[ Husband series ]
"Soonyoung. Kamu dance lagi, dong."
"Nari apa, hm?" tanya suamiku.
Aku dengannya berbaring santai di atas ranjang sembari menikmati senja. Soonyoung denganku saling berhadapan, dia menyangga kepalanya dengan tangan kiri. Salah satu sisi kamarku terbuat dari kaca, menghadap tepat ke barat. Dan, sekarang aku menikmati lukisan oranye bertingkat ungu ciptaan Tuhan yang luar biasa indah.
"Apa aja. Kalo bisa kamu buat sendiri gerakannya. Jangan niru di YouTube atau manapun itu."
"Kenapa kok tiba-tiba?" tanyanya lagi sembari menyibakkan anak rambutku.
Aku menggeleng pelan. "Ya, nggak papa. Pengen aja. Udah lama kamu nggak buat sendiri. Itu studio dance sampe banyak debu saking jarangnya kamu latihan. Padahal dulu aja hampir tiap hari. Tapi, sekarang? Berasa ngebuatin rumah buat laba-laba."
Soonyoung terkekeh hingga kedua matanya menyipit. "Gak sabar deh nanti di studioku ada suara anak kecil yang teriak-teriak. Suara langkah kakinya. Terus di kaca ada pantulan anak kecil yang ikutan nari kayak si Ayah."
"Gemes banget." ujarku sambil menyubit pelan pipi Soonyoung.
"Terus nanti ada yang nanya gini, "Ayah. Ini gerakannya gimana? Aku gak bisa." gitu kan makin gemay gak, sih?"
"Gemes banget, Hosh!" sahutku kepalang gemas. Sungguh, membayangkannya saja sangat membuatku bahagia. Apalagi ketika nanti buah hatiku dengan Hoshi benar-benar lahir ke dunia.
Untuk informasi sedikit, Hoshi adalah nama lain suamiku. Entahlah, sedari dulu dia dipanggil seperti itu oleh mamanya. Bahkan sejak awal aku dengannya saling berkenalan, dia juga memperkenalkan dirinya dengan nama Hoshi. Aku juga tidak tahu dari segi unsur mana nama Hoshi bisa muncul.
Yang jelas dia bilang bahwa nama Hoshi artinya bintang.
Tidak apa-apa kan aku menyebutnya Hoshi ataupun Soonyoung? Kalian pasti paham. Harus paham, ya.
Tangan kanan Soonyoung mengusap pelan perutku. "Kapan kamu keluarnya, dek? Ayah udah gak sabar pengen liat kamu. Pengen gendong kamu, pengen ngedusel pipi gembulmu ntar."
"Ih?" gelakku. "Baru juga empat bulan, Hosh."
"Iya, tau." suamiku mengangguk. "Tapi, aku udah nggak sabar. Lagian umur segini kan dia udah aktif, udah ngerti tentang kita. Udah ngedengerin semua omongan kita. Jadi, kamu paham ya, dek, kalo Ayah itu sayang banget sama kamu. Kamu kan sukanya nguping obrolan Ayah sama Bunda. Kamu juga tau kan kalo Ayah sayang banget sama Bunda?"
Aku menggigit pelan bibir bawahku. Menahan semua kegemasan di sore hari ini.
"Tapi, kalo Bunda sama Ayah lagi main bareng, kamu jangan deㅡ"
Plak.
Aku memukul pelan lengan suamiku. Ada-ada saja, mulutnya Hoshi memang susah dikontrol.
"Jangan bilang aneh-aneh. Belum ada satu menit kamu bilang kalo dia sukanya nguping obrolan kita. Kok sekarang malah ngomong gitu kamu?"
Hoshi tertawa lalu mengecup keningku dua kali.
"Kata dokter dua puluh menit boleh kok, yang." sahut Hoshi tiba-tiba dengan kedua alis yang diangkat bergantian. Aku paham obrolan ini menjurus kemana. Kwon Hoshi atau Kwon Soonyoung ini mudah ditebak pemikirannya.
"Apanya yang dua puluh menit?" godaku. Tak dapat dipungkiri, aku juga rindu dengannya.
Hoshi tersenyum jahil. "Aku kangen adek. Pengen nengokin dia. Yuk?"