkan kepala dan sehela dengusan terhembus dengan mudahnya. Bagaimana ya, kaos itu digantung di antara kemeja dan Taehyung mencarinya ditumpukan baju yang terlipat rapi. Sana beringsut mendekat dan mengambil kaos yang masih tergantung itu.
“Nih!”
“Wow, matamu sekarang tajam ya,” celetuk Taehyung kaget. Padahal selama ini ia selalu membangga-banggakan ketajaman mata hitam legam itu. Ia mengusap belakang leher dengan kikuk sebab Sana masih bergeming dengan sorot tegas iris hazelnya. Jika Sana ngomel, Taehyung mestinya terima saja ‘kan?
Lalu ponsel itu berdering nyaring sekali. Sebuah napas segar bagi Taehyung.
“Kurasa Namjoon Hyung telepon... aku mau angkat itu,” katanya kikuk lalu melenggang begitu saja. Sedang Sana hanya bisa mendengus pelan. Taehyung-nya memang seperti itu, menjengkelkan kadang-kadang. Yah, mau bagaimana lagi yang dinikahinya itu ‘kan seorang anak bungsu keluarga ‘sultan’. Bahasa sarkasme-nya adalah, Taehyung mau apa juga bebas.
Ketika Sana masih sibuk dengan pikirnya, pria itu kembali untuk mengambil celana hitam. Setelahnya ia menangkup wajah Sana dengan sebelah tangan kemudian mendaratkan kecupan lembut di pipinya.
“Terima kasih, sayang,” ucapnya pelan dan ia melenggang lagi seraya berbincang dengan Namjoon lewat telepon.
Ya, paling tidak Taehyung itu masih manis kemana-mana sih, bagaimana Sana tidak luluh? Iya 'kan?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[to be continued] please do vote & comment
**
Halo semuanya selamat datang di Pine Hedge. Hmm jujur aku nggak tahu book ini bakal gimana ke depan soalnya plot masih berantakan dan gakjelas
Aku cuma mencoba publish siapa tahu kalo kalian antusias timbul inspirasi untuk ngerjain ini he he
Ditunggu ya tanggapannya karena aku pikir kalo segini aja stuck aku mau unpublish