BAB 5

7.9K 818 106
                                    

Wonwoo membuat mata dan menyesali tindakannya setelahnya. Ia merasa dunia berputar begitu cepat juga sakit yang teramat pada kepalanya. Tanpa sadar bibirnya meringis pelan. Ketika ia kembali membuka mata-dan tentu saja sakit itu tidak akan hilang dalam waktu dekat, ia mengedar menatap kamarnya. Tak ada siapapun kecuali dirinya di sana. Dari jendela kamar, Wonwoo menemukan langit sudah berwarna oren. Ia bertanya dalam hati, sudah berapa lama dirinya tertidur?

Rasa sakit pun serak pada tenggorokannya membuat Wonwoo bersusah payah meraih gelas di nakas dekat kasur. Bersamaan dengan pintu yang terbuka dengan Mingyu datang membawa mangkuk berwarna putih.

"Wonwoo, kau merasa lebih baik? Perlukah ku kompres lagi?"

Suara Mingyu membuat Wonwoo semakin merasa pening. Ia menatap Pria itu dengan tajam.

"Tutup mulutmu, Kim! Kau membuat kepalaku semakin nyeri," maki Wonwoo yang sudah berhasil meraih gelas berisi air dan meminumnya dengan segera. Di bantu Mingyu, gelas itu kembali pada tempat semula.

"Kau lapar?"

Wonwoo menggeleng.

"Tapi perutmu kosong ketika kau tak sadarkan diri."

"Lakukan jika itu membuat mulutmu berhenti bicara."

Wonwoo menatap malas kepergian Mingyu ketika dirinya selesai berbicara. Ia berdecih pelan lantas beranjak duduk. Walaupun kepalanya pening, ia merasa ia butuh duduk walaupun sejenak. Pandangannya jatuh memperhatikan piyama yang ia pakai. Sudah pasti Mingyu menggantinya ketika ia tak sadar.

Tak lama, teman apartemennya itu kembali datang membawa bubur panas yang masih mengepul. Lantas menyuapi Wonwoo dengan pelan.

"Apa kepala mu masih sakit?"

Malas bersuara, Wonwoo hanya mengangguk. Setelahnya itu tak ada percakapan berarti. Keduanya memilih diam dengan suara yang hanya bersalah dari denting sendok beradu dengan mangkuk.

"Ayahmu, menghubungi ponselmu beberapa kali."

"..."

"Dia bertanya-" belum selesai Mingyu bicara, ponselnya berdering dengan nyaring. Yang sukses membuat Wonwoo berdecih tentang bagaimana suara itu begitu mengganggu pendengarannya.

"Gantilah dering ponselmu, Kim Mingyu! Atau setidaknya ganti dalam mode getar!"

Mingyu mengangkat panggilan. Meletakkan mangkuk bubur yang sudah habis dan mengabaikan ucapan Wonwoo begitu saja.

"Ya, Jihoon-ssi?"

Selagi Mingyu mendengar ucapan Jihoon di seberang telepon, ia menatap Wonwoo yang juga kini menatapnya dengan datar.

"Baiklah. Aku akan kesana sebentar lagi. Bisakah kau menunggu?"

"..."

"Baiklah. Sampai jumpa."

Panggilan berakhir. Mingyu kembali menatap Wonwoo.

"Aku harus pergi. Jihoon memintaku untuk membantunya," ada nada penuh rasa penyesalan disana. Sementara Wonwoo hanya mengangguk pelan. Ia mengibas tangannya seolah meminta Mingyu untuk segera pergi.

"Pergilah. Aku tak apa ditinggal sendiri."

Sebenarnya dari ucapan Wonwoo, ia tak rela Mingyu pergi begitu saja ketika dirinya tengah sakit. Teman macam apa yang tega meninggalkan temannya yang sakit hanya untuk membantu orang lain.

"Wonwoo-"

"Pergilah, Kim Mingyu. Aku akan kembali tidur supaya kepalaku membaik. Selamat bersenang-senang."

[END] Like a piece of watercolour painting; Meanie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang