[ Husband Series ]
"Jun."
"Hm?"
"Kamu ngapain, deh?" aku berkacak pinggang. Pasalnya, pemandangan di depanku ini lumayan aneh. Ini jam delapan malam, dan suamiku melakukan hal tak biasa, menurutku.
"Nggak, tuh." jawabnya. "Gabut aja."
Aku memincingkan kedua mata. Gabut katanya? Demi isi kepala Patrick, apakah yang namanya gabut harus seaneh ini? Harus semalam ini juga dia melakukan kegiatan gabutnya itu?
"Kamu nanti pusing, loh. Jangan gitu, ah." peringatku. Namun, suamiku ini tidak menggubris sama sekali. Dia tetap pada posisinya.
Mungkin dari jam setengah delapan. Ya, karena sedari tadi dia tidak ikut denganku menonton televisi. Kukira dia sudah tidur, tapi tidak. Ternyata, dia berada di ruang tengah, sedang melakukan keanehan. Sungguh, aku tidak mengada-ada.
Dengan santainya dia melakukan kegabutannya itu.
Headstand.
Bagaimana tidak aneh? Ini sudah malam, bahkan sudah lewat dari jam delapan untuk sekarang ini. Bukan apa-apa, tapi biasanya suamiku itu berolahraga atau sekedar memperagakan kegemarannya seperti saat ini pada saat pagi hari. Dan, itupun tidak selama ini.
Aneh.
"Aku kayaknya ngidam deh, yang."
Aku yang tadi memilih diam dengan segala tebakan di pikiranku, sekarang membuka mulut menganga. Cukup terkejut dengan sepenggal kalimat dari Jun.
"Ngaco kamu, Jun. Ngidamnya kok aneh."
"Ih, beneran." elaknya.
Aku dan Jun memang mengidam secara bersamaan. Ini rumit, antara aku dengan Jun sama-sama ingin memakan makanan yang aneh pula. Bukan makanannya yang sulit didapat atau tidak ada di daerah sini, tapi waktu ingin makannya yang tidak bisa ditoleransi. Seperti ingin sup buah tepat jam satu malam, ataupun sekedar ayam geprek yang harus beli di perempatan jalan.
Kadang juga berakhir Jun yang mengalah karena di sini kan yang hamil aku bukan dia. Jadi, harus aku yang diprioritaskan. Namun kali ini, tepatnya malam ini juga, Jun memang luar biasa hebat.
Masih dengan posisi yang sama, Jun bilang, "dari kemarin lusa aku pengen gini terus kalo udah jam delapan malem. Tapi, aku tahan. Aku lakuin kalo kamu udah tidur. Tapi, sekarang aku gak tahan."
"Lah?" aku semakin melongo.
"Ngapain juga nunggu aku tidur?"
"Biar kamu gak marah."
"Hih? Sakit deh kamu." ujarku sambil geleng-geleng. Aku mendekat lalu memukul pelan paha suamiku. "Udah, jangan lama-lama. Turun, gih. Nanti pusing kepalamu."
Jun menggeleng.
Aku mengernyit.
"Jun."
"Apa?" jawabnya ketus.
Aku menghela napas. "Udah itu kakinya diturunin. Jangan gitu lagi, ini udah malem."
"Hmm."
"Jun."
"Apa, sih?" Jun mulai sewot.
Aku juga semakin gemas.
"Jun!"
"Ih! Apa, sih?"
"Udah itu kakinya diturunin. Ayo, tidur aja."
"Hmm."