BAB 7

8.3K 806 50
                                    

Sekelebat bayangan menari-nari tentang bagaimana Wonwoo kecil menghabiskan waktunya bersama sang Ayah. Mereka begitu bahagia dan Wonwoo merasa di manja ketika sang Ayah mengabulkan apapun yang ia minta. Satu kotak besar berisi mainan, gula kapas di taman kota, ice vanila, serta kucing kecil yang menggemaskan.

Betapa, Wonwoo kecil sangat mencintai Ayahnya. Namun, ketika dirinya beranjak dewasa. Ia bukan lagi sosok Wonwoo kecil yang menggemaskan-yang akan menangis ketika permen kapasnya habis. Kini, Wonwoo sudah menjadi sosok yang paham bahwa dunia luar lebih indah daripada bermain dengan lusinan robot di kamar. Permen kapas terganti dengan sebatang rokok, ice cream terganti dengan bergelas gelas alkohol dengan kadar tinggi, juga mainan yang kini terganti dengan erangan wanita di bawahnya.

Wonwoo merasa ia semakin jauh dari jangkauan sang Ayah ketika Pria paruh baya itu lebih gemar menghabiskan waktunya di kantor dan mengabaikan Wonwoo yang haus akan kasih sayang.

Pada masa kuliah, Wonwoo bertemu tiga orang Pria dengan karakter berbeda. Choi Seungcheol yang bijak namun menyebalkan, Vernon chwe yang kekanak-kanakan dengan kelakuan anehnya, dan Kim Mingyu-Pria dengan mata polos di balik kacamata bulatnya. Mereka kemudian sepakat tinggal di sebuah apartemen tengah kota. Dan Wonwoo menarik tangan Mingyu terlebih dahulu untuk menjadi teman apartemen. Karena, dibanding kedua teman lainnya, Mingyu jauh lebih baik.

Kebiasaan Wonwoo bermain dengan para wanita satu malam tak hilang hingga mereka lulus di perguruan tinggi. Berganti wanita tak sekalipun membuat Wonwoo benar-benar menaruh hati pada mereka.

Dan memiliki perasaan lain pada teman apartemennya tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Di tambah fakta bahwa Mingyu memiliki perasaan lebih padanya. Selama tiga hari lebih, Wonwoo termangu di dalam kamar rumahnya. Mengabaikan panggilan Ayahnya di balik pintu kamar. Dan ketika ia kembali ke apartemen, pengakuan Mingyu cukup membuatnya terkejut.

Di tatap dada bidang di depannya. Wonwoo merasa hatinya menghangat bersamaan dengan dekapan Mingyu yang semakin erat. Terik matahari dari balik jendela menandakan bahwa hari sudah berganti. Dan mereka seperti enggan untuk menjauhkan diri.

"Aku akan pergi ke Anyang." Wonwoo sedikit terkejut dengan suara tiba-tiba di atas kepalanya. Ia mendongak dan menemukan Mingyu dengan wajah mengantuk. Fakta bahwa mereka telah berbagi kehangatan semalam, tak di pungkiri bahwa Mingyu memiliki paras rupawan jika dilihat dari dekat dan cukup membuat dada Wonwoo bergemuruh juga pipinya yang perlahan kembali memerah.

"Kapan?"

"Besok, kurasa." Mingyu menjawab dengan semakin mengeratkan pelukannya.

"Yeah, pergilah. Sampai salam ku pada orang tuamu." Terselip nada tidak rela jika Mingyu harus pergi ke kampung halamannya. Namun bukankah terlalu egois untuk Wonwoo melarang Mingyu bertemu orang tuanya?

"Kau akan ikut."

"A-apa .. ?"

"Ibu akan senang jika aku membawa teman."

•••

Mereka pergi keesokan harinya menggunakan mobil Wonwoo. Karena memang Mingyu tidak memiliki kendaraan apapun yang ia gunakan di Seoul. Ia begitu mengandalkan bus yang berlalu lalang di jalan. Namun bukan berarti Mingyu tak pandai menyetir. Selama perjalanan ke Anyang, mereka sepakat untuk bergantian dalam menyetir.

"Yak! Kim Mingyu!" Pekikan seseorang mengangetkan keduanya ketika mereka baru saja berhasil memarkirkan mobil di halaman sederhana milik keluarga Kim.

Suara yang berasal dari gadis muda yang menyembul badannya di jendela. Gadis cantik dengan dress santai selutut itu tersenyum begitu cerah mendapati sang kakak akhirnya pulang.

[END] Like a piece of watercolour painting; Meanie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang