Tumpukan surat yang terletak di atas meja belajar dibiarkan menumpuk oleh Christie. Sekarang ia sedang berbaring di atas kasur dan menatap langit-langit dengan pandangan kosong. Dadanya sesak karena mencoba menahan gejolak emosi sendirian. Berusaha tampak sebaik mungkin di depan teman-temannya dan para guru selama berada di sekolah.
Layar handphone dibiarkannya menyala disampingnya. Notifikasi BBM – aplikasi messenger yang waktu itu sedang tren digunakan – dari grup kelas tidak digubrisnya.
Saat berada sekolah tadi, ia dipanggil ke ruang guru setelah menerima kabar dari grup kelas kalau lokernya dipenuhi coretan. Wali kelasnya meminta Christie bertanggungjawab membersihkan lokernya sendiri. Disaat ia mencoba untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya, wali kelasnya hanya mengatakan kalau hal tersebut hanyalah masalah kecil dan bisa diatasi dengan mudah. Setelah mendengar wali kelasnya berkata demikian, Christie menahan emosinya lalu menganggukkan kepala. Ia akhirnya memutuskan untuk membersihkan loker setelah sekolah selesai.
Sekembalinya dari ruang guru, Sabrina dan Chandra berusaha menenangkan dirinya.
"Hei, it's okay. Kita bisa bantu kamu bersihin nanti," Sabrina mengelus tangan Christie.
"Iya, gapapa. Pasti lebih cepet kalo bareng," timpal Chandra.
"Itu tanggung jawabku. Aku ga papa kok bersihin lokernya sendiri, lagian kalian kan nanti ada ekskul," Christie berusaha tetap tegar di hadapan teman-temannya.
Sabrina dan Chandra berkali-kali mengatakan kalau mereka akan membantunya. Tetapi setelah Christie dengan tegas menolak dibantu, mereka menyerah.
Akhirnya sepulang sekolah, Christie meminjam ember kecil dari ruang TU dan membersihkan lokernya sendiri. Di ujung lorong yang sunyi dengan penerangan yang tidak begitu baik, ia mengusap lokernya dengan sepenuh tenaga. Coretan-coretan tersebut rupanya sedikit susah dihilangkan hanya dengan air. Lokernya justru terlihat lebih kotor dari sebelumnya.
Siapa sih yang ngotorin lokerku? Buat apa gitu lho?
Ia mendengus kesal dan bergumam sendiri. Tidak menyadari kalau dibelakangnya ada seseorang yang sedang berdiri mengawasinya.
"Hai," sapa siswa tersebut kepada Christie.
"OMG!"
Karena kaget, Christie tidak sengaja menyenggol ember disampingnya. Air dari ember tumpah dan mengalir ke seluruh lantai.
"Ya ampun, maaf aku ga bermaksud ngagetin,"
Siswa tersebut langsung membungkuk mengambil ember yang sudah jatuh. Bersamaan dengan itu, Christie membalikkan badan dan menatap ke arahnya.
"Raff?! Ngapain disini?" tanya Christie dengan wajah heran.
"Kamu sendiri? Kok sendirian?" Raff bertanya balik.
"Ga liat apa? Lagi bersihin loker," Christie menjawab dengan ketus dan berjalan ke ujung lorong mengambil pel.
"Sini aku aja yang ngepel lantainya," Raff merebut pel dari tangan Christie.
"Ya emang harusnya kamu yang ngepel,"
"Iya, maaf udah ngagetin," ia melanjutkan mengepel lantai sementara Christie mengambil air lagi dengan ember dan melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai.
Untuk beberapa menit tidak ada satupun yang mengucapkan kata, suasana diantara mereka berdua benar-benar canggung. Christie akhirnya membuka suara, mencoba menghilangkan kecanggungan tersebut.
"Ngapain kamu disini?"
"Gapapa, mampir," jawab Raff dengan tidak yakin.
"Muka sama mulut kok jawabnya beda, pasti ada alasannya,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blooming Sparks
Teen Fiction"Aku belum pernah bertemu manusia seaneh dia. Selalu saja berganti-ganti emosi setiap hari, sama sekali tidak konsisten. Kamu adalah manusia pertama yang paling tak bisa kumengerti. Aku tidak ingin mendekatinya." -Raff "Belum pernah aku melihat sese...