Pretty Fox

56 5 0
                                    

"Hoaahmmmm..."

"Ditutup mulutnya, kemasukan lalat lho," seruku pada Sabrina.

"Ahh... telat," Sabrina tersenyum meringis.

"Ish... Besok lagi kalo kayak gitu aku masukin kertas tau rasa,"

Wajah Sabrina berubah menjadi cemberut.

"Kok Christie hari ini galak banget sihhh..." Ia merangkulkan tangannya ke pundakku.

"Tauk ah," jawabku singkat.

Keringatku mengalir deras sejak jam pelajaran olahraga selesai. Biasanya disaat-saat seperti ini aku mudah sekali marah. Usaha Sabrina yang sejak tadi mencoba menghiburku tidak mempan. Apalagi hari ini mata pelajarannya sama sekali tidak memperbaiki mood-ku. Ingin rasanya aku tiduran di ruang UKS tapi sepertinya niat tersebut gagal ketika guru matematika sudah memasuki ruang kelas.

Seperti biasa, semua dimulai dengan salam setelah itu guru akan maju ke depan untuk membahas materi. Biasanya, aku akan memperhatikan pelajaran dengan serius dan mencatatnya. Namun,  kali ini godaan menutup mata benar-benar kuat. Hingga akhirnya aku tertidur diatas meja dengan tangan yang menopang daguku. 

"Sssstt... Christie, kamu dari tadi diliatin Pak Surya lho..." terdengar suara bisikan dari arah sampingku.

"Bangun!" 

Aku tersentak kaget. Tanpa sadar aku menggerakkan bangku ke belakang dan berdiri. Semua pandangan mata mengarah kepadaku. Tak terkecuali Pak Surya yang sedang menjelaskan pelajaran. Aku gelagapan.

"Anak-anak, kalau mengantuk kalian boleh mencuci muka. Saya sebagai guru, tidak akan melarang kalian untuk pergi membasuh wajah ketika sudah mengantuk. Ini kan demi kelancaran pembelajaran."

Aduh... Kenapa Pak Surya harus bilang didepan kelas sih?

"Bwahahahahahaahah..." Seluruh kelas tiba-tiba penuh dengan tawaan.

"Ngantuk ya? Keenakan banget kamu dari tadi cuma ngorok," Dimas nyeletuk disusul dengan tawa teman lain yang semakin menjadi.

"Jangan begitu. Wajar teman kalian mengantuk, mungkin saja tadi pagi dia belum sarapan. Tadi juga kan habis olahraga, pasti capek juga," Pak Surya berusaha menenangkan.

Bukannya semakin tenang, situasi kelas malah bertambah berisik. Sabrina yang tadinya tidak tertawa ikut tertawa. Wajahnya menunjukkan kepadaku seolah-olah dia berkata "Rasain, tadi aku bangunin baik-baik gak bangun sih." kepadaku. 

Aku berdiri mematung menundukkan kepala.

"Permisi pak, saya mohon izinnya ke kamar kecil," akhirnya aku membuka mulut menahan malu.

"Ya, silahkan."

Kamar kecil perempuan untuk kelas 10 terletak di pojok. Aku sebenarnya tidak suka mengunjungi area ini terlalu sering. Salah satu alasannya karena bau pesing yang menyengat. Terkadang aku heran, padahal seharusnya kamar kecil SMA sudah lebih terjaga kebersihannya, tapi nyatanya tidak begitu. 

Bukan hanya itu saja yang membuatku malas pergi. Jalan menuju ke kamar kecil ini juga tidak menyenangkan, gelap dan licin. Belum lagi, kondisi kamar kecil itu sebenarnya ada yang sudah tidak layak pakai. 

Tapi kau tahu apa? Sebenarnya juga ada keuntungan dibalik semua itu. Karena jalan menuju kamar  itu melewati kelas X MIPA-4. Hehe... kadang, tanpa sadar aku sering melirik ke dalam kelas tersebut. Of course... siapa lagi kalau bukan karena Raza.

Aku membasuh wajahku dengan air dari kran, kedua mataku kembali terbuka. Cermin yang terletak diatas wastafel tersebut menampakkan bayangan wajahku. 

Blooming SparksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang