Part 22

5.4K 706 63
                                    


Hembusan angin malam yang membuat bulu kuduk berdiri tak terlalu mengusik kenyamanan Renjun yang sedang asyik mengobrol dengan Winwin di balkon apartemen mereka di lantai 13. Malam sudah semakin larut, Renjun dengan balutan sweater kuningnya baru saja menyelesaikan tugas kelompok seni musiknya dan diantar pulang oleh Mark.

Saat sampai apartemen, Winwin sempat menanyai Mark dan Renjun berbagai pertanyaan karena ia sudah sangat khawatir dengan Renjun. Sepupu mungilnya itu tidak memberi kabar sama sekali karena keasyikan membuat lagu dengan Mark.

"Renjun, aku merasa kita semakin jauh saja. Banyak teman-teman barumu sering kesini tapi nama mereka saja aku tidak tahu," ucap Winwin yang duduk di kursi samping Renjun, hanya terpisah oleh meja tempat keduanya meletakkan coklat panas dan kopi milik masing-masing. Mata sipitnya memicing ke sepupu kecil yang sudah dianggapnya sebagai adik sendiri itu.

Renjun tersenyum, lalu mengedikkan bahunya. Ia menegakkan duduknya lalu menoleh ke arah Winwin, balik memicingkan matanya pada kakak sepupunya itu, meledek. "Winwin ge sih, terlalu sibuk kerja," ucapnya tanpa bisa menyembunyikan perasaan bahagianya yang terukir dalam sebuah senyuman.

Sejak mengenal Jaemin, Renjun merasa hidupnya mulai lebih baik. Kebiasaannya yang terlalu tidak peduli pada sekitar dan hobinya mengurung diri untuk tidak mencari banyak teman pelan-pelan mulai berubah.

Yang awalnya hanya memiliki teman satu saja di sekolah, Haechan. Setelah ada Jaemin, siswa berambut pink itu membawanya mengenal baik Mark, Hyunjin bahkan Jeongin. Tak sampai disitu, setelah bertemu dengan Jaemin pula lah ia akhirnya bisa bertemu lagi dengan Nono, teman masa kecilnya dulu.

"Aku bersyukur kau punya teman-teman yang baik di sekelilingmu." Winwin membawa tangannya menepuk bahu kecil sang sepupu, walau harus butuh usaha ekstra untuk meraihnya karena terhalang meja diantara mereka.

Renjun mengangguk, mengulum senyuman manis yang terukir menjadi satu lengkungan garis tipis di wajahnya. Ia kemudian memandang ke langit malam tak berbintang. Tatapan matanya syarat akan kerinduan. Menatap hampir satu menit pada langit, mata bening siswa polos itu mulai berkaca-kaca sekarang. "Kalau baba dan mama masih ada, aku ingin sekali mengatakan pada mereka bahwa aku punya teman-teman yang baik sekarang."

Winwin tersenyum walau dadanya sedikit nyeri mendengar Renjun membicarakan kedua orang tuanya. Ia sangat mengenal Renjun, anak itu bukan tipe orang yang suka membicarakan dirinya sendiri bahkan kehidupannya.

Sejak kedua orang tuanya meninggal, Renjun yang tadinya manja, ceria, ramah, mudah bergaul, seolah-olah menutup hatinya dari semua orang, berubah menjadi pribadi yang suka menyendiri, pemurung, acuh bahkan tak mau jujur tentang perasaannya sendiri, pada Winwin sekalipun.

Jarang sekali mereka punya waktu berdua seperti sekarang. Seringnya, jika Winwin pulang kerja, laki-laki itu akan mendapati Renjun sudah tidur atau sedang belajar di dalam kamarnya tanpa ingin diganggu.

Biasanya ada Jwi yang selalu menemani Renjun sampai ia pulang tapi setelah Renjun mengadu padanya sambil menangis bahwa Jwi sudah mati, Winwin cukup shock mendengarnya. Anjing itu sangat berarti untuk Renjun. Hewan imut berbulu putih lebat itu lah yang sejak masih anakan kecil menjadi saksi tumbuhnya Renjun hingga sebesar sekarang.

Mengerjapkan kedua matanya yang ikut berkaca-kaca, Winwin berinisiatif merubah suasana agar bisa membangun obrolan lagi dengan Renjun. "Hey, temanmu yang berambut pink itu datang lagi ya kemarin?" tanya Winwin, yang ia maksud adalah Jaemin.

Renjun mengernyit, menatap wajah kakak sepupunya. "Datang lagi? Memangnya gẽge pernah bertemu dengan Jaemin sebelumnya?" tanya Renjun, heran. Ia yakin bahwa Winwin hanya pernah bertemu sekali saja dengan siswa tercerdas di sekolahnya itu.

The Student ✦ JaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang