Diterima dan masuk dalam sekolah yang sedang hangat dalam perbincangan pedas dipagi hari oleh ibu-ibu yang saling melempar kebanggaannya tentang sang anak yang berhasil menggapai sesuatu atau apapun itu didepan gerbang sekolah sebenarnya tidak masuk dalam daftar yang diinginkan oleh gadis berparas teduh itu.
Namun nyatanya itulah yang ia tangkap dari pembicaraan para orangtua yang sibuk mengantar anak mereka untuk sekolah sembari menyombongkan beberapa hal yang sebenarnya tidak terlalu menguntungkan bagi siapapun.
Menatap nanar gerbang sekolah dengan sendu, ia hembuskan nafas panjang.
Neraka kedua telah menunggu.
Dengan berat hati, ia melangkahkan kakinya pasrah berjalan menyusuri tiap jengkal yang ia lewati sembari jauh didalam lubuk hatinya, ia terus mengumpat.
Jika ia tipe anak pembangkang, tak memiliki hati, dan keras kepala seperti kakak perempuan pertamanya, mungkin ia tak berakhir menyedihkan seperti sekarang.
Tapi, ia cukup tahu diri untuk berterus terang akan penolakkannya terhadap keputusan orangtua yang meminta dirinya untuk mengikut saja. Bahkan, ia terlalu menyayangi sang Ibu, sangat. Maka mana mungkin ia akan menolak.
"Kau harus disekolah itu, tidak ada yang menjamin selama kau kami tinggal beberapa bulan ke depan."
"Tidak ada alasan khusus selain pemantauan ketat dari guru-guru kompeten. Hanya beberapa bulan lagi kau lulus, setelahnya kau bisa memilih kemana tujuan yang diinginkan."
Ucapan dari Ibu kemudian dilanjutkan oleh Ayahnya, yang sekarang telah pergi menuju Negeri paman Sam guna mengurus beberapa pekerjaan yang tidak bisa ditunda dan memerlukan kehadiran mereka.
Ditinggal bertiga dengan kakak-kakaknya adalah hal yang biasa bagi gadis bermarga Lee itu.
Terhitung sejak orangtua menitipkannya pada kedua kakaknya yaitu genap dua belas hari, termasuk hari ini, Euna belum memprotes apapun mengenai itu ini.
Beruntung juga ia memiliki saudari perhatian dan sangat mengerti keadaan, juga saudara yang bahkan terlalu baik untuk dikatakan kejam. Cuek sekali.
Jika ada kata yang paling menyakitkan daripada kejam ataupun lainnya, maka cepat beritahu Euna.
"Nona Lee Euna?"
Euna yang masih bergelung dengan pikirannya sendiri mengenai kasus apa yang harus ia rencanakan agar dapat meninggalkan sekolah ini, seseorang dengan rambut ikal sepundak datang dan sedang tersenyum ke arahnya.
"Iya." Sahutnya singkat, berusaha menatap wanita tua itu selembut mungkin.
"Selamat datang di Castle School. Perkenalkan saya Mrs. Hwang Min He, yang akan menjadi pembimbing anda selama bersekolah disini. Apapun yang anda lakukan akan menjadi tanggung jawab saya, dan jika ada kendala silahkan konseling bersama saya." Jelasnya lancar sembari terus tersenyum dengan mata berbinar seolah pekerjaannya disini adalah hal yang paling menyenangkan.
Euna hanya mengangguk paham, tak merespon apapun setibanya wanita tua ini datang padanya.
Sebab ia tahu, pasti hal ini juga masuk dalam rencana kedua orangtuanya.
"Halo Mrs. Hwang, aku tidak suka bertele-tele. Jangan memanggilku dengan sebutan nona ataupun anda. Jangan terlalu formal, aku jauh lebih muda dari dirimu." Sahutnya dengan cepat, tak ragu apabila semisal lawan bicara sedikit tersinggung dengan ucapannya.
Kemudian konsen Euna tertuju untuk merapikan seragamnya, dan mencoba menurunkan rok mininya. Akibat potongan yang terlalu pendek.
Untuk yang satu ini Euna jadi risih membahasnya. Pikirnya mungkin sekolah ini ada dan didirikan hanya agar dapat menjadi tempat ajang pamer. Dalam banyak hal.
Salah satunya berlomba siapa yang memiliki ukuran rok paling pendek.
Lain dari itu Hwang tersenyum pasti, mendengar perlawanan dari anak didiknya itu mungkin akan menjadi salah satu kesukaannya sekarang.
Euna mengkerutkan dahinya kuat. "Ada yang lucu Mrs. Hwang?"
Hwang menggeleng, sembari mengangkat tangannya ke udara, memberi tanda pada Euna yang menanti jawaban darinya.
"Untuk permintaan pertamamu tadi, aku tidak bisa mengabulkannya, karena..." belum usai Hwang dengan ucapannya, Euna sudah lebih dulu bersuara.
"Karena peraturan sekolah, ya aku tau itu. Tapi saat kita berdua, kau tidak perlu mematuhi aturan. Lagipula aku takkan lama disini." Ujarnya santai, melipat tangan didepan dada. Matanya beberapa kali mencuri pandang ke lain-lain arah.
Apa yang terucap dari mulut Euna, membuat Hwang tercengang sebentar.
Tidak membenarkan apa yang dikatakan oleh orangtuanya mengenai anak bungsu mereka ini.
Faktanya Euna terlalu enggan menonjolkan sisi alami dari dirinya. Artian bahwa ia takut akan keadaan yang mungkin tak memihaknya ataupun amarah Ibu dan Ayahnya.
Memang benar pada kasus remaja jaman sekarang, anak segan pada orangtua bukan karena anak tersebut berusaha untuk menghormati, melainkan mereka terlalu takut akan emosi yang sering tidak terkontrol.
Dan begitu juga pada Euna.
Berakhir dengan ketidaktahuan orangtuanya pada kepribadian asli Euna.
Tidak terlalu ingin memikirkan sikap Euna yang cukup berbeda, Hwang menggelengkan kepalanya berusaha rasional kembali. "Baiklah Nona Euna, kita usaikan perdebatan pagi ini disini. Kau harus bergegas pergi ke kelasmu, tapi sebelum itu ikut aku untuk ke ruang kepala sekolah terlebih dahulu." Hwang berjalan lebih dulu, menuntun Euna yang tampak jalan dengan malas-malasan dibelakangnya.
Euna benci orang yang terlalu terikat dengan sesuatu atau seseorang, patuh terhadap peraturan, memperbudak diri sendiri disaat ada yang mencoba untuk memudahkan.
Seharusnya orang-orang seperti Hwang mesti berterimakasih pada kaum yang berteori sama seperti Euna.
Sesampainya dilorong menuju ruang kepala sekolah, Euna menjadi pusat perhatian.
Bukan karena wajahnya yang blasteran Korea-Amerika yang melekat begitu jelas, bukan juga bentuk badannya yang mungil ataupun kulit pucatnya. Itu hanya menurut Euna.
Jika saat itu tiba biasanya, Euna akan bersikap acuh. Segaris tipis pun tak ia ciptakan di sudut bibir.
Perlu diketahui, seberapa sering ia diberi pertanyaan mengenai penilaian diri, Euna akan selalu memberi yang rendah untuk dirinya. Menganggap dirinya tak sebanding dengan apapun didunia, tak jauh lebih baik dari para pecundang dunia yang terlalu banyak bermimpi bahwa uang akan dengan sendirinya hadir didepan mata.
Perawakan bagus tak membawa untung apapun bagi dirinya, selain banyaknya orang yang menganggu akibat terlalu mengagungkan wajahnya, atau juga si menyebalkan yang selalu menyurahkan isi minuman ataupun makanan berkuah keatas kepalanya disaat jam-jam istirahat, sembari mengutuk wajahnya yang terlalu menakjubkan membuat ia dituduh telah menggoda kekasih bermata kerajang mereka.
Euna berpikir, tidakkah rugi menghamburkan uang untuk membeli banyak bahan cemoohan yang berakhir dikepalanya?
Dan untuk sekarang, Euna tak berharap banyak. Cukup tak ada manusia-manusia menyedihkan seperti sekolahnya dulu.
Dengan begitu mungkin ia akan mengubah rencananya untuk mengundurkan diri dari neraka ini.
Tak ada yang terlahir dengan perjalanan yang sesempurna perawakan.
bersambung...
16 September 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
My Time | ✔
Kurzgeschichten[Short Story 0;1] Bukan tentang siapa dan dimana. Bahagia bukan tentang itu. Ini perihal bagaimana, dan kapan. Cinta bercerita tentang itu. Menghancurkan dan memperbaiki hampir terlihat sama. Berusaha menjemput takdir yang datangnya tidak terduga. ...