"Gila! Tampan tapi gila. Siapa dia sebenarnya?"
Tok... Tok...
Teriakan menggema dari lantai dua yang tak lain dan tak bukan berasal dari kamar Euna mengundang kecemasan bagi yang mendengar.
"Euna, kau baik-baik saja? Kenepa berteriak ada apa?" tanya Eun Ji sambil terus menggedor pintu kamar Euna dengan tidak sabar.
Sial, kenapa harus sampai terdengar, batin Euna. Ia sempatkan untuk mengumpat diri sendiri, menepuk bibirnya ringan kemudian meringis kesakitan.
"Lee Euna buka pintunya!" yang satu itu bukan teriakan dari Eun Ji. Nada bariton yang khas dari Eun Gi membuat Euna menekuk alis keheranan.
Tak butuh waktu lama, Euna segera berjalan mendekati pintu, memutar daun pintu setelah membuka kuncinya.
"Oppa? Sudah pulang? Sejak kapan?" tanya Euna dengan air wajah yang sulit digambarkan. Namun terlihat jelas ia sedang bahagia karena akhirnya bertemu setelah sekian lama.
Eun Gi memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana, memandangi saudari bungsunya yang hanya sedadanya saja itu dengan datar.
Eun Gi saudara laki-laki Euna yang sedang merintis karir dinegeri tirai bambu dalam bidang kuliner.
Sudah hampir lima bulan mereka tak bertemu. Meski sering menguji kesabaran Euna, kehadiran Eun Gi juga dapat membantunya mendapatkan kepercayaan diri kembali.
"Sebentar lagi aku akan kembali. Kau ada apa? Kenapa berteriak?" Euna menghela nafasnya isyarat perlawanan.
Ia paling menentang pertanyaan dijawab dengan pertanyaan. Lagipula apa saudaranya itu tidak mengerti arti kata 'rindu'?
"Ada apa Euna?" sambung Eun Ji saat Euna tak juga menjawab.
Euna menggeleng singkat, kemudian bersuara. "Nothing, i'm fine." Jawabnya kelewat tenang diberengi dengan senyum tipis.
"Are you sure?" Eun Ji menaikan sebelah alisnya, berusaha membaca body language Euna lewat tatapan. Tapi, hasilnya sama saja.
Euna terlalu pandai menutupi.
Euna mengangguk, tersenyum pasti ke arah dua kakaknya itu. Mencoba membuat keduanya tak khawatir. "I am."
"Lalu kenapa berteriak, sambil mengatakan gila?" kali ini Eun Gi yang bertanya.
"Guru matematika ku. Dia gila sekali, aku diberi makan tugas sampai terlalu kenyang hanya dengan melihat angka. Menyebalkan bukan?"
Lalu keduanya pergi berlalu, tak lagi menghiraukan Euna yang masih bercerita panjang lebar membuat kuping keduanya memanas.
Cara efektif untuk membodohi kakak-kakaknya itu.
Setelah ia masuk ke dalam kamar, kembali mengunci diri, Euna bergegas menginjakkan kaki ke dalam kamar mandi. Tak lagi melepaskan atribut sekolah, ia terlalu mengagumi rasa air dengan langsung menghidupkan shower.
Setidaknya dengan pancuran air bersuhu rendah, Euna dapat menenangkan dirinya sebelum berendam dalam air hangat didalam bathup.
"Jeongguk? Aku rasa pernah mendengar nama itu. Tidak asing, tapi dimana?" monolognya sambil mengusak-usak kepala secara acak, membasahi rambut.
"Mimpi? Apa aku juga pernah memimpikannya?"
Euna mencoba mengingat-ingat kejadian yang terjadi beberapa bulan belakangan. Memang sepertinya ada yang salah. Tapi apa?
Berharap tak pernah pasti, sebelum akhirnya saling menyakiti, namun hati berkata untuk tak bersembunyi.
bersambung...
Ini Jeongguk lagi deg-degan dikamar. Kira-kira Euna ingat sesuatu tentang mereka ga ya?
Sudah mulai jelas alurnya?
Ya, kira-kira seperti yang kalian pikiranlah. Tentang menjemput takdir tapi bisa jadi mereka dipermainkan oleh waktu.Ini satu lagi aku kasi bonus.
Jangan lupa vote dan commentnya teman-teman sekalian.
Terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Time | ✔
Short Story[Short Story 0;1] Bukan tentang siapa dan dimana. Bahagia bukan tentang itu. Ini perihal bagaimana, dan kapan. Cinta bercerita tentang itu. Menghancurkan dan memperbaiki hampir terlihat sama. Berusaha menjemput takdir yang datangnya tidak terduga. ...