2. Yoon Jeonghan

2.4K 167 10
                                    

[ Husband Series ]

"Kamu, tuh!"

"Kamunya, ih!"

"Apa sih kok aku? Kan, kamu yang gagal bikin pancake."

"Tapi, kalo adonanku gak kamu recokin juga gak bakalan jadi encer banget kayak gini."

"Ya, kan..."

"Apa, Han? Apa? Tanganmu itu emang gak bisa diem ya kalo aku lagi masak?"

Aku terus berdebat dengan Jeonghan, suamiku. Sungguh, ya. Aku dengannya kalau soal berdebat tidak ada yang mau mengalah. Ya, tetap ada, sih. Lebih dominan Jeonghan yang akan mengalah. Tapi, sebelum mengalah dia pasti mengomel persis sepertiku.

Terbukti, kalau jodoh memang cerminan diri sendiri. Aku yang cerewet, suamiku ini juga tak kalah cerewet. Pusing, rumah sebesar ini walaupun hanya kutinggali dengan Jeonghan berasa ada sepuluh orang yang mengisi.

Suara kami sama-sama melengking. Menggema di seluruh ruangan. Pada akhirnya, aku dengan Jeonghan tertawa bersama. Tertawa karena sikap kita yang sangat mirip dan seperti anak-anak.

"Udah. Sini." suruh Jeonghan sambil merentangkan kedua tangan. Aku yang masih memakai apron tetap berhambur ke dalam pelukan hangatnya. Dia mencium pucuk kepalaku dan mengusap pelan.

"Maaf, aku ikutan ngomel." kata Jeonghan.

Aku terkekeh pelan dalam dekapan lantas mengangguk. "Iya, aku juga maaf ngomel mulu. Maaf, ya? Kamu aku marahin terus tiap hari. Kayaknya efek ada adek juga."

Jeonghan tertawa. Dia melepas pelukan lalu menangkup kedua pipiku. "Iya, bumil. Sebelum hamil juga kamu ngomel mulu." katanya sambil menepuk pelan bibirku.

"Ini nih, ini emang minta dicium. Tiap hari gak berhenti ngomel." gerutu Jeonghan lalu mengecup singkat bibirku. Aku melebarkan mata terkejut. Dia memang selalu mengejutkan.

"Cerewet banget kayak aku. Berisik banget kayak aku. Tapi, akunya sayang sama kamu. Gimana, dong?"

Aku kembali memeluk tubuh Jeonghan yang lebih tinggi beberapa sentimeter dariku. "Ya, nggak gimana-gimana." aku tetap saja tersipu malu kalau Jeonghan berujar manis seperti ini.

I think it's sweet. Because, I'm Jeonghan's wife.

"Malah keenakan meluk, kan. Udah, ayo bikin adonan lagi. Bikin yang banyak sekalian stok buat besok."

Aku menarik kedua tanganku yang tadi memeluk tubuhnya. Aku melompat kecil kegirangan. "Iya, ayo buat lagi."

Jeonghan tertawa. "Seneng banget istriku. Tapi, jangan loncat gini, ya. Di dalem perutmu ini ada Jeonghan kecil."

***

Saat ini pukul tujuh malam. Aku dan suamiku sedang asik menonton siaran di televisi, malam ini ditemani dengan hasil masakan yang kubuat bersama suamiku siang tadi.

Aku bersandar nyaman di dada Jeonghan. Dia memeluk pinggang bagian kananku. Aku terus memakan pancake yang rasanya tidak buruk-buruk sekali. Aku dan suamiku memang pintar memasak.

Ya, kuakui Jeonghan lebih handal dalam urusan dapur. Iya, aku sedikit kalah. Hanya sedikit. Tidak lebih.

"Ih, adek nendang!"

Atensi Jeonghan beralih padaku. Dia melepas tangannya dari pinggangku lalu menempelkan kedua tangan di perutku. Dia memang sangat antusias kalau bayi dalam perut ini bergerak aktif. Memang sudah terbukti kalau bayi ini mirip Jeonghan. Suamiku juga kebanyakan tingkah. Dia susah diam.

Seventeen ImagineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang